Pernikahan Tersembunyi: My Imperfect CEO

Mabuk



Mabuk

0"Aku meninggalkankmu di tengah jalan karena terlalu tenggelam dalam emosiku. Kamu bisa saja terluka. Apakah kamu tidak membenciku?" tanya Aiden sambil memandang wajah Anya.     

Anya berpikir sejenak kemudian menjawab, "Kamu melihatku berada di tempat tidur bersama dengan Raka. Wajar saja kamu merasa sangat marah. Jika suamiku bukan seseorang yang pengertian seperti kamu, mungkin aku sudah menjadi janda sekarang."     

Setelah mengatakannya, Anya mengangkat kepalanya dan menatap Aiden lekat-lekat. "Aku sangat beruntung bisa bertemu denganmu."     

"Aku minta maaf karena terlalu emosi pada saat itu," kata Aiden sambil mengangkat gelas anggurnya. Gelas anggur itu berdentang saat menyentuh gelas anggur Anya, mengajaknya untuk minum bersama.     

Saat melihat Aiden menghabiskan anggurnya dalam satu tegukan, Anya melakukan hal yang sama.     

"Anggur ini memang lezat. Tetapi jangan minum terlalu banyak," melihat Anya sudah minum dua gelas anggur, ia takut istrinya itu terlalu mabuk.     

Malam ini adalah kesempatan yang sangat tepat. Ia sudah menunggu lama agar Anya bisa memberikan segalanya padanya. Tetapi jika Anya terlalu mabuk, mungkin harapannya harus kembali pupus.     

Ia tidak mau Anya memberikan dirinya dalam keadaan mabuk dan setengah sadar. Ia mau Anya yang seutuhnya, memberikan seluruhnya karena memang itu adalah keinginannya.     

"Aku bisa minum cukup banyak. Satu gelas lagi," anggur itu benar-benar enak sehingga Anya tidak mau menuruti kata Aiden.     

Setelah minum gelas ketiga, Aiden tidak memperbolehkan Anya untuk minum lagi. Namun, sepertinya Anya sudah setengah mabuk sehingga tidak bisa berbicara dengan jelas.     

"Mengapa kamu menyembunyikan anggur seenak ini dan minum sendiri?" gumam Anya.     

"Kalau kamu menyukainya, kita bisa minum lagi besok," Aiden mendekatkan wajahnya ke arah Anya, mengangkat dagunya dan mengecup bibirnya. Rasa anggur yang kuat terasa dari bibir merah tersebut.     

Tangan kecil Anya mendorong tubuh Aiden untuk menjauh. "Mengapa kamu begitu dekat? Jangan dekati aku."     

"Mengapa?" tanya Aiden dengan frustasi.     

"Kita sedang dalam perang dingin. Kamu mengusirku ke kamar tamu. Apakah kamu lupa?" Anya mengingatkan.     

"Jadi?" Kan mereka sudah berbaikan? Mengapa Anya membahas mengenai perang dinginnya lagi.     

Namun, saat melihat wajah Anya yang merona, Aiden tahu bahwa istrinya itu sudah mabuk. Meski rasanya memang enak dan manis, anggur itu memberikan efek yang kuat.     

"Jadi, aku mau kembali ke kamarku dan tidur." Anya berusaha untuk bangun dan pergi menuju kamarnya. Tetapi anggur yang ia minum membuat kepalanya terasa pusing.     

"Bukankah suasananya sudah sangat romantis? Menurutmu, bukankah seharusnya kita melakukan sesuatu?" Aiden memeluk pinggang Anya dan membiarkan tubuh Anya terkulai dalam pelukannya.     

Anya bersandar di dadanya. "Kamu ingin melakukan hal-hal yang dewasa, kan?" tuduh Anya.     

"Hmm ..." Aiden tidak menyangkalnya.     

"Tidak!" Anya menggelengkan kepalanya.     

"Mengapa tidak?" Aiden melihat Anya yang berada di dalam pelukannya, sedikit menyesal karena memberikan gelas anggur terakhir pada Anya. Lihat saja istrinya jadi semabuk ini. Seharusnya ia tidak membiarkan Anya minum.     

"Aku. Tidak. Mau." Kata Anya dengan serius. "Kamu melemparkanku dari mobil dengan kejam. Lihat ini! Aku sakit! Kakiku sakit!"     

Efek anggur itu membuat Anya merengek seperti anak kecil dan mengadu pada Aiden.     

"Aku tidak bisa melihat," kata Aiden dengan sembarangan.     

"Oh! Aku lupa kamu tidak bisa melihat. Kalau begitu kamu bisa menyentuhnya." Anya menarik tangan Aiden dan membawanya ke lututnya yang dililit perban. "Apakah kamu bisa merasakan perban ini?"     

"Tidak," tangan Aiden yang menyentuh lutut Anya perlahan naik ke atas.     

Reaksi Anya sangat cepat. Ia langsung memukul punggung tangan Aiden yang nakal. Kalau tidak mabuk, Anya tidak akan mungkin berani memukul tangan Aiden.     

Aiden hanya terkekeh saat melihatnya.     

Tangannya tidak bergerak lagi dan memegang ke arah lutut Anya. "Apakah ini yang sakit?"     

