Pernikahan Tersembunyi: My Imperfect CEO

Terbangun



Terbangun

0"Bukankah harganya terlalu tinggi? Dengan harga sebesar itu, tidak banyak orang yang akan membuat janji ..." kata Esther.     

"Aku tidak ingin menghabiskan semua waktuku untuk mencari uang. Aku juga ingin belajar," Anya mengungkapkan pikirannya.     

Esther mengangguk saat mendengar alasan itu. "Aku paham. Kalau begitu, kita lakukan sesuai dengan keputusanmu."     

Setelah itu, mereka segera mengumumkan hal tersebut melalui website mereka. Sebagian besar orang membatalkan janji mereka karena harga yang terlalu mahal. Namun Anya tidak merasa sedih. Ia malah merasa lebih lega.     

Ia tidak punya cukup waktu untuk melakukan semuanya.     

Anya pergi dari jam delapan pagi untuk bekerja dan pulang jam lima sore. Selain bekerja, ia juga pergi ke rumah sakit untuk menjenguk ibunya. Dan sebagian besar waktunya ia habiskan di ruang parfum.     

Orang-orang yang tidak mendapatkan parfum buatan Anya sedang menunggu peluncuran produk barunya. Oleh karena itu Anya sedang mengadakan percobaan untuk membuat formula parfum baru.     

Setiap pagi, ia membawa sampel parfum yang berbeda-beda untuk dicoba oleh Esther, tetapi ia masih tidak puas dengan hasilnya.     

Waktu berlalu dengan cepat. Hari kamis, tepat jam lima sore, anya berjalan keluar dari mall dan kembali ke mobil.     

"Nyonya, Anda mau pergi ke mana? Pulang atau ke rumah sakit?" tanya Abdi.     

"Ke rumah sakit," Anya tidak mau pulang terlalu cepat. Aiden sedang tidak ada di rumah. Ketika ia kembali ke kamarnya yang kosong, ia merasa semakin merindukan Aiden.     

Selama perjalanan ke rumah sakit, Anya mengirimkan pesan pada Aiden.     

Anya : Aiden, kapan kamu pulang? Aku merindukanmu.     

Aiden : Ada banyak hal yang harus aku urus. Aku rasa aku tidak bisa pulang besok.     

Bibir Anya melengkung kecewa. Namun, memikirkan bahwa Aiden adalah presiden direktur dari Atmajaya Group, ia menerima bahwa Aiden tidak akan bisa menemaninya setiap hari.     

Agar Aiden tidak mengkhawatirkannya, ia segera membalas pesannya.     

Anya : Tidak apa-apa. Aku tahu kamu sibuk. Aku akan menunggumu pulang.     

Setelah pesan itu terkirim, tidak ada lagi balasan dari Aiden. Anya tidak tahu bagaimana kabar Aiden dan tidak tahu apakah suaminya itu sedang sibuk sekarang.     

Begitu tiba di rumah sakit, Anya langsung menuju ke kamar ibunya. Tak diduga, ia melihat ayahnya!     

"Ayah, mengapa kamu di sini?" Anya menatapnya dengan terkejut.     

"Anya, aku datang untuk mengembalikan ini. Resep parfum milik ibumu," Deny memberikan sebuah amplop pada Anya.     

"Ayah memberikannya untukku?" Anya tidak bisa percaya. Ia mengulurkan tangannya dan mengambil amplop tersebut.     

Deny menatap Diana yang berbaring di atas tempat tidur rumah sakit. "Resep ini adalah milik ibumu. Sudah seharusnya kembali ke pemiliknya."     

"Terima kasih, Ayah," mata Anya memerah. Ia hampir meneteskan air matanya.     

Deny mencibir. "Kalau kamu benar-benar berterima kasih padaku, suruh Nico untuk mengasihani aku. Kalau Keluarga Tedjasukmana bangkrut, pernikahan Natali akan hancur. Kamu juga akan direndahkan oleh Keluarga Atmajaya. Saat ini Aiden sedang tidak ada di Indonesia sehingga Nico bisa berbuat sesuka hati. Aku sudah tidak tahan dengan anak itu."     

"Apa yang Nico lakukan?" Anya tidak menyangka bahwa ayahnya akan mengirimkan formula parfum ibunya hanya karena tidak tahan dengan tekanan Nico.     

Dan ia tahu betul bahwa sikap Nico itu merupakan perintah dari Aiden. Meski Aiden tidak berada di Indonesia pun, ia bisa mengendalikan semua situasi.     

"Kamu tidak mengerti masalah bisnis. Ini resep ibumu. Kamu bisa membantu ayahmu dengan mengatakan hal-hal yang baik di depan Aiden dan membujuknya untuk membantuku melewati masa sulit ini. Raka mengatakan bahwa mulai terlibat terlebih dahulu dan ia tidak bisa ikut campur. Aku tidak punya jalan lain," kata Deny sambil mengerutkan keningnya.     

Anya menyadari bahwa ayahnya tampak jauh lebih kusut dibandingkan terakhir kali mereka bertemu. Rambutnya juga mulai banyak yang memutih, tanda banyak pikiran di benaknya.     

"Terima kasih sudah memberikan resep ini untukku, Ayah. Aku tidak mengerti bisnis, tetapi aku akan mencoba membantumu." Anya memegang amplop di tangannya erat-erat.     

