Pernikahan Tersembunyi: My Imperfect CEO

Barbekyu



Barbekyu

0Anya benar-benar berterima kasih atas bantuan dari Maria. Ia langsung memegang tangan Aiden dan berkata dengan sedikit manja. "Aiden. Aku benar-benar lapar. Aku juga ingin makan barbekyu."     

"Tidak! Aku mau pulang." Aiden tahu apa yang direncanakan oleh Anya.     

"Nico dan Tara sedang berusaha keras memanggang daging. Jika kita tidak makan, mereka akan sedih," Anya mengatakannya sambil mengamati ekspresi Aiden dengan berhati-hati.     

"Kalau kita pergi, jatah mereka akan semakin banyak." Aiden terus berjalan menuju pintu.     

Anya berkata dengan sedih. "Aiden, kamu tahu bukan itu yang aku inginkan."     

"Aku tidak mau kamu diperlakukan seperti itu." Tentu saja Aiden tahu apa yang sebenarnya Anya pikirkan.     

"Aku hanya ingin memiliki hubungan yang baik dengan keluargamu. Makanlah dulu denganku sebelum pulang, ya?" kata Anya.     

"Aiden, Anya tidak hanya menikah denganmu, tetapi juga dengan seluruh Keluarga Atmajaya. Sekarang ia adalah menantu dari Keluarga Atmajaya. Hari ini ia datang untuk mengunjungi ayah, menunjukkan wajahnya sebentar saja dan pergi. Jika berita itu menyebar, apa yang orang lain katakan mengenai Anya nanti? Mereka semua pasti menganggap Anya bukanlah wanita yng sopan. Jika kamu benar-benar mencintainya, jangan biarkan ia diserang oleh rumor-rumor buruk lagi," Maria terus berusaha untuk membujuknya.     

"Aiden, aku tidak apa-apa. Ayo ke taman dan membantu Nico memanggang daging." Anya sedikit menarik tangan Aiden sambil berjalan menuju ke taman.     

"Jarang-jarang kita bisa berkumpul seperti ini. Ayolah!" Maria mendorong punggung Aiden.     

Dengan paksaan dari dua wanita ini, Aiden berjalan menuju ke taman dengan enggan. Maria tertawa saat melihatnya dan menghampiri Anya. "Anya, memang di luar sana Aiden terlihat seperti presiden direktur yang angkuh dan kejam. Tetapi sebenarnya, ia hanyalah seorang anak laki-laki yang canggung."     

"Kak, usiaku sudah lebih dari tiga puluh tahun. Aku bukan anak-anak lagi." Aiden mengerutkan keningnya.     

"Meski usiamu delapan puluh tahun sekalipun, kamu tetap anak-anak di mataku," kata Maria pada Aiden. Setelah itu, ia menggandeng tangan Anya dan berkata, "Anya, kamu tidak tahu bahwa orang-orang di luar sana berkata bahwa Aiden memiliki sifat yang buruk sejak ia mengalami kecelakaan. Padahal, sejak kecil memang ia seperti ini. Ia sangat canggung dan angkuh."     

Anya menutup mulutnya dan diam-diam tertawa. Aiden hanya menghela napas panjang. Seharusnya ia tidak mengajak Anya ke rumah keluarganya.     

"Kak, bukankah kamu harus menyiapkan minuman dan salad?" Aiden segera mengusir Maria.     

Kalau ia membiarkan Maria begitu saja, semua cerita memalukannya sejak kecil akan terbongkar.     

"Ya, ya, ya. Aku akan menyiapkannya. Tapi kamu jangan pergi!" Maria takut ketika ia berbalik, dua orang ini akan langsung melarikan diri.     

"Biar aku bantu, Kak." Kata Anya.     

"Ke mana kamu akan pergi? Kamu perlu menjagaku." Aiden meraih tangan Anya saat istrinya itu akan meninggalkannya. Ia tidak mau Anya bersama dengan Maria.     

"Tidak perlu. Kamu temani saja Aiden." Kata Maria sambil tersenyum.     

"Kalau Kakak butuh bantuan, panggil saja aku," kata Anya.     

"Aiden, kamu mendapatkan istri yang baik. Bukankah seharusnya kamu memperlakukannya dengan baik?" kata Maria sebelum pergi sambil tersenyum.     

Anya menundukkan kepalanya. Ia merasa malu mendengar pujian dari Maria. Kepalanya bersandar di bahu Aiden. Hatinya benar-benar bahagia.     

"Senang mendapatkan pujian?" Aiden tersenyum menggoda istrinya yang pemalu.     

"Hmm ... Senang sekali." Anya mengangkat kepalanya, senyum merekah seperti bunga di wajahnya. "Aiden, apa makanan yang ayahmu sukai?"     

"Kamu ingin berusaha mengambil hatinya?" tanya Aiden sambil mengangkat alisnya.     

