Pernikahan Tersembunyi: My Imperfect CEO

Frustasi



Frustasi

0Aiden tersenyum sambil mengelus kepala Anya. "Kalau kamu tidak suka, aku tidak akan mengundangnya. Ayo kita lihat ruang parfummu."     

"Baiklah!" Anya memasuki ruang parfumnya dengan senang dan menemukan bahwa Aiden telah mengisi ruangan itu dengan ratusan jenis rempah-rempah. Ia juga memberi label pada setiap bahan.     

"Apakah sama seperti tempat kerjamu di taman?" tanya Aiden.     

"Sama persis! Tempat rempah-rempahnya, arah mejanya, sama sekali tidak berubah. Hanya saja tempat ini jauh lebih besar," Anya terlihat sangat senang.     

"Semua orang memiliki kebiasaan mereka sendiri-sendiri. Karena mataku yang buta, aku tidak menyukai lingkungan yang tidak kukenal. Itu sebabnya aku membuat tempat ini sama persis dengan tempat kerjamu. Jarak-jarak tiap kabinetnya pun sama." Kata Aiden dengan santai.     

Mata Anya terasa panas. Air matanya hampir saja mengalir karena begitu tersentuh.     

"Aiden. Aku tidak tahu harus berkata apa. Aku benar-benar menyukai tempat ini. Tetapi bukankah tempat ini tidak sesuai dengan rumahmu?" tanya Anya sambil tersenyum malu.     

Rumah Aiden bergaya modern dan terlihat sangat mewah. Sementara itu, ruang kerja Anya terlihat seperti cabin di tengah hutan. Semuanya terbuat dari kayu dan bergaya kuno.     

"Tidak. Aku menyukai tempat ini. Apakah kamu tidak menyukainya?" tanya Aiden sambil tersenyum ke arah Anya.     

Anya menatapnya dan berkata dengan suara gemetaran. "Aiden, kamu adalah suami terbaik di dunia. Aku benar-benar menyukai ruang parfum ini. Aku sangat menyukainya!"     

"Aku akan melakukan apa pun yang bisa membuatmu senang," kemudian Aiden memberikan sebuah tas pada Anya. "Uang bungamu."     

"Uang?" tanya Anya dengan terkejut.     

"Ya. Kamu datang ke kantor untuk mengambil uang ini, kan?" Aiden tahu bahwa selama ini hidup Anya selalu susah. Ia bekerja keras untuk mendapatkan banyak uang sehingga saat melihat uang, Anya akan sangat gembira. Ia menyuruh semua pelayannya untuk membantu Anya memetik dan menjual bunga, karena ia berharap uang itu akan membuat istrinya senang.     

Anya tidak akan senang saat mendapatkan uang dari Aiden. Ia harus mendapatkan uang dari jerih payahnya sendiri. Tetapi bukan berarti Aiden tidak boleh membantunya secara diam-diam, kan?     

"Apakah kamu senang?" tanya Aiden sambil memandang istrinya.     

"Bagi orang kaya sepertimu, uang hanyalah angka. Tetapi bagi orang biasa sepertiku, uang adalah sumber kebahagiaan," kata Anya sambil tersenyum,     

"Kamu adalah sumber kebahagiaanku." Aiden menghampiri Anya dan memeluk tubuhnya dari belakang.     

Anya memengang tangan Aiden dan menoleh ke belakang sambil tersenyum. "Apakah aku sepenting itu?"     

Aiden memutar tubuh Anya, membuat wanita itu menghadap ke arahnya. Ia mengucapkan kata demi kata dengan serius. "Hanya kamu yang bisa membuatku senang."     

Wajah Aiden terlihat serius, tetapi tangannya yang memegang pinggang Anya perlahan mulai berpindah dan menyentuh pantat Anya.     

"Di mana kamu meletakkan tanganmu?" tanya Anya sambil mengangkat alisnya. Ia bisa merasakan tangan-tangan nakal mulai menggerayangi tubuhnya.     

