Pernikahan Tersembunyi: My Imperfect CEO

Karya Terakhir



Karya Terakhir

0"Jika kamu bisa mengundang Natali dan Raka, aku akan mengijinkanmu," Aiden memberi syarat jika Nico ingin mengadakan pesta barbekyu di rumahnya.     

"Aiden, apa yang ingin kamu lakukan?" hati Anya tiba-tiba saja menegang saat ia menatap ke arah Aiden.     

"Mempertemukanmu dengannya," Aiden balas menatap Anya. Matanya terlihat marah.     

Anya berpikir sejenak, "Apakah kamu bisa melihatku?"     

"Aku tidak bisa melihatmu, tetapi aku bisa merasakan bahwa kamu gugup. Kamu khawatir bahwa aku dan Raka akan bertengkar?" kata Aiden.     

"Jika kamu mengundang Raka, Raisa juga pasti akan datang. Ditambah lagi dengan Natali," Anya menghela napas panjang.     

Mata Aiden sedikit menyipit. "Akan lebih baik jika ia ikut datang. Raisa berhutang maaf padamu. Sampai saat ini ia belum meminta maaf atas kesalahannya."     

Nico menatap Aiden dengan ketakutan. "Paman, apa yang ingin kamu lakukan?"     

"Tidak ada," jawab Aiden. Namun, jelas sekali otaknya sedang merencanakan sesuatu.     

Nico berdeham dan menggaruk-garuk kepalanya. Ia tertawa dengan canggung dan berkata, "Paman, tiba-tiba saja aku ingat bahwa aku harus menemani ibuku akhir pekan ini. Kita tidak bisa mengadakan pesta barbekyu."     

Lebih baik ia tidak usah pesta barbekyu daripada pesta mereka terasa canggung dan tidak menyenangkan.     

"Tidak apa-apa kamu temani ibumu. Aku akan meminta Harris mengundang Keluarga Mahendra dan Keluarga Tedjasukmana untuk bertamu di rumahku," ekspresi Aiden sama sekali tidak terlihat bercanda. Ia benar-benar serius.     

"Paman …" Nico menyadari bahwa ia sudah terjebak dalam masalah besar.     

"Raka tinggal bersamamu setelah keluar dari rumah sakit kan. Apakah ia tidak memberitahu mengapa ia meninggalkan rumah sakit lebih cepat?" mata Aiden yang tajam menyapu Nico.     

"Ia hanya bilang bertengkar dengan Raisa dan tidak mau pulang ke rumah. Ia datang ke rumahku untuk beristirahat di sana beberapa hari," kata Nico dengan polos.     

"Raisa membuat bibimu pingsan dan menaruhnya di atas tempat tidur Raka. Natali sengaja mengajakku ke kamar rumah sakit Raka untuk memergoki mereka. Karena itu aku bertengkar dengan bibimu!" Aiden menceritakan semuanya dengan suara kesal.     

Nico terkaget saat mendengarnya. "Benarkah itu yang terjadi? Mengapa Raisa berani mencari masalah dengan Bibi? Bukankah ia baru saja keluar dari penjara?"     

"Anya, kamu terlalu mudah untuk terjebak rencana busuk mereka. Jadi, Raisa pasti merencanakan niat jahat padamu." Kata Aiden sambil memandang wajah Anya dengan kelembutan,     

Selama ia bertengkar dengan Anya, Aiden belum sempat membalas apa yang ia lakukan pada istrinya. Tetapi bukan berarti Aiden akan melepaskannya begitu saja.     

Anya hanya menundukkan kepalanya dan menyesali tindakannya. "Kalau aku tahu ini akan terjadi, aku tidak akan menerima permintaan Raka untuk menggantikannya meminta maaf di hadapan umum. Seharusnya aku membiarkannya di penjara dan menderita agar ia menyesali perbuatannya."     

"Jika kamu terlalu baik pada orang yang jahat padamu, itu sama saja dengan memberi mereka kesempatan untuk manjahatimu lagi." Aiden mengangkat plastik es di tangannya dan mengelus dahi Anya dengan lembut, "Apakah masih sakit?"     

"Tidak." Jawab Anya pelan.     

"Paman, Raisa sudah keterlaluan kali ini. Jika ada sesuatu yang bisa aku lakukan, katakan saja padaku," Nico tampak serius saat mengatakannya.     

"Undang mereka ke rumah untuk membicarakannya," kata Aiden.     

Natali dan Raisa sudah melakukan kesalahan sehingga mereka tidak akan berani datang ke rumah Aiden. Jika hanya Raka saja yang datang, bukankah itu akan sangat canggung?     

Dahi Anya sudah tidak terasa sakit, tetapi kepalanya terasa pening. Mengapa ia membantu Nico dan mengatakan bahwa ia ingin barbekyu? Dasar bodoh …     

Sekarang, Aiden ingin mengundang Raka dan Natali. Jika mereka benar-benar datang, suasananya akan sangat buruk. Mana mungkin ia bisa menelan daging yang dipanggangnya?     

"Aiden, akhir-akhir ini aku merasa lelah. Perutku juga terasa tidak nyaman. Rasanya perutku tidak bisa makan barbekyu," bujuk Anya dengan hati-hati.     

