Pernikahan Tersembunyi: My Imperfect CEO

Membocorkan Semua Rahasia



Membocorkan Semua Rahasia

0"Paman, apakah kamu tidak ingin melihat Bibi dengan pakaian renang?" tanya Nico dengan penuh semangat.     

"Aku tidak bisa melihat," suara Aiden terdengar dingin saat mengatakannya.     

Anya menatap ke arah Aiden. Ia tidak tahu apakah ini cuma perasaannya saja atau tidak, tetapi setelah kembali dari luar negeri, Aiden terlihat sedikit berbeda.     

Walaupun ia sudah lama tinggal di rumah ini dan mengenal seluk beluk rumahnya, tingkahnya sangat berbeda, tidak seperti orang buta pada umumnya.     

Meski ia cerdas dan peka sekali pun, bagaimana bisa ia bertindak seperti orang normal?     

"Apakah matamu sama sekali tidak membaik?" tanya Anya dengan curiga.     

"Semalam suasana hatiku sangat baik. Jadi aku bisa melihat dengan sedikit lebih jelas sekarang," Aiden menatapnya sambil tersenyum.     

Mata Anya terbelalak saat mendengar jawaban Aiden. Ia memikirkan mengenai situasi tadi pagi saat Aiden tidur dengan tangan yang menempel di dadanya. Apakah ia juga melihatnya?     

Aiden bilang semalam ia sedang gembira. Apakah kemarin malam ia juga bisa melihat? Anya benar-benar bigung.     

"Paman, jika kita mengadakan pesta barbekyu di pinggir kolam, kamu akan lebih bahagia lagi dan matamu akan semakin pulih," Nico tidak membongkar kebohongan Aiden.     

Anya terlihat kesal saat mendengar ajakan Nico. "Apakah matamu bisa melihat karena wanita-wanita cantik yang mengenakan pakaian renang muncul?"     

"Aku hanya bisa melihatmu. Hanya ada kamu di mataku," Aiden memegang tangan Anya dan mengecup punggung tangannya.     

"Oh! Aku akan pergi. Aku akan buta jika aku tinggal lebih lama di sini. Apakah kalian punya hati nurani, menunjukkan cinta kalian di pagi hari seperti ini!" Nico langsung melompat dari kursinya.     

"Kamu pria lajang harus belajar untuk beradaptasi," tangan Aiden terulur memegang belakang leher Anya, membawanya mendekat dan mencium pipinya.     

Anya langsung panik. Nico masih berada di sana namun Aiden menciumnya!     

Nico langsung mengalihkan pandangannya, tidak ingin melihat keromantisan Paman dan Bibinya. Itu membuatnya merinding!     

Ia bergegas pergi dan meninggalkan pasangan itu seorang diri. Setelah Nico pergi, Aiden melepaskan Anya. "Semalam, aku benar-benar ingin melihat wajahmu, sehingga tiba-tiba saja aku bisa melihat."     

"Bagaimana dengan sekarang?" Anya mengulurkan tangannya dan menggoyang-goyangkannya di hadapan wajah Aiden. Aiden bahkan tidak berkedip sedikit pun.     

"Kemarin, aku tidur sambil memeluk istriku tetapi aku sama sekali tidak bisa menyentuhnya. Aku tidak bisa tidur dengan nyenyak semalam. Jadi aku tidak bisa melihat sekarang," kata Aiden.     

Wajah Anya kembali memerah. "Apakah kita … melakukannya semalam?"     

"Apakah kamu tidak merasakannya?" Aiden menatapnya sambil tertawa.     

Anya tertegun saat mendengarnya. "Merasakan apa?"     

"Sakit kepala, sakit pinggang, sakit seluruh tubuh …" wajah Anya benar-benar memerah seperti tomat saat mendengar kata-kata Aiden. Ia mengingat kembali saat pertama kali melakukannya dengan Aiden di hotel. Seluruh tubuhnya terasa sangat sakit.     

Tetapi hari ini ia tidak merasakan apa pun. Aiden menepati janjinya. Jika ia tidak mendapatkan ijin untuk menyentuhnya, Aiden tidak akan menyentuhnya.     

"Aku bermimpi kamu menciumku," Anya menundukkan wajahnya.     

"Coba pikirkan lagi, apa yang terjadi semalam saat kamu mabuk," goda Aiden. Kemudian, Aiden bangkit berdiri dan hendak meninggalkan meja makan.     

Anya bergegas mengikutinya. "Aiden, aku tidak sempat mengejar jadwal bus kalau aku naik sepeda. Bisakah kamu mengantarku sampai ke tempat perhentian bus agar aku tidak ketinggalan bus?"     

"Aku akan mengantarkanmu sampai ke Rose Scent," kata Aiden sambil mengulurkan tangannya.     

Anya langsung menggandeng tangan Aiden dan berkata dengan senang, "Aku bisa berangkat kerja bersamamu lagi? Terima kasih, Aiden."     

Aiden tersenyum tetapi tidak menjawab. Bagi Aiden, Anya adalah seorang wanita yang kuat.     

