Pernikahan Tersembunyi: My Imperfect CEO

Aku Akan Membantumu



Aku Akan Membantumu

0"Apakah kamu menikahiku karena Ivan menyukaiku? Apakah kamu ingin membalas dendam padanya dengan menggunakan aku?"     

Mendengar hal itu, mata Aiden terlihat memancarkan cahaya yang berbahaya. Matanya terlihat dingin saat mendengar informasi yang baru ia ketahui ini.     

Ivan ... Tidak hanya Raka, tetapi pria itu juga menyukai Anya.     

"Paman Ivan menyukai Bibi?" Mata Nico terbelalak dan mulutnya menganga saat mendengar hal itu.     

Tara juga terkejut. Ia terlihat seperti baru saja mengetahui sebuah rahasia yang luar biasa.     

"Kamu bilang aku tidak cantik, aku biasa-biasa saja. Memang kamu tidak bisa melihat dengan benar!" Kata Anya dengan marah. "Apakah kamu tidak tahu bahwa ada banyak pria yang menyukaiku?"     

Wajah Aiden tampak begitu menyeramkan saat mendengarnya. Seluruh tubuhnya memancarkan aura yang dingin. Semua orang di sana bisa merasakan seberapa marahnya dia.     

Tara ketakutan saat melihat suasana di tempat tersebut. Sementara itu, Nico diam saja, berusaha untuk menghilangkan keberadaannya dari tempat itu. Harris mundur beberapa langkah, berdiri beberapa meter jauhnya dari Aiden karena takut Tuannya itu marah.     

Hanya Anya yang tidak tahu seberapa marahnya Aiden saat ini. Karena sedang mabuk, ia terus menerus meracau, meski Aiden yang berada di sampingnya terlihat ingin menelannya hidup-hidup.     

"Saat aku masih kecil, Ivan sangat menyayangiku. Kalau Imel tidak melakukan semua itu pada ibuku, mungkin aku sudah menikah dengan Ivan. Dan aku tidak akan pernah bertemu denganmu," kata Anya, sama sekali tidak menyadari bahwa wajah Aiden terlihat semakin muram.     

"Kamu sangat pemarah dan sulit untuk menyenangkan hatimu. Aku tidak bisa melakukan apa pun karena ketakutan melihatmu ..." Sebelum Anya selesai mengeluarkan semua unek-uneknya, Tara sudah menutup mulut Anya.     

"Aiden, Anya sedang mabuk dan meracau. Jangan diambil hati," Tara benar-benar ketakutan setengah mati.     

Temannya ini benar-benar cari mati! Beraninya ia mengatakan semua itu di hadapan Aiden!     

"Sepertinya banyak hal yang tidak kamu sukai dariku," suara Aiden terdengar dingin.     

Anya mendorong Tara dan berkata, "Biar aku perjelas untukmu, aku ingin bercerai! Aku tidak ingin bersamamu, aku tidak ingin tinggal dalam pernikahan yang palsu ini. Aku tidak akan membiarkanmu mendapatkan tamanku, bermimpilah! Aku akan membalaskan dendam ibuku suatu hari nanti. Tetapi aku tidak mau kamu memperalatku untuk balas dendam pada Ivan. Jangan melibatkanku dalam urusanmu!"     

Setelah mengatakannya, tubuh Anya oleng dan kepalanya terjatuh di meja. Ia menyandarkan kepalanya yang terasa pusing dan tidak bergerak lagi.     

"Sepertinya ia tertidur," kata Tara dengan hati-hati sambil mengamati Aiden. "Aku akan mengantarnya pulang."     

Nico langsung memegang tangan Tara, menghalanginya agar tidak pergi. "Biar Pamanku yang mengantarnya. Kamu temani aku makan."     

Tara terlihat bingung. Ia melihat Anya, Nico dan Aiden. Ia tampak ingin mengatakan sesuatu, tetapi melihat wajah muram Aiden, ia tidak berani berkata apa-apa.     

Pada akhirnya, ia kembali duduk di samping Nico dan membiarkan Aiden yang mengurus Anya.     

Aiden menggendong Anya yang tertidur dan berjalan ke arah mobilnya.     

"Harris, bawa pulang sepeda Anya," kata Aiden pada Harris yang berdiri di pinggir.     

Pemilik kios yang mengenal Anya itu baru saja mengantarkan makanan ke meja lain, ketika ia melihat Aiden membawa pergi Anya yang sedang mabuk. Ia takut sesuatu terjadi pada Anya sehingga langsung menghampiri Aiden.     

"Tunggu. Kamu siapa? Ke mana kamu akan membawa Anya pergi?" tanyanya.     

Sayangnya, suasana hati Aiden sedang buruk saat ini karena mengetahui banyak pria yang menyukai istrinya. Mata Aiden memandang pria itu dengan dingin.     

Harris langsung melangkah maju, takut Aiden tidak bisa membendung kemarahannya. "Kami adalah teman Anya. Kami akan mengantarnya pulang karena mabuk."     

Aiden tidak mengatakan apa pun lagi dan membawa Anya ke mobilnya.     

Istrinya, wanita yang dicintainya, mengenakan celana pendek dan duduk di kios yang ramai. Ia benar-benar cantik sehingga menarik perhatian banyak pria. Tidak tahu berapa pasang mata yang tidak bisa berpaling darinya.     

