Pernikahan Tersembunyi: My Imperfect CEO

Kontrak



Kontrak

0Mata Aiden tersembunyi di balik kacamata hitamnya. Ia mengamati ekspresi Maria sebelum berkata pelan, "Anya, ini adalah kakak iparku, Maria."     

"Kak Maria," sapa Anya. "Ini adalah hadiah yang aku siapkan untukmu. Aku harap kamu menyukainya."     

"Tidak perlu terlalu sopan. Kita semua adalah keluarga. Apakah semua ini untukku?" Selain buket dan parfum yang dibawa oleh Anya, Maria melihat Abdi juga membawa beberapa arang.     

"Anya membuatkan parfum unutkmu dan ia memetik bunga mawar ini di taman bunganya sendiri," kata Aiden.     

"Terima kasih atas hadiahnya. Ayo, masuk. Ayah sudah menunggu kalian," Maria segera menyambut kedatangan mereka.     

"Anya, aku akan membantu Nico di taman. Cepat masuklah," Tara memberi gestur penyemangat pada Anya dan dibalas oleh anggukan kepala olehnya.     

Aiden menggenggam tangannya dengan lembut dan menggandengnya ke dalam ruang keluarga seolah tidak ada yang terjadi.     

Dari dalam, sebuah suara terdengar. "Siapa yang menunggu mereka? Aku tidak menunggu kedatangan mereka," kata Bima dengan dingin.     

Maria memberikan buket bunga dari Anya ke pada pelayan dan meminta pelayan tersebut untuk mencarikan vas. Kemudian, ia menghampiri Anya dan menggandeng lengannya dengan hangat. "Jangan takut, Anya. Ayah memang keras, tetapi ia sebenarnya sangat mencintai Aiden," kata Maria.     

Anya merasa tersentuh dengan kehangatan dari Maria. Meski ia sosok yang berkuasa di rumah ini, Maria sangat ramah. Pembawaannya elegan dan menawan, tetapi ia tetap terlihat ceria dan mudah untuk didekati.     

Kepribadian Nico yang ceria pasti ia dapatkan dari ibunya.     

"Ayah, Aiden datang bersama dengan Anya sambil membawakan hadiah untukmu. Bukankah ia gadis yang sangat pengertian," kata Maria.     

Abdi memberikan tas yang ia pegang pada salah satu pelayan. "Ini adalah kue buatan Nyonya."     

"Siapa yang butuh hadiah darinya? Hadiah murahan seperti itu, siapa yang menginginkannya," Bima bahkan sama sekali tidak memandang hadiah pemberian Anya.     

Aiden yang dari tadi diam saja, tiba-tiba berkata dengan dingin. "Lebih baik tutup mulutmu, daripada mengatakan hal-hal yang tidak menyenangkan di telinga."     

Mata Anya terbelalak saat mendengarnya. Ia langsung menarik lengan baju Aiden, menandakan agar ia diam.     

Ia tidak mau hubungan Aiden dan ayahnya bertambah buruk karenanya.     

"Apakah itu caramu melindungi wanita itu?" Bima melotot ke arah Anya. "Usiamu sudah lebih dari tiga puluh tahun tetapi kamu malah memilih wanita yang masih belum lulus kuliah sebagai istrimu. Kamu memilih istri yang sangat muda. Kamu itu buta dan tidak tahu apakah ia diam-diam pergi untuk mencari pria lain."     

Anya terkejut saat mendengar usia Aiden lebih dari tiga puluh tahun. Selama ini, ia tidak pernah menanyakan dan mencari tahu mengenai usia Aiden.     

Ia pikir Aiden masih berusia dua puluh delapan tahun dari penampilannya. Apakah Aiden setua itu?     

Tunggu, tunggu ... Apa yang ia pikirkan?     

Ini bukan saatnya memikirkan usia Aiden. Ayah mertuanya sama sekali tidak menyukainya, mengapa ia malah sibuk memikirkan usia suaminya?     

Aiden merangkul tubuh Anya dan mendekatkan tubuh istrinya itu padanya. "Aku berhak memilih istriku sendiri, seseorang yang akan menghabiskan seumur hidupnya bersamaku. Ia tidak akan pernah mengkhianatiku."     

"Seumur hidup? Aku tidak percaya pada wanita yang bisa menggoda tunangan saudaranya sendiri," Bima menatap Anya dengan jijik.     

"Aku sudah bersama dengannya jauh sebelum itu. Tidak masalah kamu percaya atau tidak, yang pasti aku menyukainya. Aku percaya padanya," Aiden berusaha keras untuk melindungi Anya.     

Bima hanya bisa menggelengkan kepalanya. Tidak ada gunanya berbicara pada putranya. Melihat sikap Aiden seperti ini, ia tahu bahwa putranya itu bersikeras untuk hidup bersama dengan Anya. Bima sudah menebak bahwa Aiden akan membela Anya mati-matian sehingga ia sudah mempersiapkan diri.     

Ia mengambil sebuah dokumen yang sudah ia siapkan dan melemparkannya ke meja kopi di hadapannya. "Anya. Kalau kamu masih mau bersama dengan Aiden, tanda tangani dokumen ini."     

"Apa yang kamu lakukan, Ayah?" tanya Maria dengan terkejut.     

