Pernikahan Tersembunyi: My Imperfect CEO

Kamu adalah Milikku



Kamu adalah Milikku

0Melihat ada orang di samping mereka, Aiden melepaskan bibir Anya dan memeluk pinggangnya dari belakang. Ia meletakkan kepala di bahu Anya dan berdiri membelakangi orang-orang yang lewat. Ia menggunakan tubuh besarnya untuk melingkupi tubuh Anya agar tidak ada yang bisa melihatnya.     

Setelah orang-orang itu menjauh, ia mendekatkan bibirnya ke telinga Anya dan berbisik. "Tempat ini sangat indah. Apa lagi saat kamu bersama denganku. Seluruh dunia menjadi lebih indah."     

"Aiden … Terima kasih atas semua yang kamu lakukan untukku. Terima kasih untuk semuanya," suara Anya sedikit bergetar dan matanya memerah.     

Di rumah Keluarga Atmajaya, Aiden membela dirinya di hadapan ayahnya sendiri. Ia tidak membiarkan ayahnya mempermalukan Anya dengan menandatangani kontrak.     

Ketika ayahnya mengusir Anya secara tidak langsung dari meja makan dan menyuruhnya untuk membakar ikan di taman, Aiden tidak menyentuh makanannya sama sekali dan langsung membawa Anya pergi dari tempat itu.     

Anya tidak bertanya pada Aiden apakah matanya benar-benar tidak nyaman atau ia hanya berpura-pura. Tetapi ketika Aiden mencarinya di taman dan membawanya pergi dari rumah Keluarga Atmajaya, ia benar-benar tersentuh.     

"Tidak perlu memedulikan ayahku. Kamu menikah denganku dan hidup bersama denganku untuk selamanya. Kamu hanya perlu memedulikan aku." Aiden menggigit telinga Anya dengan pelan. "Apakah kamu mengerti?"     

Anya langsung meringkuk. Bibirnya terkatup, tidak mengatakan apa pun.     

Ia berpikir untuk beberapa saat dan akhirnya memutuskan untuk angkat bicara.     

"Jika ayahmu tetap bersikap seperti ini, kamu akan terus kesulitan di antara kita. Hari ini, kamu membelaku, membuatku sangat tersentuh. Tetapi di mata ayahmu, kamu terlihat seperti anak durhaka. Aku tidak ingin kamu disebut sebagai anak yang tidak berbakti pada orang tua," kata Anya dengan suara pelan.     

"Di matanya, sudah sejak lama aku menjadi anak durhaka," kata Aiden dengan tidak peduli.     

"Aku tahu kamu sebenarnya peduli terhadap keluargamu. Kamu memiliki hubungan yang dekat dengan kakak iparmu dan kamu merasa nyaman bersama dengan Nico." Kata Anya.     

Anya berbalik dan menatap Aiden dengan penuh perhatian. "Aiden, mengapa kamu tidak berhenti bekerja saat kamu terluka? Apakah kamu mencoba untuk membuktikan dirimu pada ayahmu? Meski kamu tidak bisa melihat atau pun berjalan, kamu masih tidak ingin mengecewakannya. Kamu peduli padanya. Jangan buat hubungan kalian semakin memburuk hanya karena aku."     

Tubuh Aiden membeku dan ia tidak bisa mengatakan apa pun.     

"Aiden, apakah kamu baik-baik saja?" tanya Anya dengan cemas.     

"Ia tidak akan pernah bisa melihat apa yang kamu lihat," kata Aiden sambil menertawai dirinya sendiri. "Aku tidak mau kamu berusaha menyenangkan hati ayahku dengan menyakiti dirimu sendiri. Aku tidak ingin kamu melakukannya hanya untuk hidup bersamaku. Apakah kamu mengerti?"     

Aiden menundukkan kepalanya dan mencium bibir Anya dengan lembut. "Aku ingin memberikan kebahagiaan untukmu."     

"Aiden, kamu sudah membuatku sangat bahagia. Sungguh!" Anya sedikit berjinjit dan mengecup bibir Aiden sekilas. "Ayo kita berusaha bersama-sama agar ayahmu merestui hubungan kita, oke?"     

Aiden menatap wajah Anya dengan tatapan lembut. "Apakah kamu benar-benar menginginkan pengakuan darinya?"     

Anya berpikir sejenak, berusaha untuk menata perasaannya. Kemudian ia tersenyum dan berkata pada Aiden. "Aku hanya ingin membuktikan pada seluruh dunia bahwa suamiku memiliki mata yang bagus dan tidak salah memilihku."     

"Apakah ada hadiah untuk suamimu yang memiliki penilaian bagus?" Aiden memeluk pinggang Anya.     

"Kamu belum menjawab pertanyaanku. Apakah kamu mau bekerja sama denganku untuk membuat ayahmu menyetujui hubungan kita?" Anya mengusapkan kepalanya di dada Aiden. "Kamu bilang tidak mau datang ke pesta ulang tahun ayahmu."     

"Dari mana kamu tahu? Apakah Nico yang memberitahumu?" Aiden mendengus.     

"Walaupun untuk sementara waktu aku tidak ingin mengumumkan pernikahan kita, aku tetap ingin menunjukkan pada semua orang bahwa kamu adalah milikku. Biar seluruh dunia tahu bahwa Aiden Atmajaya adalah milik Anya. Pria ini sudah ada yang punya, jadi menyingkirlah!" Anya tersenyum dan mengamati wajah Aiden saat mengatakannya.     