"Iya! Kakiku sakit! Aku terluka dan aku sangat sedih. Kamu tidak boleh menyentuhku sampai aku sembuh! Huh!" kata Anya sambil menyilangkan tangannya di dada.     

Aiden menatap ke arah Anya dengan bingung. Saat ia bilang kakinya terluka, ia mengatakan bahwa ia sangat sedih bukan kesakitan.     

Bagi Anya, rasa sakit di kakinya itu sudah biasa, tetapi kekejaman Aiden saat melemparkannya keluar dari mobil lah yang membuatnya sangat sedih. Aiden bertindak terlalu kasar padanya.     

"Kalau begitu, apa kita bisa melakukannya setelah lukamu sembuh?" Aiden sengaja menggodanya.     

"Lihat suasana hatiku nanti!" gumam Anya. Kalau saja ia sadar dan mengingat apa yang ia katakan pada Aiden, mungkin besok ia akan sangat menyesalinya.     

Aiden tersenyum saat melihat kucing galak di hadapannya. Sama seperti saat Aiden menghukumnya, kali ini Anya melakukan hal yang sama pada Aiden. Ia menghukum Aiden dengan tidak membiarkan Aiden mendapatkan dirinya seutuhnya.     

"Tetapi kamu bilang, ketika kamu sembuh nanti, kamu mau melakukannya denganku," kata Aiden sambil berbisik di telinga Anya.     

Anya langsung merasa malu dan menguburkan wajahnya di dada Aiden. "Pokoknya, hari ini tidak boleh."     

"Mengapa tidak boleh? Kita kan suami istri. Ini bukan hal yang dilarang," kata Aiden."     

"Pokoknya tidak boleh! Ketika aku sudah sembuh, kita akan ..." Anya malu sehingga tidak bisa mengatakannya. "Ayo, aku mau tidur."     

"Hmm ... Baiklah. Setelah kamu sembuh." Aiden pikir pasti ia sudah gila. Mengapa ia mau menuruti kata-kata Anya dan menunggunya? Ia pasti sudah gila!     

"Aku mengantuk dan aku ingin kembali ke kamarku," Anya meletakkan dahinya di bahu Aiden. Tanpa sadar ujung jarinya meluncur, melewati otot-otot dada Aiden.     

Aiden bisa merasakan tubuhnya menegang dan melihat Anya yang berada di pelukannya. Ia benar-benar ingin membuat wanita ini menjadi miliknya sekarang juga.     

Tetapi ia menahan diri dan memikirkan kembali janjinya pada Anya.     

"Aku akan membawamu ke tempat tidur," gumam Aiden sambil menggendong Anya, membawanya ke tempat tidur mereka.     

Saat meletakkan Anya di atas tempat tidur, tidak sengaja baju tidur Anya sedikit turun dan memperlihatkan kulitnya yang selembut sutera. Aiden langsung mengalihkan pandangannya. Ia tidak berani melihatnya karena takut tidak bisa menahan diri.     

Aiden segera mengambil selimut untuk menutupi tubuh Anya. Sementara itu, Anya berbalik dan mencari posisi yang nyaman. Kemudian ia tertidur lelap.     

Aiden duduk di pinggir tempat tidur sambil memandang ke arah istrinya yang sudah tertidur. Darahnya seolah bergejolak tanpa henti.     

Matanya merah seperti serigala yang menatap mangsanya.     

Tiba-tiba saja, ia merasa hidungnya gatal. Saat ia mengulurkan tangan dan menyentuhnya, ia menyadari bahwa hidungnya berdarah!     

Aiden langsung bangkit berdiri dan pergi ke kamar mandi untuk mencuci wajahnya.     

Setelah beberapa saat, akhirnya darah dari hidungnya berhenti mengalir. Ia kembali ke tempat tidur dan melihat Anya sudah menendang selimutnya dan memperlihatkan pahanya yang mulus.     

Aiden hanya bisa menggelengkan kepalanya saat melihat kejadian itu. Ia baru saja berhenti mimisan dan rasanya kepalanya terasa pusing saat dihadapkan dengan kulit mulus Anya.     

"Anya, kamu bilang kita tidak bisa melakukannya, tetapi bukan berarti aku tidak boleh menciummu."     

Anya yang masih tertidur lelap hanya bergumam tidak jelas saat mendengar suara Aiden.     

Tiba-tiba saja, Aiden mencondongkan tubuhnya dan mencium Anya. Anya meronta-ronta, mencoba untuk melepaskan diri, tetapi Aiden malah menggigit bibirnya dengan lembut.     

Dalam tidurnya, Anya hanya bisa bertanya-tanya. Mengapa ia selalu memimpikan ciuman Aiden dalam tidurnya? Walaupun Aiden sangat tampan dan ia sangat menyukai suaminya, apa mungkin ia bisa memimpikan hal yang sama dua hari berturut-turut?     

Akhirnya Aiden melepaskan Anya setelah istrinya itu kehabisan napas.     

Awalnya, ia mencium Anya karena ingin meredakan gairahnya. Tetapi mengapa tubuhnya malah terasa berkobar. Apa yang harus ia lakukan sekarang?     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.