Pernikahan Tersembunyi: My Imperfect CEO

Candle Light Dinner



Candle Light Dinner

0"Paman, apakah bibi tahu bahwa daya sepeda ini akan habis? Apakah bibi sengaja membohongiku dan menyuruhku untuk melihat kunang-kunang?" tanya Nico dengan curiga.     

"Apakah Bibimu seperti itu?" tanya Aiden dengan santai.     

Nico tahu bahwa Pamannya ini sangat maniak dalam melindungi istrinya. Ia tidak akan mau mengakui bahwa Anya sengaja menjebaknya sehingga tidak bisa pulang ke rumah. Nico hanya bisa menghela napas. Sekarang bukan waktunya untuk mencari tahu siapa yang bersalah. Ia harus mencari cara untuk pulang.     

"Paman, sepedanya kehabisan daya. Apa yang harus aku lakukan sekarang?" rengek Nico. Ia tidak mau menjadi makanan nyamuk di danau ini. Ia ingin pulang dan tidur!     

"Cari tempat untuk mengisi daya atau telepon Harris untuk mengantarkan baterai cadangan," kata Aiden. "Jangan menelepon lagi. Kami mau istirahat," kata Aiden sebelum menutup teleponnya secara sepihak.     

Nico menatap ke arah ponselnya dengan kesal. Ia datang untuk membantu Paman dan Bibinya berbaikan, tetapi ia malah di tinggalkan sendirian di tengah danau seperti ini. Mengapa nasibnya seperti ini?     

Saat melihat sebuah pos penjaga di tempat parkir yang tidak jauh darinya, Nico menuntun sepedanya sambil mengomel. "Dasar, Paman dan Bibi sama seperti dua penjahat yang bersekongkol untuk merepotkanku."     

Pada saat itu, Anya yang baru saja keluar dari kamar mandi tiba-tiba saja bersin. Ia menatap ke arah Aiden dan bertanya, "Siapa yang baru saja menelepon?"     

"Nico. Sepedanya kehabisan daya," mata Aiden memicing dengan berbahaya saat menatap Anya. Kobaran api bisa terlihat dari mata tersebut saat menatap ke arah Anya yang baru saja selesai mandi. Wangi sabun Anya semerbak di ruangan itu. Rambutnya sedikit basah terkena cipratan air dan wajahnya merona karena air hangat.     

Anya tidak menyadari pandangan itu dan berjalan ke arah Aiden. Ia menggunakan handuk kecil untuk mengeringkan rambutnya yang setengah basah dan berkata, "Pantas saja aku bersin barusan. Nico pasti mengomeliku karena meninggalkannya di danau sendirian."     

"Kamu adalah Bibinya. Kedudukanmu lebih tinggi dari Nico. Ia tidak akan berani mengomelimu," Aiden meletakkan ponselnya dan berjalan menuju ke arah Anya.     

"Eh? Mengapa kamu menghampiriku? Aku mau ganti baju," Anya akhirnya menyadari bahaya yang tidak ia rasakan sebelumnya dan hendak berbalik untuk melarikan diri.     

Belum sampai dua langkah, tangan Aiden sudah terulur untuk memeluk pinggang Anya.     

Tubuh Anya langsung menegang. "Aiden, aku mau ganti baju."     

"Buat apa ganti baju kalau nanti semuanya juga akan dilepas. Mengapa harus repot-repot?" tangan Aiden memeluk pinggangnya lebih kencang, menarik tubuh mungil Anya mendekat ke dadanya.     

Jantung Anya berdegup dengan kencang. Wajahnya yang merona karena air hangat menjadi semakin memerah hingga ke telinganya.     

Aiden bisa merasakan tubuh Anya menegang. Tangan mungilnya terkepal dengan sangat erat. Anya terlihat sangat tegang. Tetapi ia mencoba untuk bertahan dan tidak menolak pelukan Aiden.     

Aiden menyandarkan kepalanya di bahu Anya, mengulum bahu Anya dengan lembut dan menghirup aroma tubuhnya dalam-dalam. "Anya, jangan pergi. Aku ingin bersamamu malam ini. Kembalilah ke kamar ini," kata Aiden.     

"Aku ... Aku ... Rambutku masih basah. Aku akan mengeringkannya dulu," Otak Anya berputar mencari alasan, tetapi hanya alasan konyol itu saja yang keluar karena panik.     

"Aku akan mengeringkannya untukmu," kata Aiden sambil tersenyum.     

"Ak- ... Aku haus," Wajah Anya memerah karena malu. Ia malu saat memikirkan apa yang ingin Aiden lakukan padanya.     

"Aku sudah menyiapkan minuman." Tangan Aiden menggandeng Anya menuju ke arah balkon kamarnya. Sebuah karpet yang halus dan berkualitas tinggi menutupi lantai balkon tersebut, agar mereka bisa duduk dengan nyaman. Sebuah botol anggur dan dua gelas sudah disiapkan di atas sebuah meja kecil. Gelas anggur masih kosong, tetapi kelopak bunga iris sudah siap berenang-renang di permukaannya ketika anggurnya dituangkan. Sebuah lilin di atas meja itu belum dinyalakan.     

