Pernikahan Tersembunyi: My Imperfect CEO

Melihat yang Diinginkannya Saja



Melihat yang Diinginkannya Saja

0"Aiden, kalau kamu tidak mau bercerai, cepatlah punya anak. Dengan itu, istrimu akan berguna," Bima mengatakannya dengan sinis seolah Anya tidak memiliki kegunaan lain selain membantu Aiden mendapatkan keturunan.     

Telinga Anya terasa berdengung saat mendengarkan pertanyaan itu. Ia tidak tahu bagaimana bisa topik pembicaraan mereka tiba-tiba beralih padanya.     

Punya anak? Ia sendiri masih sangat muda!     

Ia bahkan belum lulus kuliah.     

"Ayah, Anya dan Aiden baru saja menikah. Jangan terburu-buru menyuruh mereka untuk punya anak. Biarkan mereka menikmati dunia mereka terlebih dahulu," saran Maria.     

"Kakek, apakah kamu menginginkan cucu? Ini ada satu cucumu di sini. Peluklah dia!" Nico berlari ke arah Bima dengan manja dan berpura-pura meminta pelukan.     

Bima langsung tertawa keras melihat tingkah cucu kesayangannya. "Nico memang cucuku yang paling pintar sejak kecil."     

"Kakek, coba ikan yang aku bakar ini. Ini pasti sangat enak!" Nico sama seperti 'happy virus' di keluarga Atmajaya. Ia sangat ceria dan menyenangkan sehingga mudah untuk mencairkan suasana. Keberadaannya di Keluarga Atmajaya sangat penting untuk memperbaiki suasana yang buruk.     

"Kemarilah. Duduklah di sebelah Kakek," Bima memanggilnya untuk duduk di tempat yang terdekat dengannya.     

Nico segera mengambil botol anggur dan menuangkan anggur itu untuk Bima. "Kakek, coba anggur merah ini. Aku baru saja mencurinya dari ruang anggur milik Paman."     

"Nico!" bentak Aiden.     

"Aku ingin pulang dan makan dengan Kakek hari ini. Tentu saja aku harus membawa pulang anggur yang bagus untuk kakek. Aku benar-benar anak yang berbakti kan!" Nico sangat pintar untuk mengambil hati Bima.     

"Ya, ya. Kamu memang cucu kesayangan kakek. Tidak seperti seseorang yang menyembunyikan anggurnya dan tidak mau memberikannya kepadaku," Bima melirik ke arah Aiden dan kemudian berkata pada Nico. "Raisa tidak pantas mendapatkanmu. Wanita yang bisa menjadi istrimu harus mandiri, dewasa dan cantik. Dan lebih lagi, ia harus memiliki latar belakang yang bagus. Raisa memang cukup cantik, tetapi ia tidak sepadan untukmu."     

Nico tertawa saat mendengarnya, "Aku tahu kakek menyayangiku dan tidak akan membiarkanku jatuh ke sumur."     

Anya melihat kejadian itu dengan kagum. Ia kagum pada Nico. Bagaimana bisa Nico membuat Bima yang menyeramkan dan tegas itu menyetujui pendapatnya?     

Nico dan Tara pernah mencuri bunga dari taman Kakek Tara. Hari ini, ia dan Tara kembali mencuri anggur Aiden.     

Terlihat jelas sifatnya yang sangat nakal. Tetapi ia bisa membuat Bima memujinya dan bahkan menyetujui semua permintaannya.     

Kemudian, Anya melirik ke arah Anya. Melihat sifat Aiden yang kaku dan keras, ia tahu bahwa Aiden tidak mungkin bersikap manja di hadapan para tetuanya. Mungkin itu sebabnya hubungan Aiden dan ayahnya juga tidak terlalu dekat.     

"Tara, duduklah di sebelahku," kata Maria dengan hangat.     

Tara langsung mengangguk dan duduk di sebelah maria dengan patuh.     

Pada saat di taman, Tara sangat ceria dan penuh semangat. Namun, setelah masuk ke dalam rumah Keluarga Atmajaya, ia terlihat begitu penurut dan pendiam. Ia tidak pernah membuka mulutnya kecuali saat ditanya.     

Anya juga sama. Ia berdiri di samping Aiden, sama sekali tidak mengucapkan apa pun. Aiden yang akan mewakilinya berbicara.     

"Anya, duduklah di seberangku," kata Maria.     

Bima duduk di salah satu ujung meja, menandakan bahwa ia adalah kepala Keluarga rumah tersebut. Nico duduk di kursi pertama sebelah kanan, disusul oleh Maria dan juga Tara yang berada di tempat terjauh sehingga ia merasa sangat nyaman.     

Setelah itu, Maria mengatur agar Aiden duduk di kursi pertama sebelah kiri Bima dan kemudian Anya di sebelahnya. Tempat itu terlalu dekat dengan Bima sehingga tekanan yang dirasakan oleh Anya sangat tinggi.     

Aiden menggenggam tangan Anya sementara tangannya yang lain memegang meja. Ia segera berjalan menuju ke seberang Maria, tetapi membiarkan kursi pertama kosong begitu saja.     

Ia duduk di kursi kedua, sementara Anya duduk di kursi ketiga, tepat di hadapan Tara.     

Anya menghela napas lega saat mengetahui tempat duduknya jauh dari tempat pertama. Setidaknya, ia bisa sedikit lebih tenang.     