"Aku pikir …"     

"Jangan pikirkan apa pun. Aku harus membuat parfum hari ini. Kamu harus menahan diri!" Anya menyelanya dengan terburu-buru.     

"Setelah bertemu denganmu, aku kesulitan untuk menahan diri. Jika kamu takut tidak bisa bangun untuk pergi ke rumah keluargaku besok, kita bisa membatalkannya." Tangan Aiden menggambar lingkaran dengan lembut di sekitar pinggang Anya, membuat tubuh Anya menegang.     

Lampu kristal di atas kepala mereka memantulkan cahaya kekuningan yang jatuh tepat di atas Anya. Cahaya itu terlihat hangat membuat Aiden ingin mendekatkan diri pada istrinya.     

"Aiden!" Anya mengusir tangan-tangan nakal dari tubuhnya. Ia benar-benar tidak bisa melakukan ini sekarang!     

Sementara itu, Aiden merasa senang mendengar namanya keluar dari bibir Anya. Panggilan itu terdengar seperti musik terindah di dunia.     

"Kamu berjanji untuk memberiku hadiah dan kejutan ketika aku membuatkan ruang parfum untukmu,�� Aiden maju selangkah demi selangkah, membuat Anya tidak bisa mundur lagi. Di belakangnya terdapat sebuah meja yang membuatnya tidak bisa melarikan diri dari Aiden.     

Anya menggigit bibir bawahnya, tidak tahu harus menjawab apa.     

"Bukankah kamu sudah mendapatkan kejutannya hari ini?" katanya dengan malu-malu.     

"Itu tadi siang. Tetapi kamu baru bilang kamu sangat puas dengan ruang parfumnya. Bagaimana dengan kejutanku?" Aiden mengangkat dagu Anya dengan lembut dan mengecup bibirnya.     

"Aiden …" Anya memanggil nama Aiden dengan suara lirih. Entah mengapa, Aiden mendengar namanya diucapkan dengan perlahan.     

"Jangan panggil namaku seperti itu. Aku bisa saja menyerangmu sekarang," Aiden menelan ludahnya sambil berusaha menahan diri.     

"Kejutan seharusnya diberikan di saat yang tak terduga. Jika kamu mengetahuinya, namanya bukan kejutan," Anya mencari alasan.     

Alis Aiden terangkat mendengarnya. Walaupun ekspresi di wajahnya tidak berubah, matanya terlihat gembira. "Baiklah, kalau begitu beri aku kejutan besok pagi."     

"Kalau kamu tahu kapan waktunya, itu sama saja bukan kejutan! Aiden kamu harus menunggu dengan sabar!" kata Anya.     

Aiden tertawa. Sepertinya Anya semakin pintar menghindar.     

Akhirnya, Aiden memutuskan untuk menahan dirinya. "Baiklah, baiklah," katanya sambil mengangkat tangan tanda menyerah.     

Anya langsung tersenyum lebar. "Sudah malam. Matamu baru saja pulih, kamu tidak boleh terlalu lelah. Cepat tidur. Aku akan lembur untuk membuat parfum malam ini."     

"Apakah kamu tidak bisa membuatnya besok?" Aiden tidak ingin berpisah dari Anya.     

Anya memeluk pinggang Aiden dan menggosok-gosokkan kepalanya di lengan Aiden. "Bekerja di malam hari membuatku mendapatkan lebih banyak inspirasi."     

"Kamu seharusnya menggunakan inspirasi itu untuk hal lain," kata Aiden sambil mencium bibir Anya. Wajah istrinya terlihat sangat tenang dan menikmati ciumannya.     

Anya tahu bahwa Aiden tidak akan pergi sebelum Anya menyogoknya dengan ciuman.     

Ia harus membuat parfum malam ini. Ia pernah membahas parfum anggrek dengan ibunya, tetapi parfum itu belum pernah tercipta. Hari ini, ia harus melakukan percobaan agar ia bisa memberikan parfum itu pada kakak ipar Aiden.     