Apakah ini candle light dinner? Sebenarnya tidak bisa disebut seperti itu karena mereka tidak makan. Mereka hanya minum anggur saja. Tetapi ini benar-benar romantis!     

Aiden menggandeng tangan Anya dan mengajaknya untuk duduk di atas karpet yang lembut. Setelah mereka berdua duduk, tangannya mengambil handuk yang dipegang oleh Anya dan membantu Anya mengeringkan rambutnya yang basah.     

Mata Anya terpaku pada Aiden. Suaminya itu sangat lembut padanya hari ini.     

Apa mungkin karena hari ini adalah hari yang istimewa bagi mereka? Mungkin karena mereka telah meluruskan kesalahpahaman yang terjadi di antara mereka dan menjadi lebih dekat dari sebelumnya.     

Anya mengambil korek api yang tergeletak di meja dan menyalakan lilin aromaterapi, membuat ruangan yang gelap itu disinari oleh cahaya samar.     

"Pada saat seperti ini, butuh lagu untuk menghidupkan suasana," Aiden mengulurkan tangannya dan meraih remote untuk menyalakan lagu dari dalam kamarnya.     

Lagu tersebut mulai diputar, mengalunkan sebuah melodi yang dikenalnya. Sebuah lagu klasik. Can't Help Falling In Love dari Elvis Presley mengalun, menyejukkan telinga.     

...     

Kata orang bijak, hanya orang bodoh yang terburu-buru ...     

Tetapi aku tidak bisa menahan diri untuk tidak jatuh cinta padamu ...     

Haruskah aku tetap bertahan?     

Apakah aku berdosa jika aku mencintaimu?     

Seperti aliran sungai yang mengalir, pasti menuju ke lautan ...     

Sayang, seperti itulah cintaku padamu, memang takdir yang sudah menggoreskan...     

Pegang tanganku, ambil seluruh hidupku ...     

Karena aku sudah terlanjur jatuh cinta kepadamu ...     

...     

"Apakah kamu menyukai lagu pilihanku?" tanya Aiden sambil tersenyum.     

"Hmm ..." Anya mengangguk sambil menyandarkan tubuhnya pada Aiden. Lagu yang dipilih Aiden adalah lagu cinta yang sangat romantis. Apakah Aiden sedang mengungkapkan perasaannya?     

"Anya, perasaan seperti ini sungguh baru di kehidupanku. Hanya kamu yang bisa membuatku merasa seperti ini." Aiden memegang tangan Anya dan membawanya menuju ke arah bibirnya. Ia mengecup punggung tangan Anya dengan lembut dan menyelipkan sesuatu.     

Anya merasakan ada sesuatu di jari manis tangan kirinya. Ketika Aiden melepaskan tangannya, ia melihat sebuah cincin.     

Ia pernah bermimpi suatu hari Aiden akan berlutut dan melamarnya dengan sebuah cincin dan kemudian menyelipkan cincin itu di tangannya.     

Cincin ini telah berada di nakas kamarnya cukup lama dan Anya sudah menunggu Aiden untuk memasangkan cincin itu di jarinya.     

Dan hari itu akhirnya tiba.     

Di hari yang istimewa, di bawah nyala lilin yang remang-remang, di tengah alunan lagu yang menenangkan, ditemani oleh anggur yang harum semerbak dan bersama dengan pria yang ia sukai.     

Anya menatap cincin di tangannya. Cincin itu melingkari jarinya dengan sempurna, membuat tangannya terlihat indah. Ia benar-benar menyukainya.     

Ia menyukainya, bukan karena cincin itu terbuat dari berlian dan mahal. Tetapi karena cincin itu dipilih oleh Aiden dan diselipkan ke tangannya oleh Aiden sendiri.     

"Cincinnya sangat indah," kata Anya sambil tersenyum.     

"Apakah kamu menyukainya?" tanya Aiden.     

"Cincin ini adalah pemberianmu, tentu saja aku menyukainya. Terima kasih suamiku," Anya membalikkan tubuhnya dan memeluk Aiden dengan erat.     

Tangan Aiden langsung memeluk tubuh Anya, membiarkan wanita itu duduk di pangkuannya dan kemudian mengecup pipi Anya. "Ayo kita minum."     

Anya langsung mengambil botol anggur itu dan menuangkannya ke dalam gelas anggur. Kemudian, ia memberikan salah satu gelasnya pada Aiden dan mengambil gelas yang lain untuk dirinya.     

"Apakah kamu tidak takut padaku?" tanya Aiden.     

"Mengapa aku harus takut kepadamu? Kamu adalah suami yang baik."     

"Aku meninggalkanmu di tengah jalan karena terlalu tenggelam dalam emosiku. Kamu bisa saja terluka. Apakah kamu tidak membenciku?" tanya Aiden sambil memandang wajah Anya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.