Pernikahan Tersembunyi: My Imperfect CEO

Pakaian Renang



Pakaian Renang

0Aiden menelan ludahnya. Tenggorokannya terasa tercekat dan matanya terlihat semakin dalam. Akal sehatnya benar-benar berada di ambang keruntuhan. Tiba-tiba saja, tanpa sadar Anya menggenggam tangannya.     

Ia benar-benar ingin menunjukkan seberapa besar cintanya pada Anya, tetapi yang lebih ia inginkan lagi adalah kesediaan Anya untuk menyerahkan dirinya pada Aiden. Ia ingin Anya melakukannya dengan tulus karena mencintainya.     

Anya begitu mabuk sehingga seluruh tubuhnya terasa panas. Ia sudah menendang selimutnya, tetapi entah mengapa panas di tubuhnya tidak kunjung menghilang. Ketika ia merasakan tangan dingin Aiden, ia langsung mendekatkan seluruh tubuhnya pada Aiden. Rasa dingin itu membuatnya sedikit lebih nyaman.     

Ia memegang tangannya dan menggosok-gosokkan kepalanya ke tangan Aiden. Senyum puas muncul di wajahnya.     

Senyum itu begitu polos di mata Aiden, membuat pria itu terpana.     

Aiden hanya bisa menghela napas panjang. Ia segera mengambil remote AC dan menurunkan suhunya agar ruangan itu semakin dingin.     

Anya berbaring di atas tempat tidur dengan malas, benar-benar tidak tahu apa yang sedang terjadi di kepala Aiden.     

Aiden hanya bisa menatap bibir merah Anya dan menciumnya lagi.     

Kali ini, Anya melingkarkan tangannya di leher Aiden dan balas menciumnya.     

Aiden tertegun saat melihatnya. Walaupun ia sangat senang dengan inisiatif Anya, ini bukan keinginan wanita itu melainkan efek dari alkohol.     

"Anya, kamu mabuk. Tidurlah." Aiden melepaskan pelukan tangan Anya di lehernya dan menyandarkan kepala wanita itu ke atas bantal yang empuk.     

"Tapi aku mau cium!" Anya mengerucutkan bibirnya, merasa kesal seperti anak kecil yang kehilangan mainannya. Ia langsung mencium Aiden, tidak sadar bahwa ia mengundang serigala masuk ke dalam rumahnya.     

"Besok kalau kamu sudah bangun, kita bisa berciuman lagi!" Aiden tidak berani menatap Anya lagi. Ia berbalik dan menolak dengan dingin.     

Anya merasa sedih saat melihatnya. Ia teringat sesuatu dan berbisik pelan. "Kamu bilang kamu tidak mau menciumku lagi. Apakah ini gara-gara ciuman pertamaku?"     

"Apakah kamu marah padaku?" tanya Aiden. Anya masih merasa sedih dan mau bertengkar lagi dengannya.     

"Apakah salahku jika aku sudah tidak memiliki ciuman pertamaku? Aku tidak tahu kamu yang akan menjadi suamiku. Mengapa kamu tidak datang lebih awal? Siapa suruh kamu terlambat!" Anya mengayun-ayunkan tangannya dan menendang-nendang dengan marah.     

"Salahku?" Aiden menatap Anya yang meronta-ronta sambil tertawa kecil. Istri kecilnya benar-benar seperti kucing kecil yang marah dan mengeluarkan cakarnya.     

"Semua salahmu! Mengapa kamu tidak muncul lebih awal?" setetes air mata menggenang di sudut matanya.     

Hati Aiden langsung terenyuh melihatnya. Ia mencium air mata itu agar menghilang dari mata Anya. Ia tidak suka melihat istrinya menangis. "Aku yang salah. Aku datang terlambat dan menyalahkanmu. Di kemudian hari, hanya aku yang boleh menciummu. Apakah kamu mengerti?"     

"Hmm ..." gumam Anya dengan tidak jelas. Wajahnya yang terlihat sedih akhirnya terlihat lega.     

Anya kembali tertidur lelap. Sementara itu, Aiden hanya bisa memandangi wajah istrinya semalaman. Setelah subuh, Aiden baru bisa memejamkan matanya dan terlelap.     

...     

Matahari pagi masuk menyinari ruangan itu.     

Anya terbangun dari tidurnya dan menemukan dirinya berbaring di atas tempat tidur kamarnya dan Aiden. Dan tangan Aiden parkir di dadanya semalaman!     

Ia membuka selimutnya pelan-pelan, takut sesuatu terjadi semalam. Tetapi setelah melihatnya, ia bisa menghembuskan napas lega.     

Mereka tidak melakukan apa pun semalam.     

Anya perlahan memindahkan tangan Aiden dari dadanya dan bangkit dari tempat tidur. Ia mengambil handuk yang tergeletak di lantai dan bergegas lari ke kamar tamu.     

Ketika Aiden mendengar suara pintu tertutup, perlahan ia membuka matanya dan bibirnya membentuk sebuah senyuman     

Setelah jam kemudian, Anya sudah selesai mandi. Ia turun untuk sarapan dan sudah siap untuk bekerja.     