Bima melihat posisi kosong di sampingnya dan berkata pada Aiden dengan sinis, "Kalau kamu memang tidak ingin berada di dekatku, mengapa kamu pulang ke rumah?"     

Rumah? Aiden bahkan tidak pernah menganggap tempat ini sebagai rumahnya.     

"Aku hanya ingin mempertemukan Anya dengan kakak iparku," kata Aiden dengan tenang, membuat Bima tidak bisa berkata apa-apa.     

Anya tertegun sejenak. Aiden dan Bima bahkan tidak bisa berbicara dengan tenang, tanpa bertengkar.     

"Apakah makanannya sudah bisa disajikan?" tanya salah satu pelayan pada Maria.     

Maria langsung mengangguk. Dan memberi isyarat agar para pelayan mulai menghidangkan makanan mereka.     

Saat makanannya disajikan di atas meja, Nico langsung memotongnya dan mengambilkan makanan itu untuk Bima. "Kakek, cobalah daging ini? Lebih enak daging ini atau ikan buatanku?"     

"Ikan yang kamu bakar sebelumnya sangat enak, tetapi yang ini belum matang," Bima membuka bagian tengah ikan itu dengan garpu dan daging ikan itu tampak masih mentah.     

"Ayah, ikan yang tadi Anya yang membuatnya. Kalau kamu menyukainya, apakah kamu mau Anya membuatkannya untukmu lagi?" kata Maria sambil tersenyum.     

"Baiklah. Biarkan Anya yang memasak ikan ini lagi. Ikan ini belum matang," kata Bima sambil mendorong piring di hadapannya.     

Anya hendak berdiri tetapi Aiden langsung menahan bahunya. "Kamu mau ke mana? Kamu harus membantuku makan."     

"Nico, duduk di sebelah Pamanmu dan bantu ia makan," kata Bima, menandakan bahwa ia ingin Anya keluar dan memasak ikan itu.     

Hanya Anya yang tidak memahami apa yang terjadi. Ia pikir Bima memang menyukai ikan buatannya.     

Tetapi sebenarnya, Bima sengaja melakukan ini agar Anya tidak ikut makan siang bersama dengan seluruh anggota keluarga lainnya.     

"Ayah, aku akan membuatkannya nanti," kata Maria.     

Anya berterima kasih atas pengertian Maria, tetapi ia memilih untuk mengikuti perintah Bima. Lagi pula, ia merasa sesak berada di dalam ruangan itu. Lebih baik ia menghirup udara segar di luar.     

Meski Aiden berusaha menghalanginya, Anya tetap berdiri dan menghampiri Bima. Ia mengambil piring Bima dan berkata, "Tidak apa-apa. Makanlah dulu. Aku akan kembali setelah memasak ikannya."     

Ketika ia melewati Tara, ia bertanya. "Tara, apakah kamu juga mau mematangkan ikanmu?"     

"Aku akan ikut denganmu," Tara langsung mengambil kesempatan itu untuk meninggalkan meja. Rasanya pantatnya seperti ditusuk dengan jarum. Ia tidak bisa duduk dengan nyaman di ruangan itu.     

Setelah kepergian kedua orang tersebut, semua orang di meja makan hanya bisa saling pandang satu sama lain.     

"Makanlah," seolah tidak ada yang terjadi, Bima mengangkat sendok garpunya dan mulai makan. "Makanan hari ini sangat lezat."     

"Makanlah, Ayah. Aku akan melihat Anya dan Tara," Maria bangkit berdiri dan ikut meninggalkan meja.     

Nico tidak berpindah dari tempatnya. Ia tidak mau duduk di samping Aiden, tidak mau Pamannya itu menindasnya.     

"Mengapa kamu begitu membencinya?" tanya Aiden.     

"Ia mengambil tempat yang bukan miliknya. Itu sebabnya ia pantas mendapatkan perlakuan ini. Anak buangan dari Keluarga Atmajaya ingin tidur di atas tempat tidurmu. Bagaimana mungkin aku membiarkan ia menjadi menantu dari Keluarga Atmajaya. Bermimpilah!" cibirnya.     

"Aku tidak perlu ijinmu untuk menikah. Jika kamu tidak menghormati istriku, aku juga tidak akan menghormatimu," Aiden bangkit berdiri dan menatap Bima dengan dingin. "Aku tidak akan datang ke pesta ulang tahunmu."     

"Apakah kamu berani melakukannya?" Raung Bima dengan keras.     

"Lihat saja!" Aiden berbalik dan berjalan menuju taman. Ia berjalan dengan sangat tenang, setiap langkahnya terlihat tegas. Ia sama sekali tidak terlihat seperti pria yang buta.     

"Nico, Pamanmu …"     

"Matanya hanya bisa melihat apa yang ingin ia lihat. Paman masih dalam masa pemulihan,belum pulih sepenuhnya." Kata Nico.     

Bima mencibir saat mendengarnya. "Ia tidak bisa melihatku karena ia tidak ingin melihatku."     

"Kakek, mengapa kamu tidak bisa berbaikan dengan Paman? Ia sangat peduli terhadap istrinya, mengapa kamu tidak menyetujui hubungan mereka saja?" Nico juga berpikir bahwa Kakeknya sudah keterlaluan.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.