Pernikahan Tersembunyi: My Imperfect CEO

Penjelasan



Penjelasan

0"Paman, kemarilah. Jika kamu tidak kemari, bibi akan marah padamu!" teriak Nico. Ia sudah tidak bisa menahan Anya lebih lama. Anya terus berusaha untuk mengambil sepedanya. Kalau Anya mengambil sepeda ini, mungkin ia akan langsung pergi tanpa menoleh kembali.     

Aiden langsung menghampiri Anya dan menggandeng tangan Anya. Sementara itu, Anya berusaha untuk melepaskan tangannya. "Aku tidak akan pernah memaafkanmu. Kamu adalah suamiku, tetapi kamu sengaja menindasku!"     

Nico juga berusaha untuk membujuk Anya. "Bibi, aku minta maaf karena telah membuatmu ketakutan setengah mati. Aku bersalah. Aku harap kamu bisa memaafkanku dan cepat pulang ke rumah."     

"Aku memaafkanmu Nico. Tetapi aku tidak mau kembali ke rumah. Aku akan kembali ke rumah ibuku," kata Anya dengan marah.     

Mendengar hal itu Aiden merasa sangat marah. Anya tidak mau kembali bersamanya. Anya ingin meninggalkannya dan kembali ke rumah ibunya. "Kamu tidak ingin tahu mengenai perawatan ibumu? Kamu tidak peduli bahwa ibumu akan bangun? Apakah kamu hanya peduli terhadap nyawa Raka?" tanya Aiden dengan suara dingin.     

Nico hanya bisa menggelengkan kepalanya berulang kali. Itu bukan cara yang tepat untuk membujuk seorang wanita. Pamannya malah mengancam bibinya!     

"Aku tidak peduli pada Raka. Aku memedulikanmu, Aiden, dasar kamu pria berengsek!" teriak Anya dengan marah.     

Aiden tertegun sejenak mendengar kata-kata Anya. ia menatap Anya dengan mata terbelalak dan menarik tubuh wanita itu ke pelukannya. "Katakan sekali lagi!"     

"Kamu pria berengsek!" teriak Anya sambil meronta-ronta, berusaha melepaskan diri dari pelukan Aiden.     

"Bukan yang itu," Aiden mengerutkan keningnya.     

"Aku memedulikanmu. Akhir-akhir ini aku sudah memikirkan kesalahanku. Aku merasa bersalah karena telah membuatmu sedih. Tetapi tidak seharusnya kamu melakukan ini kepadaku. Aku sudah berusaha untuk meminta maaf padamu tetapi kamu mengabaikanku. Aku berusaha berbuat baik kepadamu tetapi kamu tidak mau melihatnya. Kamu menggunakan kematian Raka untuk menguji kesetiaanku. Jika kamu tidak bisa mempercayaiku, apa yang bisa aku lakukan?"     

Air mata Anya mengalir satu demi satu sementara tangannya terkulai lemah di sampingnya. "Kamu benar-benar kejam. Aku benar-benar lelah hidup bersamamu. Sekarang kamu menggunakan nama ibuku untuk mengancamku. Apakah kamu pikir hubungan kita bisa membaik dengan cara itu?"     

Nico berdeham pelan dan menyarankan, "Paman, kamu jelas memedulikan Bibi Diana sehingga mencari seorang ahli bedah jantung dari luar negeri untuk memeriksanya. Tetapi mengapa kamu malah menyalahkan bibi? Lupakanlah egomu. Bersikaplah seperti selayaknya pria, memanjakan wanitamu."     

"Apakah kamu masih mau terus berbicara? Berapa lama lagi kamu akan diam di sini?" kata Aiden sambil menatap Nico dengan tatapan membunuh. Kaki Nico terasa lemas di bawah tatapan itu.     

"Bibi, Paman tidak bermaksud mengancammu. Ia hanya tidak mau kamu pergi. Kamu mengerti kan?" Nico mundur beberapa langkah dan bersembunyi di balik sebuah pohon karena takut pada Aiden. Di sini ia berusaha untuk membantu Aiden, tetapi mengapa Pamannya itu tidak menghargai usahanya?     

Ia benar-benar tidak ingin lebih lama di tempat ini lagi. Ia takut Pamannya itu akan membunuhnya karena tidak pulang juga. Namun, kalau ia pergi, apakah Aiden dan Anya bisa menyelesaikan masalah mereka?     

Dengan sikap keras pamannya, ia hanya akan membuat kesalahpahaman di antara mereka semakin parah.     

Anya hanya menutup bibirnya rapat-rapat. Air mata masih mengalir di pipinya.     

Ia benar-benar tidak bisa memahami Aiden. Jika Aiden benar-benar peduli padanya, bagaimana mungkin Aiden meninggalkannya di tengah jalan? Ia bahkan meletakkan tangannya di leher Anya, seolah ingin membunuhnya.     

Tetapi bukan berarti ia tidak peduli pada Anya. Buktinya, ia sudah melakukan banyak hal untuk membantu Anya dan mendukungnya.     

Lalu, sebenarnya Aiden memedulikannya atau tidak? Apa yang sebenarnya pria itu pikirkan? Anya benar-benar tidak mengerti.     