Aiden sudah mengenakan pakaian rapi dan duduk di meja makan sambil menyantap sarapannya.     

"Selamat pagi," Anya tersenyum canggung saat menyapa Aiden.     

"Apakah kamu tidur nyenyak semalam?" tanya Aiden.     

Ketika mendengar pertanyaan itu, Anya hampir saja tersandung dan terjatuh dari tangga.     

"Aku tidak bisa tidur kemarin malam. Paman dan Bibi bisa beristirahat dengan tenang tetapi kalian malah meninggalkan aku di danau yang gelap dan penuh nyamuk. Apakah kalian memikirkan perasaanku?" Nico muncul di depan pintu dengan wajah sedih.     

"Bu Hana, berikan secangkir kopi pada Nico!" kata Aiden dengan santai.     

"Paman, aku sangat mengantuk. Bolehkah aku masuk siang? Aku akan tidur sebentar," kata Nico dengan linglung.     

"Terlambat satu menit, lembur satu jam. Terlambat satu jam, lembur akhir pekan. Jika kamu tidak masuk kantor tanpa ijin, cutimu akan dihapus," kata Aiden dengan wajah datar.     

"Bibi, tolong bantu aku meminta ijin pada Paman. Aku benar-benar lelah!" Nico berbalik ke arah Anya dan meminta bantuan.     

"Hmm ..." Anya hanya bisa menggaruk-garuk kepalanya dan menatap Aiden dengan berhati-hati.     

"Aku juga tidak tidur semalaman dan aku tetap masuk kerja hari ini. Mengapa kamu harus ijin?" suara Aiden terdengar dingin.     

"Tidak tidur semalaman?" Nico langsung menujukkan ekspresi ketakutan. "Paman, kamu harus menjaga tubuhmu. Bagaimana bisa kamu tidak tidur semalaman? Apakah staminamu sebanyak itu?"     

Wajah Anya langsung memerah. Mengapa Aiden mengatakan sesuatu yang ambigu? Ia benar-benar ingin bersembunyi sekarang juga.     

"Aku sehat-sehat saja. Kamu tidak perlu khawatir," Aiden melirik ke arah Nico. "Tidak masuk ke kantor hari ini, cutimu akan kuhapus."     

Mendengar hal ini, Nico menyandarkan kepalanya di meja makan dengan tatapan sedih. Ia benar-benar mengantuk!     

Hana membawakan secangkir kopi untuk Nico tetapi Nico malah menjauhkan kopi tersebut. "Bu Hana, aku ingin susu."     

Anya menatap Nico yang seperti anak kecil. Anak manja ini sangat marah tetapi ia tidak berani membantah Aiden. Akhirnya ia malah menyulitkan Hana.     

Hana membuka kulkas dan mengambil sebotol susu untuk Nico. "Makanlah bubur hangat terlebih dahulu baru minum susu. Kalau tidak perutmu akan sakit."     

"Aku tidak mau bubur. Aku ingin oatmeal!" Nico masih meletakkan kepalanya di atas meja. Botol susu yang ada di sebelahnya hanya ia pandangi saja.     

Mata Aiden menatap Nico dengan tajam. "Makanlah apa yang ada. Jangan pemilih. Kalau kamu cerewet, lebih baik kamu tidak usah makan.     

"Paman begitu kejam padaku. Paman tidak menyayangiku. Paman sengaja melakukan ini padaku demi Bibi. Sebelum ada Bibi, Paman begitu memanjakanku. Setelah ada Bibi, aku disingkirkan. Bagaimana kamu bisa sekejam ini?" wajah Nico terlihat seperti wajah istri pertama yang diselingkuhi oleh suaminya.     

Anya tertawa saat melihat tingkah Nico yang terlalu dramatis.     

Meski mengomel seperti itu, akhirnya Nico tetap mengambil sendok dan memakan bubur di hadapannya seolah tidak ada yang terjadi.     

"Sayang sekali kamu tidak bekerja di dunia hiburan," kata Aiden sambil menghela napas lega.     

"Aku bisa menjadi aktor dengan penampilan super menarik dan kemampuan akting yang luar biasa. Begitu aku masuk ke dunia hiburan, mungkin semua aktor ternama saat ini akan jatuh berguguran. Aku kasihan pada mereka sehingga aku tidak ingin menjadi aktor," kata Nico dengan penuh gaya.     

"Sombong sekali," Aiden meletakkan peralatan makan dan menyeka mulutnya. "Apakah kamu melihat kunang-kunang kemarin malam?"     

"Aku mengajak Tara untuk menangkap kunang-kunang akhir pekan ini. Apa yang kalian lakukan akhir pekan ini? Aku punya ide bagus. Bagaimana kalau kita mengadakan pesta barbekyu di pinggir kolam?" kata Nico dengan penuh semangat.     

"Barbekyu di pinggir kolam? Bilang saja kamu ingin melihat Tara mengenakan pakaian renang." Cibir Aiden.     

"Paman, apakah kamu tidak ingin melihat Bibi dengan pakaian renang?"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.