"Kalau begitu aku tidak akan mengganggu waktumu dengan ibumu. Ada hal lain yang harus aku lakukan. Aku akan pergi dulu," Deny langsung berbalik dan pergi.     

Setelah Anya mengantarkan Deny ke lift, ia kembali ke ruangan ibunya dan melihat sebuah buket bunga iris di atas meja.     

"Bu, ayah datang untuk mengunjungimu dan membawa bunga iris untukmu, bunga favoritmu," Anya memegang tangan Diana dengan lembut.     

"Berapa lama lagi ibu mau tidur?"     

Diana berbaring di atas tempat tidur, tanpa reaksi seperti biasanya. Suara detak jantungnya yang terhubung dengan alat berbunyi dengan stabil.     

Anya merasa sedikit frustasi melihat situasi tanpa perkembangan ini. "Bu, tebak apa yang ada di tanganku?"     

"Ini adalah formula parfummu. Ada tanggal dan tanda tanganmu pada formula ini. Tanggalnya tepat sebelum kecelakaan yang menimpamu," kata Anya sambil melihat rasio formula dengan seksama. "Aku tidak melihat ada yang salah dengan rasionya. Aku yakin ini adalah resep asli."     

"Bacakan untukku," kata Diana dengan lemah.     

"Ibu!" seru Anya dengan terkejut. Matanya langsung memerah, air mata bahagia mengalir dengan deras. "Apakah ibu sudah bangun?"     

"Resepnya, bacakan!" Diana memejamkan matanya dan kemudian membukanya lagi, "Bacakan resepnya untukku."     

"Baiklah, baiklah. Aku akan membacakannya untukmu," dengan air mata yang mengalir, Anya membacakan satu per satu bahan yang tertera pada resep tersebut. Mata Diana juga dipenuhi dengan air mata saat ia berkata, "Sepuluh tahun lamanya. Akhirnya … Akhirnya aku menemukannya."     

"Ibu, apakah artinya resep ini asli?" air mata terus mengalir di wajah Anya. Ia tidak bisa percaya ibunya tiba-tiba saja bangun.     

Ia tidak percaya keinginannya terkabul begitu saja!     

"Resep ini … harus dikembangkan lagi …" Tiba-tiba saja Diana terlihat seperti kehabisan napas.     

Anya bergegas keluar untuk memanggil dokter     

Setelah diperiksa oleh dokter, kondisi Diana akhirnya stabil.     

Satu jam kemudian, Diana bangun kembali dan melihat Anya duduk di pinggir tempat tidur rumah sakit. Ia berkata sambil tersenyum. "Anya, jangan khawatir. Ibu baik-baik saja."     

Anya menangis seperti anak kecil dan menggenggam tangan ibunya dengan erat. "Ibu, ibu tidak boleh kemana-mana. Anya hanya punya ibu."     

"Ibu dengar kamu sudah menikah. Kapan kamu akan membawa suamimu untuk bertemu dengan ibu?" tanya Diana sambil tersenyum.     

"Apakah ibu mendengar semua ceritaku?" wajah Anya merona.     

Setiap kali Anya punya waktu luang, ia selalu pergi ke rumah sakit untuk mengunjungi Diana. Ia akan duduk di pinggir tempat tidur sambil memegang tangan Diana dan menceritakan semua yang terjadi di kehidupannya.     

"Sulit untuk tidak mendengarkan ocehanmu." Diana balas menggenggam tangan Anya. "Walaupun ibu tidak mendukung pernikahan muda, ibu tidak keberatan jika kamu bertemu dengan pria yang tepat. Ibu dengar suamimu mendukungmu untuk melakukan apa pun yang kamu mau. Berdasarkan cerita itu saja, ibu rasa, ia adalah pria yang baik."     

"Hmm … Aiden memang sangat baik padaku," Anya tersenyum senang.     

"Aiden?" wajah Diana langsung terlihat panik. "Aiden Atmajaya? Kamu menikah dengannya?"     

"Ibu? Ada apa?" Anya menatap Diana dengan bingung.     

"Apakah kamu meminjam uang pada aiden? Mengapa kamu meminjam uang padanya dan perjanjian apa yang kamu lakukan dengannya?" tanya Diana dengan panik.     

"Aiden menikah denganku dan berjanji akan membantu biaya pengobatan ibu. Aku menggunakan taman ibu sebagai jaminannya." Jawab Anya dengan hati-hati.     

"Apa!? Kamu menggunakan taman sebagai jaminannya?" Diana hampir saja pingsan. Ia mengerahkan seluruh kekuatannya untuk menampar wajah Anya. "Apa yang kamu lakukan Anya? Apakah kamu ingin membuat ibu mati? Apakah kamu tahu siapa Aiden? Beraninya kamu menikah dengannya?"     

Anya memegang wajahnya yang ditampar oleh ibunya. Walaupun tamparan itu tidak terasa sakit, hatinya terasa jauh lebih sakit. "Ibu, aku tahu siapa Aiden, tetapi aku mencintainya dan dia mencintaiku. Kamu tidak akan bercerai. Taman ibu juga akan baik-baik saja!"     

"Ia mencintaimu? Mengapa kamu pikir ia mencintaimu? Minta uang pada ayahmu untuk mengambil kembali taman milik ibu dan segera ceraikan Aiden. Atau kamu akan mengalami hal yang sama denganku sepuluh tahun lalu," kata Diana dengan penuh emosi.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.