Beberapa hari lalu mereka berdua sedang berada dalam perang dingin. Anya tidak menangis saat Aiden meninggalkannya di rumah. Ia berangkat ke tempat kerja menggunakan sepeda listriknya menuju ke halte bus.     

Ia tidak melarikan diri dari rumah karena perang dingin mereka, ia juga tetap bekerja di Rose Scent apa pun keadaannya. Ia bahkan masih sempat menjual bunga yang Aiden petik di pagi hari saat hari peluncuran parfumnya.     

Anya selalu menghadapi kehidupan dengan optimis dan positif, seolah tidak ada yang bisa mengalahkannya.     

Dan Anya sangat menghargai hubungannya dengan Aiden. Setelah pertengkaran mereka, ia berusaha keras untuk memperbaiki hubungan mereka.     

Ketika Aiden menolak dan tidak mau memberi kesempatan kedua bagi Anya, ia tidak terus mengganggu Aiden. Ia memberi kesempatan bagi Aiden untuk berpikir dan menata kembali perasaannya.     

Aiden menggandeng tangan Anya menuju ke dalam mobil. Di perjalanan, Anya bersandar di kursi dan memejamkan matanya.     

"Apakah kamu pusing?" tanya Aiden.     

"Hmm …" gumam Anya.     

Aiden mengulurkan tangannya dan menarik kepala Anya untuk tidur di pangkuannya. Kemudian ia memijat kepala Anya dengan lembut.     

Mata Aiden terpaku pada wajah Anya. "Anya, selama kita bertengkar, mengapa kamu tidak meninggalkan rumah?"     

Ketika mendengar pertanyaan itu, Anya langsung membuka matanya dan menatap Aiden dengan serius. "Apakah kamu mau aku kabur dari rumah?"     

"Tidak, aku hanya penasaran. Bukankah para gadis sering kabur dari rumah ketika mereka marah?" tanya Aiden.     

"Jika kamu tidak pulang ke rumah dan aku kabur, bagaimana kita bisa berbaikan? Walaupun tidak ada komunikasi di antara kita selama beberapa hari kemarin, ketika aku kembali setiap malam dan melewati ruang kerja, aku bisa melihatmu duduk di sana. Setidaknya aku merasa tenang," kata Anya.     

Hati Aiden terasa hangat saat mendengarnya. "Jika kamu pulang kerja dan aku tidak ada di ruangan itu, apa yang akan kamu lakukan?"     

"Seperti saat aku kehilangan sepedaku dan kamu tidak ada di rumah, aku merasa sangat sedih. Meskipun kamu berada di ruang kerjamu untuk mengurus masalah perusahaan, ketika aku kembali tiap hari, aku merasa kamu menungguku pulang dengan selamat. Ketika aku memikirkannya, aku sudah merasa cukup senang."     

Anya mengulurkan tangannya dan memeluk pinggang Aiden dengan erat.     

"Aku menunggumu," kata Aiden tiba-tiba.     

"Apa?" Anya mengangkat kepalanya dan menatap Aiden dengan gembira.     

"Aku duduk di ruang kerjaku setiap malam, menunggumu pulang ke rumah dan memastikan kamu baik-baik saja," kata Aiden.     

Anya menatapnya dengan tidak percaya. Suaminya yang sangat keras ini mengkhawatirkannya. Ia duduk di ruang kerja setiap malam hanya untuk menunggunya melewati ruang kerja itu.     

Kalau begitu, mengapa Aiden menahan diri dan menolak untuk berbaikan dengannya?     

Saat mendengar pembicaraan mereka, Abdi ikut menimpali, "Nyonya, malam saat Anda kehilangan sepeda, sebenarnya Tuan pulang ke rumah. Tapi ia tidak mau kami memberitahu Anda."     

"Abdi … Menyetirlah saja!" kata Aiden.     

Anya langsung tertarik dengan kata-kata Abdi. Ia duduk dengan tegak dan menatap Aiden dengan penuh semangat. "Kapan kamu kembali? Apakah kamu mendengar bahwa aku kehilangan sepeda dan mengkhawatirkan aku?"     

"Nyonya, kemarin lusa, saya dan Tuan pergi untuk menjemput Anda. Tetapi karena macet, kami terlambat. Ketika kami tiba, kami melihat Anda berbicara dengan polisi dan melaporkan bahwa seseorang mencuri sepeda Anda," lanjut Abdi.     

Begitu mendengarnya, mata Anya berbinar. Ia memegang wajah Aiden dan berkata dengan ceria. "Bukan polisi yang menemukan sepedaku, tetapi kamu kan?"     

"Apakah kamu pikir aku pengangguran?" kata Aiden dengan sembarangan.     

"Nyonya, Tuan sangat mengkhawatirkan Anda. Ia menyuruh saya untuk mengikuti Anda pulang dan memastikan bahwa Anda selamat sampai di rumah. Ia dan Harris membantu Anda untuk mencari sepeda Anda yang hilang," Abdi membocorkan semua kebohongan Aiden.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.