Kalau saja Anya tidak mabuk, Aiden tidak akan bisa membawanya pulang.     

Ia sudah melihat istrinya ini seperti kucing kecil liar yang keras kepala. Mungkin Anya akan mencakarnya jika Aiden memaksanya untuk pulang.     

Melihat Anya yang mabuk di pelukannya, perasaan Aiden terasa campur aduk.     

Raka menyukainya dan Ivan pun menyukainya. Menurut Anya, jika bukan karena masalah antara ibunya dan Imel, mungkin ia akan menikah dengan Ivan. Karena masalah itu pula, Raka mendapatkan kesempatan untuk menjalin hubungan dengannya.     

Tetapi Aiden tidak akan membiarkannya begitu saja.     

Tidak peduli siapa pun yang ia hadapi, Raka atau pun Ivan, hanya ia satu-satunya pria yang bisa memiliki Anya.     

Anya adalah istrinya ... Miliknya ...     

Kepala Anya terasa pusing. Ia membuka matanya dan melihat wajah tampan Aiden. Tangannya terulur untuk menyentuh wajah itu. "Sayang sekali wajah yang indah ini terluka." Gumamnya sambil menyentuh bekas cakaran samar di wajah Aiden.     

"Aku tahu. Bukankah ini perbuatanmu, kucing liar kecil?" Aiden tersenyum.     

Anya menggelengkan kepalanya. "Kepalaku pusing."     

Aiden langsung menyuruh Abdi untuk memperlambat laju kendaraannya. Kemudian, ia menatap istri mungilnya yang berada di pelukannya, "Apakah sudah lebih baik? Sebentar lagi kita akan tiba di rumah."     

"Aku mual. Ingin muntah ..." Anya terkulai di pelukan Aiden. Wajahnya yang putih terlihat memerah karena mabuk. Mulutnya terus menerus bergumam tidak jelas dan tercium aroma alkohol dari napasnya.     

Aiden menurunkan jendela mobilnya, membiarkan angin untuk masuk. Ia memeluk Anya dan berkata, "Sebentar lagi kita pulang."     

Ketika melihat Anya yang mabuk di hadapannya seperti ini, Aiden tidak bisa menahan diri untuk menunduk dan mencium bibirnya. Aroma alkohol itu tidak menghilangkan rasa manis dari bibir Anya, seolah menggelitik hati Aiden.     

Anya mengerutkan keningnya dan menggeleng-gelengkan kepalanya. Matanya mengedip, membuat bulu matanya yang lentik mengepak beberapa kali. Bulu mata itu begitu indah seperti seekor kupu-kupu yang menari.     

"Aiden?" mata Anya menyipit. Wajahnya yang memerah karena alkohol tiba-tiba saja memancarkan senyuman manis. "Kamu sudah pulang?"     

"Hmm ... Apakah aku sudah pulang?" Aiden menatap Anya dengan penuh cinta.     

Karena terlalu mabuk, Anya sampai lupa dengan pertengkaran mereka.     

"Suamiku! Aku sangat merindukanmu," Anya mengulurkan tangannya untuk memeluk Aiden dengan erat. Tawa kecil terdengar dari mulutnya.     

Pada saat itu, Aiden merasa hatinya sangat penuh. Hatinya penuh dengan kegembiraan dan cinta. Ia tidak memerlukan apa pun di dunia ini. Satu wanita ini saja bisa membuatnya merasa bahagia.     

Hanya Anya ...     

Anya yang berada di pelukannya terasa mungil dan hangat. Memeluknya, melihat senyumannya yang lugu dan mendengarkan gumamannya, semuanya bisa menghapuskan kebekuan di hatinya.     

"Aku juga merindukanmu," Aiden memeluknya dan berbisik di telinganya.     

"Aiden, aku pusing. Uh ..." gumam Anya sambil merengek.     

"Bersabarlah. Kita akan sampai di rumah sebentar lagi," Aiden memandang ke luar jendela dan bisa melihat rumahnya.     

"Aiden, panas ..." Anya menarik kausnya, ingin membukanya. Aiden langsung memegang tangannya agar Anya tidak melepaskan bajunya di tempat ini.     

"Pak Abdi, tolong sedikit lebih cepat," kata Aiden.     

Abdi langsung menginjak gas dalam-dalam dan mobil mereka segera berhenti di depan rumah.     

Hana bergegas keluar untuk melihat keadaan Anya. Saat melihat Anya mabuk, ia segera mengikuti Aiden ke atas, mengangkat selimut di atas tempat tidur dan menata bantalnya.     

Aiden meletakkan Anya di atas tempat tidur dengan perlahan. Sementara itu, Hana menatap Anya dengan cemas, "Apakah Anya baik-baik saja?"     

"Hmm ... Anya tidak apa-apa." Aiden mengulurkan tangannya untuk mengelus wajah Anya dengan lembut.     

Setelah mengetahui bahwa Anya baik-baik saja, Hana keluar dari kamar utama dan menutup pintunya.     

Anya berbaring di atas tempat tidur, menggeliat ke sana ke mari sambil menarik kausnya. Ia merasa terlalu panas.     

"Aku akan membantumu," kata Aiden sambil membantu Anya melepaskan bajunya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.