Pernikahan Tersembunyi: My Imperfect CEO

Mimpi Buruk Kedua



Mimpi Buruk Kedua

0"Aiden! Kalau kamu sampai memaksaku untuk tidur bersamamu, aku akan putus denganmu selama tiga jam! Jangan bicara padaku!" kata Anya dengan marah.     

"Putus? Hanya tiga jam saja? Aku rasa kamu tidak bisa berpisah dariku terlalu lama," kata Aiden dengan serius.     

"Kamu … Dasar kotor! Jangan di tempat ini dan mengganggu pikiranku! Cepatkah tidur," Anya bangkit berdiri dan mendorong tubuh Aiden untuk keluar dari ruangan tersebut.     

"Aku tidak bisa tidur tanpamu." Aiden berbalik dan menahan tubuh Anya di pintu.     

Tangannya yang panas seperti kobaran api mengelus punggungnya. Perlahan-lahan turun dan menyentuh pinggangnya. Anya meronta-ronta, menggoyangkan pinggangnya, namun malah membuat Aiden menggeram rendah.     

Senyum muncul di wajah Aiden seolah ia benar-benar ingin melahap istrinya sekarang juga.     

Jantung Anya bergedup kencang. Mulutnya memang berkata tidak tetapi tubuhnya mengatakan sebaliknya. Tubuh dan hatinya jauh lebih jujur dari bibirnya.     

Wajahnya memerah seperti buah apel yang sudah matang, tampak sangat menawan di mata Aiden. Awalnya ia hanya menggoda Anya. Tetapi ia menyesal melakukannya sekarang. Ia menggali lubangnya sendiri.     

"Aiden, jangan nakal!" kata Anya.     

"Apa salahku? Apa salahnya mencium istriku sendiri? Ini sangat normal. Aku hanya melakukannya denganmu," Aiden berbisik di telinga Anya sambil berkata dengan menggoda.     

Napas Aiden yang panas menggelitik telinga dan lehernya, membuat Anya bergidik.     

"Kembalilah ke kamarmu. Jangan membuat ruangan ini menjadi semakin panas. Aku menyerah, aku tidak bisa melawanmu. Biarkan aku pergi," kata Anya sambil sedikit memohon.     

Aiden mengangkat alisnya. "Bukankah kamu tidak punya inspirasi? Lebih baik kamu beristirahat saja."     

"Tidak bisa. Tidurlah terlebih dahulu." Anya tidak berani kembali bersama dengan Aiden. Bukankah ia sama saja dengan masuk ke kandang singa?     

Aiden memeluk Anya dengan tidak puas dan mengecup bibirnya, membuat Anya berteriak dengan kaget.     

Teriakannya itu ditelan oleh ciuman Aiden. Hanya gumaman tidak jelas yang terdengar.     

Suara yang terdengar di telinga Aiden terdengar seperti desahan pelan yang membuat ia tidak bisa menahan dirinya.     

Kaki Anya terasa lemas dan tidak bisa menopang tubuhnya lagi. Ia menyandarkan tubuhnya ke pintu dan merosot ke lantai.     

Aiden memeluk pinggang Anya, menahan tubuhnya agar tidak jatuh ke bawah dan melepaskan bibirnya. "Kali ini aku benar-benar akan tidur."     

"Pergilah, pergilah!" Anya mengibas-ngibaskan tangannya.     

Hari ini Aiden benar-benar berbeda. Ia menjadi sangat lembut, sangat perhatian padanya dan sedikit seperti anak kecil.     

Ia tidak pernah melihat sisi Aiden yang seperti ini. Ia berharap saat bangun besok pagi, Aiden tetap menjadi Aiden yang hangat, bukan presiden direktur Atmajaya Group yang dingin dan kejam.     

Anya kembali ke meja peralatannya. Ia mengangkat cangkir teh osmanthus yang ditinggalkan oleh Aiden dan menyesapnya. Tiba-tiba saja, sebuah inspirasi muncul di benaknya.     

Kakak ipar Aiden menyukai bunga anggrek. Ia akan mencampurkannya dengan campuran citrus dan jahe yang menyegarkan, serta madu dan buah persik yang terasa manus.     

Campuran bunga utamanya menggunakan bunga anggrek, sedikit aroma osmanthus dan bunga mawar sebagai pelengkapnya untuk menambahkan kesan elegan dalam aromanya.     

Setelah itu, ia memberikan aroma esensi kayu dan vanilla untuk menguatkan kesan alamnya. Sebagai seorang pelukis yang mencintai alam, Anya yakin kakak ipar Aiden menyukai aroma kayu dan pepohonan.     

Pada pukul satu pagi, Anya akhirnya berhasil membuat parfum khusus untuk kakak ipar Aiden.     

Ia mengingat bagaimana Nico selalu membantunya dan memperlakukannya dengan baik. Oleh karena itu, sebagai balasannya, ia akan memberikan hadiah untuk ibunya dengan rempah-rempah terbaik.     

Setelah parfumnya selesai, ia mencoba menyemprotkannya di pergelangan tangannya untuk menguji aroma yang dihasilkan. Aromanya terasa menyegarkan dan elegan, mengingatkan seseorang pada padang rerumputan yang diterpa angin, membuat bunga-bunga bergoyang dan aromanya menyebar. Ia yakin kakak ipar Aiden akan menyukai hadiahnya!     