Aiden mencubit pipi Anya dengan lembut. "Menunjukkan bahwa aku adalah milikmu? Apakah kamu takut akan kehilangan aku? Apakah kamu takut ada seseorang yang merebutku darimu?"     

Anya memeluk leher Aiden dan berkata, "Tentu saja. Suamiku sangat tampan, kaya, lembut dan sangat mencintaiku. Apa yang harus aku lakukan jika ada seseorang yang merebutmu dariku? Aku harus menjagamu dengan hati-hati. Biarkan semua orang yang hadir di acara itu tahu bahwa kamu sudah ada yang punya, yaitu aku!"     

"Kamu masih kecil dan nakal," Aiden tertawa sambil mencubit hidung Anya. "Tetapi aku menyukainya."     

Ketika Anya melihat Aiden tersenyum, ia merasa lega. Sepertinya, Aiden sudah setuju akan membawanya ke pesta ulang tahun ayahnya.     

Jika Aiden tidak mau datang ke pesta ulang tahun ayahnya karena dirinya, bukankah ia akan menjadi penyebab kedurhakaan Aiden? Ia tidak mau menjadi wanita jahat yang mengganggu kehidupan keluarga Atmajaya.     

Anya tidak mau menjadi penjahat. Jadi, ia berusaha untuk membujuk Aiden agar suaminya itu mau datang ke pesta ulang tahun ayahnya.     

Anya mengangkat wajahnya dan bertanya pada Aiden, "Apakah itu berlebihan?"     

Tanpa basa-basi, Aiden langsung menggendongnya. "Aku akan melakukan apa pun yang kamu inginkan. Ayo kita ke mobil."     

"Buat apa ke mobil? Aku ingin melihat tanaman dan bunga-bunga di tempat ini. Lihat di tebing itu. Aku yakin ada Dendrobium di sana," kata Anya dengan penuh semangat.     

"Apa itu Dendrobium?" tanya Aiden.     

"Itu adalah tanaman yang bisa digunakan untuk ramuan herbal!" Anya meronta-ronta untuk turun dari pelukan Aiden dan berjalan menuju ke tebing itu dengan senang.     

Aiden segera mengikutinya dengan khawatir. "Jangan terlalu dekat dengan tebing itu. Berhati-hatilah."     

"Aku hanya ingin melihatnya. Belum tentu tanaman itu ada di sana," Anya berjalan menuju ke ujung tebing itu dan melihat ke bawah. Ia merasa kepalanya sedikit pusing saat melihat ketinggian.     

Ia memejamkan matanya dan menarik napas dalam-dalam. Setelah menemukan sebuah batu besar yang aman, ia memegang batu itu sebagai pegangan dan melihat ke arah bawah dengan hati-hati.     

"Jika aku bisa mendapatkan Dendrobium, tanaman itu bisa membantu pemulihan matamu," Anya mengusap matanya dan mengamati dengan lebih seksama. Sekelompok tanaman Dendrobium benar-benar tumbuh di celah tebing dan mekar dengan indah.     

Bunganya tampak sangat menawan, elegan dan cantik. kelopaknya berwarna putih dan kuning muda, sementara putiknya berwarna keunguan. Warna itu terlihat semakin cerah di langit yang biru.     

"Aiden, aku bisa melihat Dendrobium. Itu sangat indah!" Anya melihat ke bawah dengan penuh semangat.     

Hati Aiden terasa sesak saat melihat posisi Anya. Ia segera merengkuh tubuhnya dan menarik tubuh Anya ke dalam pelukannya. "Itu hanyalah tanaman. Jangan terlalu bersemangat. Nanti kamu jatuh!"     

"Aiden, biarkan aku turun dan mengambil Dendrobium itu." Anya langsung memutuskan.     

"Tidak!" Tanpa berpikir dua kali, Aiden langsung menolak.     

"Dendrobium itu bisa membantu pemulihanmu!" kata Anya.     

"Kamu juga bisa menyembuhkan aku. Aku tidak akan membiarkanmu membahayakan dirimu sendiri," Aiden langsung menggendong tubuh Anya untuk menjauhi tebing. Anya meronta-ronta, tetapi Aiden terlalu kuat sehingga usahanya itu sia-sia. Ia hanya bisa pasrah dan mengikuti Aiden kembali ke dalam mobil.     

Di mobil, Anya masih memikirkan mengenai bunga-bunga Dendrobium yang berada di tebing, "Aiden, apakah kamu punya tali?"     

"Jangan berpikir yang aneh-aneh," kata Aiden.     

"Kalau begitu, biarkan aku memfotonya! Aku akan mengirimkan lokasi ini ke Tara agar ia bisa membantuku mengambil tanaman itu. Atau kita bisa membayar seseorang untuk mengambilnya!" saran Anya.     

"Apakah kamu mau mengobati mataku dengan tanaman itu?" tanya Aiden sambil mendekat ke arah Anya.     

"Kalau tidak dengan tanaman itu, bagaimana lagi?" Anya mengedipkan matanya dan kebingungan sejenak.     

Sementara itu, tubuh Aiden semakin mendekatinya dan menekannya ke tempat duduknya saat ini. "Pengobatanmu tadi pagi masih belum selesai. Bagaimana kalau kita mengulanginya lagi?"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.