"Meskipun ia tidak mau menerimaku, setidaknya aku ingin memberikan yang terbaik untuknya. Mereka semua adalah keluargamu. Aku ingin memiliki hubungan yang baik dengan mereka semua karena aku akan menghabiskan seumur hidupku bersama denganmu," kata Anya dengan ekspresi serius.     

"Mencintaiku berarti mencintai mereka semua?" tanya Aiden.     

"Sebelum aku menikah denganmu, mereka adalah orang asing untukku. Tetapi setelah menikah denganmu, aku tidak akan bisa mengabaikan keberadaan mereka. Kamu membantuku untuk merawat ibuku dan membayar seluruh biaya rumah sakitnya. Aku juga harus bersikap sama, memperlakukan keluargamu seperti keluargaku sendiri," kata Anya.     

Aiden menatap istrinya. Anya masih sangat muda, tetapi ia bisa menghadapi dunia dengan kebaikannya. Ia senang mendengar kata-kata itu dari mulutnya, mendengar bahwa Anya ingin hidup bersama dengannya selamanya. Kakak iparnya benar, ia mendapatkan seorang istri yang sangat baik.     

Aiden membuka mulutnya. "Ayahku suka ikan bakar. Jika kamu ingin membuatnya senang, kamu bisa memanggang ikan untuknya. Ingat untuk memberikan jeruk nipis atau lemon untuk menghilangkan bau amisnya. Indera perasa ayahku sangat tajam."     

"Baiklah!" Anya tersenyum dan langsung berlari menuju ke arah Nico.     

"Kembalilah," Aiden menghentikannya.     

Anya berbalik dan menatap ke arah Aiden dengan bingung.     

"Kamu tidak boleh meninggalkan aku. Kamu harus selalu bersamaku dan menjadi istri yang baik." Aiden mengulurkan tangannya.     

"Oh! Aku lupa kamu tidak bisa melihat," orang rumah ini tidak ada yang tahu bahwa Aiden bisa melihat. Apakah menyenangkan berpura-pura buta seperti ini?     

Namun, Aiden bisa saja kembali buta kapan saja. Matanya masih belum stabil.     

Anya langsung mengulurkan tangannya dan menggandeng tangan Aiden. Setelah itu, ia berjalan menuju ke Nico yang sedang berada di depan alat panggang.     

Bima sedang duduk di pinggur jendela, melihat ke arah taman. Ia melihat anak-anak muda yang berada di taman dari kejauhan.     

Nici yang sedari tadi memanggang daging merasa kepanasan dan berkeringat sehingga ia mengangkat kaosnya, menunjukkan perutnya yang kotak-kotak.     

Namun, perutnya yang berotot itu sama sekali tidak menarik perhatian Tara. Tara sibuk memandang ke arah daging di atas pemanggangan sambil mengipasi dirinya.     

Anya memandang sekitar dan mencari tempat yang teduh untuk Aiden. Setelah menemukan sebuah pohon yang cukup rindang, ia membawakan meja dan kursi lipat agar Aiden bisa beristirahat.     

"Kamu mau makan apa? Aku akan membuatnya untukmu," kata Anya dengan penuh semangat.     

"Kamu," jawab Aiden sambil memandang ke arahnya.     

"Bagaimana kalau ikan? Aku dengar ikan bagus untuk mata?" Anya langsung mengabaikan jawaban Aiden dan memutuskan sendiri.     

"Asalkan kamu yang membuatnya, aku menyukainya," kata Aiden sambil tersenyum pada Anya.     

Wajah Anya langsung memerah melihat senyuman itu. "Aku akan membuatkannya untukmu."     

Ia segera menghampiri Nico. Keponakannya itu sedang meletakkan beberapa tusuk sate di atas panggangan.     

"Bibi! Apa yang kamu mau? Aku akan membuatkannya untukmu," sela Nico sebelum Anya mengatakan apa pun. Ia takut Anya akan mengambil daging yang sudah ia siapkan untuk Tara.     

Anya tertawa saat mendengarnya. Tidak biasanya Nico terlihat gugup seperti ini.     

"Istirahat dan makanlah. Aku akan memanggang dua ikan untuk Pamanmu." Anya mengambil dua ikan dan meletakkannya di atas panggangan.     

Nico menatap ke arah Anya, kemudian ke arah Aiden dan kembali ke arah Anya. "Apakah Paman tidak bilang kalau ia tidak bisa makan ikan?"     

"Ah?" Anya tertegun sejenak. Ia ingat terakhir kali saat ayahnya datang bersama dengan Natali ke rumah. Saat itu, mereka sedang makan dan salah satu menu makanannya adalah ikan tim. Tetapi Aiden sama sekali tidak mengambilnya.     

"Paman pernah tidak sengaja menelan tulang ikan dan tersangkut di tenggorokannya pada saat ia masih kecil. Ia harus menjalani operasi untuk mengeluarkan tulang ikan itu. Sejak saat itu, ia tidak mau makan ikan kalau tidak dipersiapkan dengan baik atau kalau baunya amis. Aku sarankan bibi jangan memanggang ikan." Kata Nico.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.