Anya membersihkan peralatan yang ia gunakan dan bersiap untuk kembali ke kamarnya. Pada saat ia hendak keluar dari ruangan tersebut, ponselnya saja tiba-tiba berbunyi.     

Ia mendapatkan sebuah pesan dari nomor yang tidak dikenalnya. Siapa yang mengirimkan pesan padanya malam-malam seperti ini?     

Ia membuka pesan itu dan mengetahui bahwa Natali lah yang mengirimnya.     

Pesan itu berisikan sebuah foto. Foto Raka yang sedang berada di tempat dirus ambil berpelukan dengan seorang wanita. Wajah Raka terlihat jelas di foto tersebut tetapi wajah sang wanita tertutupi sehingga ia tidak tahu identitas wanita tersebut.     

Setelah mengobrol dengan Anya malam ini, suasana hati Raka pasti hancur. Apakah Raka mabuk? Apa yang terjadi?     

Dan yang lebih aneh lagi, mengapa Natali mengirimkan foto seperti ini kepadanya?     

Anya tidak mau memikirkannya. Tetapi setelah menimbang-nimbang sejenak, akhirnya ia bertanya. "Mengapa kamu mengirimkan foto ini padaku? Apa yang kamu inginkan?"     

Natali langsung menjawabnya. "Kakak, Raka sedang dalam suasana hati yang buruk malam ini. setelah mabuk, kamu tidur bersama."     

Anya mencibir melihat balasan Natali. Lalu apa urusannya dengan Anya kalau mereka berdua bersama-sama?     

"Apakah kamu ingin aku memberi kalian selamat? Atau kamu hanya ingin pamer?"     

Kemudian, Natali menjawab, "Kakak, kamu telah merebut Aiden dariku. Jadi, berikan Raka kepadaku. Aku harap, kamu tidak akan mengganggunya lagi."     

Anya merasa kata-kata Natali sangat konyol. Mengapa semua orang menganggap bahwa Anya yang mengganggu Raka? Apakah mereka semua buta sehingga tidak bisa melihat bahwa Raka lah yang selalu mencari dan menemuinya?     

Ia tidak menjawab pesan dari Natali dan langsung menghapus seluruh pesan yang ia terima.     

Dengan siapa Raka berhubungan bukanlah urusan Anya. Ia benar-benar tidak peduli.     

Hubungannya dan Raka sudah lama berakhir dan mereka tidak akan pernah kembali bersama.     

Kali ini, itu adalah kesalahan Raka sendiri sehingga ia dijebak oleh Natali dan berakhir di tempat tidur bersama wanita licik seperti itu. Itu adalah kesalahan Raka dan bukan urusannya.     

Anya menepuk-nepuk pipinya dan mengingatkan dirinya kembali. "Raka adalah pria dewasa. Apa pun yang ia lakukan, ia harus bertanggung jawab pada kelakuannya sendiri. Jangan pedulikan dia! Urusi urusanmu sendiri. Aiden tidak menyukai hubunganmu dengan Raka."     

Setelah memantapkan tekadnya, Anya menyimpan kembali ponselnya di sakunya dan kembali ke kamar utama. Ia melihat Aiden sudah tertidur di tempat tidurnya yang besar.     

Setelah mandi, Anya segera mengganti pakaiannya dengan piyama yang agak longgar. Ia membuka selimut di atas tempat tidurnya dan mengambil insiatif untuk mendekatkan dirinya pada Aiden.     

Ia langsung memeluk Aiden dan menguburkan dirinya dalam lengan suaminya.     

Saat sedang tertidur, tiba-tiba saja Aiden merasakan tubuh mungil yang wangi memeluk tubuhnya. Bibirnya langsung tersenyum saat merasakan kehangatan istrinya. Ia mengecup lembut kening Anya dan membalas pelukan Anya.     

Kecupan di kening itu membuat Anya mendongak dan menatap dagu Aiden. Ia tertawa kecil saat merasakan Aiden secara insting langsung balas memeluknya.     

Ia merasa hangat dan aman saat mendengar detak jantung Aiden yang stabil.     

Di pelukan Aiden, semua kegelisahannya seolah berlalu bersama dengan angin.     

Ia memejamkan matanya dan tertidur lelap di pelukan suaminya.     

…     

Anya tidak bisa tidur dengan nyenyak malam itu. Mimpi buruk terus menghantuinya. Api melalap langit dan Aiden terjebak di dalamnya. Aidan tidak keluar juga meski api melahap segalanya.     

"Aiden, cepat keluar! Cepat keluar dari sana! Aku tidak mau kamu mati!"     

Aiden merasakan Anya bergerak-gerak gelisah di sampingnya. Ia terbangun dan melihat tubuh Anya berkeringat. Wajahnya berkerut, terlihat sangat tidak nyaman dalam tidurnya.     

Ia menepuk pipinya dengan pelan, "Anya, bangunlah."     

Tetapi tidak peduli seberapa keras teriakan Aiden, Anya tidak bisa mendengarnya. Ia tenggelam dalam mimpi buruknya dan tidak bisa bangun.     

Aiden mengecup keningnya, ujung hidungnya dan bibirnya.     

Anya mengerang karena tidak bisa bernapas dan akhirnya ia membuka matanya.     

Aiden tersenyum dan melepaskannya saat melihat Anya terbangun, "Apakah kamu sudah bangun?"     

"Aiden …" tiba-tiba saja Anya memeluknya dan terisak. "Kamu baik-baik saja … Kamu baik-baik saja …"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.