Ia tidak boleh jatuh ke dalam jebakan Aiden. Begitu ia terjatuh satu kali saja, mereka pasti akan bercinta semalaman dan Anya akan kesulitan bangun esok paginya. Ia pasti sudah kehabisan tenaga!     

Anya membuka matanya, terkejut saat melihat Aiden sedang memandangnya.     

Aiden tersenyum sambil mengangkat tubuh Anya ke atas meja. Tubuh Anya sangat ringan sehingga bebannya itu sama sekali tidak membuat mejanya goyah.     

Tangan Aiden mengelus pinggang Anya, naik dan turun. Kemudian semakin turun dan semakin turun hingga ke pahanya.     

Anya bergumam pelan, berusaha untuk menghindari suaminya. "Aiden, jangan seperti ini."     

Aiden mencium telinga Anya. Tanpa sadar, Anya mengulurkan tangannya dan mengelus wajahnya yang tampan. Kemudian, ia kembali mencium bibir Aiden, padahal sebelumnya ia yang meminta Aiden untuk berhenti.     

Tangan Aiden menyusup ke dalam baju Anya, membuat Anya sedikit tersentak karena tangan Aiden yang dingin. Aiden mengira Anya tersentak karena takut sehingga ia langsung menghentikan apa yang ia lakukan.     

"Takut?" katanya sambil tertawa. Kemudian ia memeluk Anya dan meletakkan dagunya di bahu Anya.     

Mereka berpelukan untuk beberapa saat dalam diam. Anya merasa sangat tenang dan memejamkan matanya. "Perasaan ini sangat menenangkan."     

"Kembalilah ke kamar setelah kamu selesai. Aku akan menunggumu," akhirnya Aiden melepaskan Anya meski ia merasa enggan. "Jangan membuatku menunggu terlalu lama."     

Anya mengangguk dan mengantarnya keluar dari ruangan itu.     

...     

Akhirnya, ruangan itu menjadi sunyi tanpa adanya Aiden. Anya duduk di hadapan peralatannya sambil memikirkan parfum yang akan dibuatnya.     

Ia memejamkan matanya berusaha untuk memikirkan resep yang diceritakan oleh ibunya. Kemudian, ia melihat catatan-catatannya mengenai percobaannya selama ini. Ia juga menelusuri buku catatan dari Esther. Meski demikian, ia tidak bisa mendapatkan inspirasi apa pun.     

Ia merasa sedikit frustasi saat memandang sekelilingnya. Inspirasinya tidak kunjung datang! Apa yang harus ia lakukan?     

"Wah! Waaa!" Anya memegang kepalanya dan menyandarkannya ke atas meja.     

Ia benar-benar frustasi!     

…     

Setelah mandi, Aiden kembali ke ruang kerjanya untuk memeriksa beberapa email penting. Ia menghabiskan beberapa saat untuk menyelesaikan pekerjaannya sebelum akhirnya meninggalkan ruang kerjanya.     

Setelah selesai bekerja, ia ingat biasanya Anya selalu membawakan teh osmanthus untuknya saat ia sedang bekerja. Aiden berinisiatif, kali ini ia yang akan membawakan teh osmanthus untuk Anya saat istrinya sedang bekerja!     

Ia membawa secangkir teh osmanthus dan berjalan menuju ke ruang parfum. Tetapi ia malah menemukan Anya sedang membentur-benturkan kepalanya ke meja. Meski ia membenturkannya dengan pelan, Aiden tetap merasa khawatir.     

Ia meletakkan cangkir teh yang dipegangnya di atas meja dan meletakkan tangannya tepat di tempat Anya membenturkan kepalanya agar Anya tidak kesakitan.     

"Lama kelamaan kepalamu akan pecah. Kalau kamu tidak punya inspirasi, bagaimana kalau menyegarkan diri dulu di kamar?" goda Aiden.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.