Pernikahan Tersembunyi: My Imperfect CEO

Double Date



Double Date

0"Kamu tahu segalanya. Apakah kamu tahu apa yang Pamanku dan Anya lakukan di mobil sebelum kita tiba?" tanya Nico dengan menggoda.     

"Mereka ..." Tara memikirkan baju Aiden yang kusut dan wajah Anya yang merona serta rambutnya yang sedikit berantakan. Kemudian, ia menggeleng-gelengkan kepalanya. "Aku tidak tahu dan aku tidak mau tahu."     

Setelah itu, ia memusatkan perhatiannya untuk mengeluarkan sengat di dahi Nico. Sementara itu, Nico terus memandang wajahnya, membuat Tara merasa dirinya akan menggila.     

Akhirnya, ia berhasil mengeluarkan sengat tersebut. Ia langsung membungkusnya dengan tisu dan menunjukkannya pada Nico.     

"Mengapa sakit sekali saat mengeluarkannya?" mata Nico melihat ke atas, ingin melihat kondisi dahinya. Tetapi ia tidak bisa melihat apa pun.     

Tara menurunkan jendela mobil dan tiba-tiba saja memegang wajah Nico dengan kedua tangannya. Bibirnya yang lembut jatuh di dahi Nico.     

Ia menarik napas panjang-panjang dari mulut, mengisap racun yang ada di sengatan tersebut dan membuangnya ke luar jendela. Ia melakukannya berulang kali, membuat otak Nico terasa kosong.     

Ia begitu senang sehingga otaknya seolah tidak bisa berpikir!     

Bukankah ini seperti di novel-novel?     

Ia bersenandung dengan pelan, "Ciuman yang lembut telah menyentuh hatiku ..."     

Wajah Tara langsung memerah dan ia segera melepaskan tangannya dari wajah Nico.     

Ia mengambil botol air minum dan keluar dari mobil untuk berkumur. Sementara itu, Nico bersandar di kursi dan menatap punggung Tara, merasa sangat senang.     

Ketika Anya kembali, ia melihat Nico duduk di dalam mobil sambil bersenandung dan Tara masih berdiri di luar dengan tatapan menerawang sambil membawa botol air minum.     

"Tara, aku sudah mengambil tanamannya," kata Anya.     

Tara berbalik dan segera berjalan ke dalam mobil.     

Ia merobek kaus putihnya yang tipis dan menggunakannya untuk membungkus tanaman yang dibawa Anya dan membasahinya dengan air. Kemudian, ia menempelkan kain itu di dahi Nico. "Jangan turunkan tanganmu.��     

"Ya," kata Nico dengan patuh. "Sudah tidak terlalu sakit."     

"Apakah tanaman itu sangat berpengaruh?" Aiden menatap Nico dengan curiga. "Apa yang terjadi setelah kami pergi?"     

"Tidak ada yang terjadi," jawab Tara terlalu cepat.     

"Kalau tidak ada yang terjadi, mengapa kamu keluar dari mobil dan berdiri di bawah sinar matahari yang panas?" Anya juga merasa ada sesuatu yang salah, tetapi ia tidak tahu apa.     

"Tara membantuku untuk mengeluarkan racunnya dengan menghisapnya. Kalian tidak perlu mengkhawatirkan aku. Aku baik-baik saja." Nico tertawa saat mengatakannya.     

Wajah Tara langsung memerah. Ia menundukkan kepalanya tanpa mengatakan apa pun.     

"Kalau begitu, ambil lah madu untuknya dan balas budi pada Tara karena telah menyelamatkanmu. Ia mengambil resiko untuk menolongmu. Kalau ada luka kecil saja di mulutnya, ia bisa terkena racun," kata Anya dengan bercanda.     

Nico tertegun sejenak dan berbalik untuk menatap Tara. Matanya menjadi rumit dan tidak terbaca.     

��Lebah tidak seberbahaya itu. Lagi pula, aku tidak terluka. Tidak akan ada yang terjadi padaku," kata Tara.     

"Nico, apa yang kamu tunggu? Apakah kamu menunggu matahari terbenam?" dengus Aiden.     

Nico tidak memahami bahwa Anya sedang bercanda tadi sehingga ia menganggapnya sebagai sesuatu yang serius. Ia bertekad untuk mengambil madu dan Dendrobium itu untuk Tara.     

Kali ini, Aiden kembali membantu untuk menarik tali Nico, sementara Anya dan Tara berdiri agak jauh dan berbincang-bincang.     

"Apakah mata Aiden sudah pulih?" tanya Tara.     

Anya mengangguk. "Ia pulih untuk sementara tetapi masih belum stabil. Butuh waktu untuk pulih ke keadaan normal. Tolong rahasiakan sementara waktu."     

"Jangan khawatir. Aku tidak akan mengatakannya pada siapa pun. Apakah kamu sudah berbicara dengan Raka?" Tara menatap Anya dengan khawatir.     

