Pernikahan Tersembunyi: My Imperfect CEO

Hadiah yang Terlupakan



Hadiah yang Terlupakan

0Anya mengikuti Aiden menuju ke kantor presiden direktur. Selama perjalanan, ia bertemu dengan banyak orang yang memberi salam pada Aiden. Orang-orang itu sesekali mencuri pandang ke arah Anya, mengamati kekasih yang dibawa oleh atasan mereka.     

Anya hanya bisa menunduk malu sambil tersenyum tipis tanpa mengatakan apa pun.     

Setelah memasuki kantor presiden direktur, Aiden berkata pada Harris. "Aku lelah. Jika tidak ada yang mendesak, jangan ganggu aku."     

"Baik, Tuan," Harris keluar dari kantor Aiden. Belum sempat ia meninggalkan lantai tersebut, ia melihat Nico muncul dari lift pribadi Aiden.     

"Harris, aku dengar Pamanku membawa Bibi ke kantor?" tanya Nico sambil memandang pintu kantor Aiden dengan penasaran.     

"Tuan Nico, Tuan Aiden sedang beristirahat. Tolong jangan berteriak terlalu keras," Harris mengerutkan keningnya. Ia baru saja mendapatkan perintah untuk tidak mengganggu Aiden, tetapi pengganggu nomor satu langsung datang!     

"Kata orang-orang, Paman menjemput bibi karena ia terkena masalah lagi. Ia benar-benar magnet masalah." kata Nico, mengabaikan peringatan Harris.     

"Tuan meminta agar tidak diganggu jika tidak ada hal yang mendesak," Harris menyampaikan pesan Aiden dengan wajah datar.     

"Ada hal penting yang harus aku sampaikan sekarang juga," Nico melewati Harris dan berjalan menuju ke kantor Aiden. Ia mengabaikan Harris seperti angin lalu.     

"Paman, bolehkah aku masuk?" katanya sambil mengetuk pintu.     

"Jika aku bilang tidak boleh, apakah kamu akan pergi?" gerutu Aiden dari dalam ruangan.     

"Tidak!" Nico memasuki kantor Aiden dan melihat Anya sedang duduk di sofa sambil memegang plastik berisi es untuk mengompres kepalanya. "Halo, bibi!"     

"Siapa bibimu? Bukankah aku si magnet masalah?" kata Anya dengan kesal.     

"Kamu mendengarku? Harris yang mengatakannya. Ia memang terlihat baik di depanmu, tetapi di belakang ia memanggilmu sebagai magnet masalah. Aku akan menghukumnya nanti," kata Nico berpura-pura.     

Anya memelototi Nico kemudian memanggil Aiden. "Aiden, keponakanmu bilang aku adalah magnet masalah."     

Aiden menengadah dan menatap ke arah Anya dengan tatapan lembut. "Tidak apa-apa. Aku suka masalah," katanya sambil tersenyum.     

Nico hanya bisa mengelus dadanya saat melihat pembicaraan Paman dan Bibinya. "Aduh sakit! Mengapa rasanya ada seribu panah yang menusuk jantungku?" katanya sambil mendramatisir. Tangannya masih memegang dada sementara ia berpura-pura akan jatuh pingsan.     

"Kamu pantas mendapatkan piala oscar," cibir Anya.     

"Benar sekali, mungkin aku bisa mendapatkan piala itu berkali-kali kalau aku menjadi aktor," kata Nico dengan serius.     

"Cepat katakan apa maumu," Aiden duduk di samping Anya dan mengambil plastik es yang dipegangnya. Ia mengeluarkan sapu tangannya dan membungkus plastik es itu dengan sapu tangan agar tidak terlalu dingin, lalu meletakkannya kembali ke dahi Anya.     

Nico langsung menanggalkan ekspresi nakalnya dan memasang wajah serius secara tiba-tiba. "Aku baru saja mendapatkan informasi bahwa seseorang melihat Keara di bandara."     

Aiden tidak kaget saat mendengar hal itu karena ia sudah pernah melihat Keara sebelumnya. "Akhirnya ia kembali. Jangan khawatir. Tunggu dia sampai dia menghubungi kita," kata Aiden dengan tenang.     

"Mengapa ia tiba-tiba bisa kembali? Bagaimana ia bisa selamat dari kecelakaan itu? Dan mengapa ia kembali sendirian?" tanya Nico dengan muram.     

"Aku akan menanyakannya ketika bertemu dengannya." Kata Aiden dengan tenang.     

"Apakah kamu tidak menyukai Keara?" tanya Anya pada Nico. Ia melihat ekspresi Nico yang tidak terlalu gembira. Bukankah seharusnya ia gembira karena tunangan Pamannya masih hidup? Meskipun mereka hanya bertunangan, suatu hari nanti Keara akan menjadi bagian dari keluarga mereka.     

"Jika Bibi tahu apa yang Keara lakukan pada Paman, Bibi juga tidak akan menyukainya," kata Nico sambil memandang Aiden. "Paman, mengapa kamu tidak menceritakannya pada Bibi? Keara sudah kembali. Cepat atau lambat, mereka akan bertemu."     

Aiden menatap istrinya yang bersandar di rengkuhannya. Tangannya memain-mainkan rambut Anya, memutar-mutarnya dengan satu jari. Tetapi ia tidak berniat untuk bercerita.     