Bima menatap Aiden, tetapi ia masih berbicara pada Anya. "Aku tahu putraku bingung karena dirimu, tetapi aku tidak buta. Kontrak itu adalah perjanjian agar kamu bisa menjaga sikapmu. Begitu kamu bertindak keterlaluan atau melakukan sesuatu yang merusak nama baik Keluarga Atmajaya dan juga Aiden, kamu harus segera meninggalkan Keluarga Atmajaya tanpa membawa sepeser pun."     

"Aku tidak membawanya ke tempat ini untuk dipermalukan seperti ini," mata Aiden terlihat tajam dan suaranya sinis. "Anya, ayo kita pulang."     

Anya menarik tangannya dari Aiden dan menolak untuk pergi bersamanya. "Aiden, kita baru saja datang. Tidak sopan jika kita langsung pulang."     

"Lalu? Kamu mau tetap tinggal di sini dan membiarkan orang ini mempermalukanmu?" Aiden menatapnya dengan sakit hati. Entah mengapa, hatinya terasa lebih sakit saat ayahnya menghina Anya.     

"Aiden, ayahmu melakukan ini karena ia peduli padamu. Ia peduli padamu dan ingin melindungimu," kata Anya.     

Aiden sudah tahu apa yang ingin Anya lakukan dan berkata dengan tajam. "Apakah ia harus melindungi putranya dengan cara menyakiti putri orang lain? Aku tidak akan pernah membiarkan siapa pun menyakitimu, meski orang itu adalah ayahku sekali pun. Aku tidak akan membiarkanmu menandatangani kontrak itu!"     

Anya tertawa, tetapi air mata menggenang di pelupuk matanya. Air mata itu bukan air mata sedih karena ia dipermalukan saat pertama kali datang menemui mertuanya, tetapi air mata haru karena Aiden begitu menghargainya. "Aiden, aku sudah cukup puas mendengar kata-katamu. Aku percaya kamu peduli padaku. Aku akan menandatangani kontrak itu dan bersamamu seumur hidupku. Biarkan aku menandatanganinya."     

"Anya, apakah kamu tidak mengerti? Aku tidak mau kamu menandatanganinya." Aiden mengerutkan keningnya.     

"Jika kamu tidak mau menandatanganinya, bagaimana mungkin aku bisa percaya padamu? Mungkin saja suatu hari nanti kamu akan pergi meninggalkan Aiden sambil membawa hartanya," sindir Bima.     

"Aiden, aku menandatanganinya karena aku ingin menghabiskan seumur hidupku bersama denganmu. Jangan hentikan aku," Anya tersenyum, tetapi tetap saja hatinya terasa sedikit sakit.     

Karena statusnya yang rendah dan rumor di luar sana, Keluarga Atmajaya tidak mempercayainya. Ia hanyalah wanita rendahan di mata mereka.     

Tetapi ia benar-benar ingin hidup bersama dengan Aiden selamanya. Apa gunanya uang? Ia tidak membutuhkan uang untuk dirinya sendiri. Ia tidak butuh uang untuk foya-foya. Ia juga berencana untuk mengembalikan uang pengobatan ibunya begitu ia berhasil mengumpulkannya.     

Ia hanya ingin cinta. Ia ingin cinta Aiden untuknya.     

"Dasar bodoh. Menandatangani kontrak seperti ini, apakah kamu tidak merasa sakit hati?" Aiden memeluk Anya dengan erat.     

"Kalau kamu memperlakukanku dengan lebih baik, aku tidak akan merasa sedih," jawab Anya sambil tersenyum.     

"Tidak perlu menandatanganinya. Jika kamu ingin meninggalkanku suatu hari nanti, itu pasti karena sikapku yang buruk. Aku akan memberimu cukup uang agar bisa hidup dengan tenang seumur hidupmu," Aiden mengambil kontrak dari atas meja itu dan merobeknya. "Anya adalah istriku. Jangan mempermalukannya dengan selembar kertas yang tidak ada artinya ini. Menghinanya berarti sama saja dengan menghinaku. Aku tidak akan membiarkan siapa pun menyakitinya, meski kamu adalah ayahku."     

"Dulu, ketika kamu tidak ingin memberikan uang tebusan saat aku diculik, hari itu kamu sudah mati di hatiku. Aku tidak memiliki ayah sepertimu. Dan kali ini kamu kembali mengecewakanku." Aiden meraih tangan Anya dan berbalik menuju pintu, berjalan meninggalkan ruangan itu.     

Ketika Maria menikah dengan Ardan dan menjadi bagian dari Keluarga Atmajaya, Aiden masih kanak-kanak. Sehingga bisa dibilang Maria adalah sosok ibu bagi Aiden. Ia melihat perkembangan Aiden sejak dini dan sangat memahami sifatnya.     

Melihat Aiden marah kali ini dan ingin membawa Anya pulang, Maria langsung menyusulnya.     

"Aiden, bawa Anya ke studioku. Aku baru saja membuat lukisan baru. Jika ada yang kalian sukai, aku akan memberikannya sebagai hadiah pernikahan kalian," Maria langsung mengulurkan tangannya dan memegang tangan Anya.     

"Aiden ..." Anya juga berusaha untuk memohon agar Aiden tidak marah.     

"Pulang!" kata Aiden dengan dingin.     

Maria menoleh ke belakang dan melihat Bima tidak mengikuti mereka. Ia memelankan suaranya dan berkata, "Aiden, meski kamu tidak apa-apa, pikirkan Anya. Bagaimana mungkin ia pergi tanpa makan terlebih dahulu?"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.