Pernikahan Tersembunyi: My Imperfect CEO

Membunuhnya



Membunuhnya

0"Aiden, semua parfum buatanku telah terjual habis," Anya menelepon Aiden untuk mengabarkan berita baik setelah beberapa hari mereka tidak berbicara.     

Ia terlalu bahagia sehingga lupa terhadap rasa canggung yang ia rasakan setelah bertengkar dengan Aiden.     

Ketika mendengar suara Anya yang ceria, sudut bibir Aiden melengkung membentuk senyuman. "Bagus sekali," katanya.     

"Terima kasih telah membantuku mempromosikannya," Anya berterima kasih pada Aiden dengan tulus.     

"Kamu memberikan hadiah voucher belanja mall dalam acaramu. Tentu saja mall juga harus memberikan dukungan pada tokomu. Acaramu telah memberikan keuntungan bagi mall," kata Aiden.     

Dalam hati Anya tersenyum puas. Ia tahu bahwa rencananya akan berhasil.     

Aiden memang memiliki harga diri yang tinggi. Tetapi Anya yakin, semarah-marahnya Aiden, suaminya itu masih akan memanjakannya dan tidak akan mengabaikannya begitu saja. Ia memberikan dukungannya dari belakang.     

Anya sengaja mengadakan acara dan menggunakan voucher belanja mall untuk hadiah sehingga tokonya terlihat sedang mempromosikan Rose Scent sekaligus mall itu juga.     

Video kemenangan Tara telah dikirimkan ke lingkaran pergaulannya, dan Nico termasuk di dalamnya. Jika Nico melihat video tersebut, Aiden juga pasti akan melihatnya.     

Video Tara itu telah menarik perhatian banyak orang sehingga mall tersebut juga mendapatkan begitu banyak pengunjung. Bisa dibilang, acara mall hari itu berjalan dengan sangat lancar.     

Karena itu, tim marketing mall tersebut akhirnya mempromosikan Rose Scent yang menyediakan voucher belanja sebagai hadiah mereka dan Anya tidak perlu membayar biaya iklan. Kedua belah pihak mendapatkan keuntungan masing-masing.     

"Tadi pagi, saat aku datang dan melihat Rose Scent sangat sepi, aku merasa khawatir. Aku takut parfumku tidak akan laku. Aku hanya bisa mengandalkanmu di saat-saat seperti ini. Terima kasih sudah mau membantuku," kata Anya.     

Anya sangat cerdas. Di saat-saat seperti ini, ia memanfaatkan kesempatan untuk menggunakan kekuatan Aiden dan mengubah situasi.     

Ia juga menjelaskan situasinya pada Aiden dan mengaku bahwa ia hanya bisa mengandalkan Aiden untuk semuanya.     

Aiden tahu bahwa Amore sedang menekan Rose Scent. Ia juga tahu bahwa Imel sengaja datang ke Rose Scent hanya untuk menekan Anya dan menghinanya.     

Namun, Anya tidak putus asa. Ia langsung mencari ide baru untuk mengubah keadaan.     

Tentu saja, Aiden sebagai suaminya akan selalu mendukung keputusan Anya seratus persen.     

"Aku akan selalu mendukungmu," kata Aiden.     

Ketika mendengar suara lembut Aiden, hati Anya terasa hangat. Aiden sudah tidak marah padanya. "Suamiku, kamu sungguh baik!"     

"Apakah kamu sudah selesai bekerja? Keluarlah. Aku akan menunggumu di mobil," kata Aiden sebelum menutup telepon.     

Anya tertegun sejenak saat mendengarnya. Aiden sedang menunggunya di mobil. Apakah itu artinya Aiden menjemputnya dari tempat kerja?     

Ia tidak berani menunda lebih lama. Ia langsung mengganti pakaiannya dan berlari menuju pintu masuk mall.     

Melihat sosok Anya, Abdi langsung keluar dari mobil dan membuka pintu untuknya.     

Anya berdiri di depan pintu, menatap Aiden yang duduk di dalam sambil tersenyum senang. "Bagaimana kamu tiba-tiba bisa ke sini?"     

"Hana mengatakan bahwa kamu menungguku semalaman di perhentian bus kemarin sampai kehilangan sepeda listrikmu," kata Aiden.     

"Aku sudah menemukan sepedaku," Anya menatap Aiden dengan wajah senang dan mata yang berbinar.     

"Hmm … Tadi aku sudah menyuruh seseorang untuk mengambilnya!" kata Aiden sambil mengulurkan tangannya, mengajak Anya masuk ke dalam mobil.     