"Aiden, apakah kamu menyembunyikan sesuatu dariku?" dalam hati, Anya selalu waspada terhadap Keara. Sekarang, mendengar kata-kata Nico, sepertinya memang ada hubungan antara Aiden dan Keara.     

"Awalnya Keara adalah pasangan kencan Paman. Tetapi pada saat malam pertunangan mereka, ia tiba-tiba saja beralih pada Paman Ivan dan akhirnya bertunangan dengan Paman Ivan. Hingga saat ini, Paman dan Paman Ivan memiliki hubungan yang buruk karena wanita itu," kata Nico dengan kesal.     

Anya tertegun mendengar hal ini. Kemudian ia bertanya, "Bukankah kamu bilang Aiden belum pernah jatuh cinta?"     

"Ya, itu sebabnya Keara berubah pikiran. Ia pikir Paman tidak bisa bersikap baik dan memanjakan wanita. Ia merasa Paman tidak akan pernah mencintainya sehingga ia memutuskan untuk memilih pria lain. Natali berpikir bahwa Pamanku cacat dan kejam. Bibi, hanya kamu saja yang mau menerima Paman apa adanya. Tolong jangan pernah berhenti mencintainya," Nico bisa dibilang sebagai mak comblang terbaik.     

Anya hanya tersenyum canggung sambil menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal.     

Sebenarnya, ia juga tidak menyukai temperamen Aiden yang buruk. Ia selalu bersikap arogan, kejam dan sulit untuk dibujuk. Semua harus sesuai dengan apa yang ia inginkan.     

Tetapi Aiden juga memiliki sifat baik. Ia sangat tulus pada Anya. Ia selalu berusaha untuk menempatkan dirinya di posisi Anya dan selalu memperhatikannya.     

Meski Raka juga baik kepada Anya, kebaikan Raka itu bukanlah sesuatu yang ia inginkan.     

"Aku hanya buta, bukan berarti aku tidak bisa mendengar apa yang kalian bicarakan," kata Aiden dengan dingin.     

"Aku tidak mengatakan apa pun. Nico yang mengatakan semuanya," Anya langsung menyalahkan Nico.     

"Bibi, aku memberitahumu informasi mengenai sejarah percintaan Pamanku agar kamu tidak salah paham. Mengapa sekarang kamu menyalahkan aku?" gerutu Nico. "Keara adalah tunangan Paman Ivan. Cepat atau lambat, kamu akan bertemu dengannya. Bibi hanya perlu paham bahwa hanya kamu lah yang dicintai oleh Pamanku!"     

"Aku lega saat kamu mengatakannya. Sebenarnya, aku selalu khawatir karena semua orang bilang aku mirip dengan Keara," kata Anya dengan jujur.     

"Bagaimana bisa mirip? Mata wanita itu licik seperti rubah. Ia kurus dan tinggi seperti batang kayu. Sementara itu, bibi memiliki mata seperti kacang almond, bulat dan bersinar. Tentu saja Bibi jauh lebih cantik darinya!" Nico sudah terbiasa merayu wanita.     

"Kamu benar-benar playboy. Jika tidak ada yang mau kamu katakan lagi, pergilah!" kata Aiden dengan dingin. Ia tidak suka melihat pria lain merayu Anya, meski itu keponakannya sendiri.     

"Paman, aku membantumu untuk menyenangkan hati Bibi. Kamu bahkan tidak berterima kasih dan malah mengusirku," Nico terlihat sedih. "Kalau aku mengganggu, aku akan pergi."     

Anya mengibaskan tangannya. "Pergilah."     

"Aku benar-benar akan pergi," Nico berpura-pura berjalan menuju pintu sambil melirik ke belakang.     

"Pergilah!" kata Aiden dengan dingin.     

"Bibi, apakah kamu melupakan sesuatu. Bukankah kamu bilang akan memberiku hadiah jika aku membantumu?" akhirnya Nico menanyakan mengenai hadiah yang dijanjikan oleh Anya karena Anya sama sekali tidak membahasnya.     

Anya menoleh ke arah Aiden. "Aiden, apakah aku pernah mengatakannya?"     

"Tidak," jawab Aiden dengan singkat.     

Nico merasa kesal. "Katamu, selama aku membantumu untuk mendapatkan prosedur persetujuan produk barumu, kamu akan memberikan sesuatu yang kuinginkan!"     

"Oh! Aku mau memberimu satu botol parfum, tetapi aku lupa. Dan sekarang parfumnya sudah terjual habis," kata Anya sambil meringis.     

"Kalau begitu, aku mau hadiah lain. Aku mau mengadakan pesta barbekyu di rumahmu akhir pekan ini!" kata Nico sambil mengamati wajah Aiden.     

"Tidak!" Aiden menolak tanpa ragu.     

"Paman, jangan jahat padaku," Nico memohon.     

Anya memegang tangan Aiden dengan lembut dan mengguncangnya pelan. Ia berkata dengan sedikit manja. "Aiden, aku juga ingin makan barbekyu. Bisakah kamu mengijinkan Nico?"     

Nico hanya bisa mencibir. Ia mengasihani dirinya sendiri yang sampai saat ini masih belum punya kekasih tapi harus menyaksikan kemesraan Paman dan Bibinya di depan mata. Rasanya jantungnya tidak cukup kuat untuk ini!     

"Jika kamu bisa mengundang Natali dan Raka, aku akan mengijinkanmu," kata Aiden pada akhirnya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.