"Aku sudah berusaha untuk menjelaskannya, tetapi ia sangat keras kepala. Ia yakin bahwa Aiden memiliki rencana lain sehingga bersedia menikah denganku. Ia tidak bisa melupakan masalah ini. Biarkan saja ia melakukan apa pun yang ia mau. Aku mempercayai Aiden," kata Anya sambil tersenyum. "Kamu dan Nico ..."     

"Kamu hanya berteman. Bukankah cinta tidak bertahan lama?" kata Tara sambil tersenyum tipis.     

Anya mengangguk dan melihat dua pria yang tidak jauh darinya. Nico sudah berhasil mengambil madu dan juga Dendrobium.     

"Tidak peduli apa pun keputusan yang kamu pilih, aku akan mendukungmu," Anya menepuk bahu Tara. "Ayo kita lihat mereka."     

Tara mengangguk dan mengikuti Anya untuk menghampiri Nico.     

Melihat kedatangan Tara dan Anya, Nico langsung berkata, "Aku hanya mengambil setengah dari Dendrobium agar tanaman itu bisa tumbuh lagi. Aku juga hanya mengambil sepertiga madu karena aku merasa tidak enak mengambil semuanya. Bukankah lebah itu bersusah payah untuk menghasilkan madu." Ia menantikan pujian dari Tara. "Aku akan berhati-hati dan menjaga lingkungan alam di kemudian hari."     

Tara dan Anya tertawa saat mendengar Nico mengatakannya.     

Anya berjalan ke sisi Aiden. Wajahnya terlihat lelah. "Ayo kita turun dari gunung ini. Hari sudah mulai sore."     

Aiden bisa melihat kelelahan di wajah Anya. Ia merangkul pinggangnya dan tiba-tiba saja menggendongnya, "Ayo kita pulang."     

"Apa yang kamu lakukan? Turunkan aku!" wajah Anya langsung memerah saat Aiden tiba-tiba menggendongnya dan ia langsung meronta.     

"Bergeraklah lagi, aku akan menciummu," ancam Aiden.     

Ketika Anya mendengarn ancaman itu, ia langsung berhenti bergerak dan patuh.     

Tara tersenyum dan melihat punggung pasangan tersebut. Matanya penuh dengan rasa iri. Ia juga ingin merasakan hal yang sama ...     

"Apakah kamu mau aku menggendongmu?" Nico menghampiri Tara dan bertanya kepadanya.     

"Menggendongku? Apakah kamu bermimpi. Ayo kita menyusul mereka." Tara langsung berjalan mengikuti Aiden dan Anya.     

"Tara, ayo kita menangkap kunang-kunang," kata Nico dengan semangat.     

"Belum malam. Masih belum ada kunang-kunang." Anya melihat matahari yang mulai terbenam. "Apakah kamu tidak ingin ke rumah Aiden dan menumpang makan di sana?"     

"Makanan buatan rumah Pamanku sangat enak, terutama buatan Bu Hana. Itu sebabnya aku sering menumpang makan di sana. Setelah kita makan, ayo kita menangkap kunang-kunang," kata Nico dengan santai.     

"Hubungan kalian semua sangat dekat," gumam Tara sambil tersenyum.     

"Pamanku memang dingin. Itu sebabnya aku berusaha untuk terus mendekatinya. Kalau tidak, dengan sifat dinginnya itu, tidak akan ada orang yang mau mendekat padanya. Hanya Anya saja yang bisa mendekatkan diri padanya karena Anya sangat hangat. Selain itu, Anya juga manja dan nakal. Ia benar-benar akan membuat Pamanku mati muda ..." kata Nico.     

"Kamu juga bisa bersikap manja pada Pamanmu," kata Tara sambil tertawa.     

Nico tersenyum mendengar tawa Tara.     

"Tara, temani aku menangkap kunang-kunang nanti malam. Aku benar-benar ingin pergi! Ayolah ..."     

"Jangan buat aku merinding!" Tara tidak menyangka bahwa Nico dengan tubuh sebesar ini bisa bersikap manja seperti anak kecil padanya.     

Nico hanya tertawa terbahak-bahak melihat reaksi Tara.     

Anya menoleh saat mendengar suara tawa di belakangnya. Ia mengintip dari bahu Aiden dan melihat dua orang di belakangnya sedang bersenda gurau.     

Tara dan Nico berjalan berdampingan sambil tertawa. Sesekali, Tara akan memukul bahu Nico dengan kesal membuat Nico lari terbirit-birit dan menunjukkan wajah ketakutan. Namun, setelah itu, mereka akan kembali berjalan bersama sambil tertawa.     

"Mereka sangat serasi, tetapi Tara memutuskan untuk berteman saja dengan Nico. Apakah menurutmu kita masih punya kesempatan untuk pergi bersama-sama lain kali?" tanya Anya.     

Ia benar-benar menyukai kencan mereka hari ini. Meski ia tidak berduaan bersama dengan Aiden, kencan mereka kali ini terasa seperti double date dengan adanya Nico dan Tara.     

Terkadang kencan seperti ini juga terasa ramai dan menyenangkan ...     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.