"Aiden, sebenarnya apa maumu? Aku ingin berhubungan baik denganmu, tanpa kesalahpahaman, tanpa kecurigaan, tanpa perang dingin. Apakah kita bisa hidup dengan damai?" bisik Anya. "Aku benar-benar lelah. Biarkan aku pergi. Aku ingin pulang dan menenangkan diriku beberapa hari," Anya menatap Aiden dengan wajah bersimbah air mata. Kemudian ia berbalik dan menaiki sepedanya.     

Aiden melihat Anya hendak pergi meninggalkannya. Ia segera mencengkeram setir sepeda Anya dengan erat, menahan istrinya agar tidak pergi. "Ketika kita menikah, aku sudah berjanji bahwa kamu bisa melakukan apa pun yang kamu mau. Aku tidak akan melarang jika kamu ingin bertemu dengan Raka."     

Ia lebih takut Anya meninggalkannya sekarang dan tidak akan pernah kembali. Ia merasa Anya akan pergi dari kehidupannya jika ia membiarkan Anya meninggalkannya kali ini.     

"Apakah kamu pikir aku bisa mempercayaimu dan pulang bersamamu? Kamu bahkan tidak memahami permasalahan di antara kita," Anya tidak mau mendengarkan kata-kata Aiden. Hatinya sudah benar-benar lelah.     

"Aku sengaja menjemputmu hari ini dan menyuruh orang untuk menyingkirkan kurungan itu agar aku bisa berbaikan denganmu. Aku tidak menyangka reaksi pertamamu saat melihat kurungan itu adalah menuduhku telah mencelakai Raka. Kamu sendiri juga tidak mempercayaiku," kata Aiden.     

Anya tertegun mendengar kata-kata Aiden. Benar apa kata Aiden. Tanpa sadar ia langsung menuduh Aiden melakukan sesuatu dan membuat Aiden marah. Hal itu pula yang menyebabkan Aiden semakin memprovokasinya. Karena Anya tidak percaya kepadanya.     

Saat mereka saling bertatapan, Nico yang berada di pinggir merasa gelisah. "Paman, Bibi, apakah kalian harus berbicara di sini? Mengapa tidak berbicara di rumah saja? Di sini banyak nyamuk. Aku bisa mati digigit nyamuk," kata Nico sambil menggaruk-garuk tangannya. Ia tidak tahu mengapa dua orang di hadapannya begitu tenang sementara nyamuk-nyamuk terus menggigitnya.     

"Tidak akan ada yang menganggapmu bodoh jika kamu diam. Satu kata lagi terucap dari mulutmu, aku akan melemparkanmu di danau ini," teriak Aiden.     

"Kurungannya telah menghilang dan ponsel Raka ada di tanganmu. Kamu bilang kamu akan menenggelamkannya jika ia menemuiku lagi. Itu sebabnya aku langsung panik. Jika kamu tidak melakukannya, mengapa kamu tidak menjelaskannya? Mengapa kamu sengaja membohongiku?" kata Anya dengan suara pelan. Matanya memerah. Kali ini, ia menundukkan kepalanya karena merasa sedikit bersalah.     

Ia merasa bersalah karena tidak mempercayai suaminya.     

"Apakah aku punya kesempatan untuk menjelaskan? Ketika kamu melihat kurungannya menghilang, kamu langsung menuduhku telah melukai Raka dan menuduhku sebagai pembunuh. Aku tidak mengatakan apa pun dan kamu langsung pergi untuk mencarinya di tengah malam. Apakah kamu pernah memikirkan perasaanku?" suara Aiden terdengar sedih. "Kamu tidak pernah memahamiku. Tidak. Lebih tepatnya, kamu tidak pernah berusaha untuk memahamiku."     

"Aku benar-benar tidak ingin mengganggu kalian. Tetapi nyamuk-nyamuk di sini benar-benar ganas. Aku sudah tidak tahan lagi." Nico yang berada di pinggir terus mengomel saat melihat Aiden dan Anya tidak beranjak pulang.     

"Di mana kurungannya sekarang?" tanya Anya. Ia mengabaikan omelan Nico.     

"Aku menghancurkannya dan menjadikannya ayunan untukmu. Aku letakkan ayunan itu di dekat rumah kaca, di samping kolam," kata Aiden dengan tenang.     

"Ah?" Anya tidak bisa berkata apa-apa. Ia tidak menyangka ternyata Aiden memberinya sebuah hadiah untuk berbaikan dengannya. Sebuah ayunan di taman bunga, di samping kolam.     

"Ponsel Raka terjatuh di depan pintu dan salah satu pengawalku membawanya kepadaku. Raka datang tadi pagi dan menunggumu di depan pintu. Mungkin ia menjatuhkannya pada saat itu," Aiden menjelaskan kejadian yang sebenarnya pada Anya.     

"Karena kesalahpahamannya sudah diluruskan, ayo kita pulang. Kita tidak bisa terus memberi makan nyamuk di tempat ini," Nico mendesak Aiden dan Anya dengan tidak sabar. Sesekali tangannya akan berusaha menepuk nyamuk yang menggigitnya.     

Tapi, keluhan Nico itu hanya terlewatkan seperti angin lalu.     

"Anya, aku tidak melarang kamu bertemu dengan Raka. Tetapi jika kamu mau bertemu dengannya, aku akan bersama denganmu. Apakah kamu setuju?" tanya Aiden. Ia berusaha untuk berkompromi demi hubungan rumah tangga mereka.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.