"Kalau kamu tidak mau barbekyu, kita bisa makan makanan barat," kata Aiden dengan santai.     

Anya melotot ke arah Nico. Semua ini karena Nico. Mengapa ia ingin mengadakan pesta di rumah Aiden?     

Sekarang keadaannya menjadi seperti ini. Ia benar-benar pusing.     

Nico hanya menatap Anya dengan polos. Ia tidak tahu masalahnya akan menjadi seperti ini. Awalnya ia pikir, selama ia mengadakan pesta barbekyu di rumah Pamannya, Tara tidak akan menolaknya karena Tara dan Bibinya berteman dekat. Ia hanya bertujuan untuk mengundang Tara.     

"Aiden, bagaimana kalau kita mengundang Tara saja akhir pekan ini. Aku tidak suka jika ada orang lain di rumah kita," Anya memeluk lengan Aiden dan memohon dengan suara pelan.     

Tetapi kali ini, rayuannya itu tidak berguna.     

"Kita harus memberi pelajaran pada Raka dan Natali. Kalau tidak, kita tidak akan tahu apa yang mereka rencanakan selanjutnya!" kata Aiden dengan tegas.     

"Deny ingin membahas proyek kerja sama dengan kita. Telepon saja dia, Natali pasti akan datang. Mereka tidak akan bisa menolak," saran Nico.     

"Hmm …" Aiden mengangguk saat mendengarnya.     

Mendengar nama ayahnya, Anya memikirkan mengenai formula parfum ibunya. Meskipun ia sudah berhasil membujuk Aiden untuk bekerja sama dengan ayahnya, kesepakatan mereka sepertinya belum tercapai.     

Kalau Aiden mengundang Natali ke rumah dan melakukan sesuatu padanya, lalu kerjasama antara Aiden dan ayahnya gagal, apakah Anya juga akan kehilangan formula ibunya?     

"Aiden, ada hal penting yang harus kubicarakan denganmu," kata Anya dengan serius.     

"Aku akan pergi. Kalian silahkan berbicara," kali ini, Nico terlihat serius dan tidak bermain-main seperti sebelumnya. Ia langsung sadar diri dan pergi setelah mendengar Anya ingin membahas masalah serius.     

Setelah kepergian Nico, hanya ada Aiden dan Anya di dalam kantor presiden direktur.     

"Sebelum kamu pergi ke luar negeri, kamu berjanji padaku bahwa kamu akan mengabulkan permintaanku asalkan aku bisa membuat parfum untukmu. Aku ingin kamu bekerja sama dengan ayahku karena ayahku memegang formula parfum milik ibuku," Anya mengatakan yang sejujurnya sekaligus. Ia takut kehilangan nyalinya jika ia menunda.     

Aiden mendekatkan wajahnya ke pipi Anya dan berbisik di telinganya. "Aku tahu ia mengancammu dengan formula itu."     

"Kamu tahu?" tanya Anya dengan terkejut. "Apakah Bu Hana yang memberitahumu?"     

"Bukan masalah siapa yang memberitahuku," Aiden mengelus rambut Anya dengan lembut. "Aku akan membantumu mendapatkan kembali formula itu."     

Rasa gelisah yang luar biasa besar merasuki hati Anya. "Apa yang akan kamu lakukan?"     

"Di antara formula itu dan Natali, ia hanya bisa memilih salah satunya. Aku ingin lihat mana yang ia pilih," cibir Aiden. Wajahnya terlihat menyeramkan saat mengatakannya.     

"Formula yang ada di tangan ayahku kemungkinan adalah formula yang telah hancur pada saat ledakan. Ibuku telah kehilangan indera penciumannya dan tidak bisa membuat parfum lagi. Itu adalah karya terakhirnya," senyum Anya terlihat pahit saat mengatakannya.     

"Ia tidak berhak mengambil apa yang bukan miliknya," mata Aiden terlihat sedikit bercahaya seolah senang dengan apa yang rencanakan pada Deny. "Jika aku berhasil mendapatkan formula itu, bagaimana kamu akan berterima kasih padaku?"     

Anya mengedipkan matanya dengan malu-malu. Bibirnya tersenyum kecil dan bertanya, "Apa yang kamu inginkan?"     

"Aku ingin kamu datang ke pesta ulang tahun ayahku sebagai istri dari Aiden Atmajaya," kata Aiden sambil mengelus pipi Anya.     

Anya mengerutkan keningnya dan berkata dengan pelan. "Aku bisa menemanimu ke pesta ulang tahun ayahmu, tetapi aku rasa ini bukan waktu yang tepat untuk mengumumkan hubungan kita."     

Aiden menatap Anya dalam diam. Matanya memancarkan kerumitan yang tidak bisa Anya terka.     

"Apakah … Apakah kamu marah?" Anya menelan ludahnya, merasa panik.     

"Ya. Apa yang akan kamu lakukan untuk membuatku tidak marah?" Aiden tidak menyangkal kata-kata Anya.     

Anya berpikir sejenak, kemudian ia melingkarkan tangannya di belakang leher Aiden. Ia mendekatkan wajahnya pada Aiden dan mengecup bibirnya dengan lembut. "Jangan marah …"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.