Anya tersenyum melihat uluran tangan itu. Ia meletakkan tangannya di atas tangan Aiden dan duduk di sampingnya. Setelah duduk pun, pegangan tangan mereka tidak terlepaskan.     

Setelah beberapa hari menjalani perang dingin, akhirnya ada kesempatan bagi mereka untuk berdamai.     

Aiden ingin segera berbaikan dengan Anya. Ia tidak bisa tidur dengan nyenyak tanpa Anya di sampingnya.     

Anya juga ingin berbaikan. Beberapa hari terakhir ini, Anya menunggu agar kemarahan di hati Aiden mereda.     

Hari ini, Aiden menyuruh seseorang untuk mengambil sepedanya yang hilang, membantunya memetik bunga dan membantunya untuk menjualnya. Ia juga membantu Anya untuk mempromosikan parfum baru buatannya dan menjemputnya saat pulang kerja.     

Selama perjalanan, mereka tidak berbicara. Mereka menikmati kedamaian dengan tenang.     

Mobil mereka berhenti di depan rumah. Aiden masih tidak kunjung melepaskan genggaman tangannya sehingga mereka turun dari mobil sambil bergandengan tangan.     

Setelah melewati taman, Aiden tersenyum dan bertanya. "Coba lihat sekelilingmu. Apa yang hilang?"     

Anya melihat sekelilingnya dengan bingung. Kemudian, ia berbalik dan melihat ke arah taman bunga iris. Biasanya, di tengah-tengah taman bunga iris itu terdapat sebuah kurungan berwarna emas.     

Tadi pagi, saat Anya mengurus bunga-bunganya di taman, kurungan itu masih berdiri di tengah bunga-bunga iris. Tetapi tiba-tiba saja kurungan itu menghilang.     

Wajahnya terlihat panik. "Apakah ... Apakah kamu membuang kurungan itu?"     

Mata Aiden terlihat bingung saat menatap Anya. Mengapa Anya terlihat seperti ini? Bukankah seharusnya ia merasa senang?     

"Bukankah kamu bilang kamu tidak akan pernah bertemu dengan Raka lagi?" tanya Aiden.     

"Kamu ... Apakah yang kamu lakukan padanya?" Anya langsung melepaskan genggaman tangannya. Kakinya melangkah mundur dan suaranya terdengar sedikit gemetar.     

Wajah Aiden langsung terlihat dingin saat mendengar pertanyaan itu. "Aku menenggelamkannya. Kenapa? Apakah kamu sakit hati? Apakah kamu ingin bersama dengannya hingga akhir dunia?"     

Setelah mengatakannya, Aiden tidak memedulikan Anya lagi. Ia berbalik dan berjalan menuju ke ruang keluarga.     

Sementara itu, Anya berdiri di tengah taman dengan tatapan panik. Ia melihat ke tempat di mana kurungan itu berada. Tempat itu sekarang sudah kosong.     

Sebelumnya, setiap kali ia melihat kurungan itu, Anya merasa sangat tidak nyaman.     

Tetapi saat kurungan itu menghilang, Anya merasa lebih ketakutan.     

Mengapa Aiden begitu kejam? Apakah ia benar-benar menenggelamkan Raka?     

Apa salah Raka sampai ia harus diperlakukan seperti ini?     

Sepuluh tahun lalu, ia hampir saja dibunuh oleh ayahnya. Pada saat itu, Raka lah yang menyelamatkannya.     

Setelah mereka bertemu kembali. Ia dan Raka saling jatuh cinta. Namun, ia harus bekerja keras untuk mencari nafkah dan Raka menganggap Anya tidak mencintainya. Mereka berpisah karena kesalahpahaman.     

Setelah tiga tahun berlalu, Raka baru memahami kebenarannya. Ia tahu bahwa Anya menikah dengan Aiden karena uang dan ingin menyelamatkannya dan penderitaan ini.     

Raka hanya mengharapkan yang terbaik untuknya.     

Jika Raka benar-benar mati, bisa dianggap Anya adalah pembunuhnya. Anya yang telah melakukan semua itu kepadanya.     

Anya mengambil ponselnya dan mencari nomor telepon Raka. Setelah ragu sejenak, akhirnya ia meneleponnya.     

Ketika ponsel itu berdering tiga kali, akhirnya ada seseorang yang mengangkatnya. Namun, bukan suara Raka yang terdengar dari ujung telepon, melainkan Aiden.     

Anya langsung menutup telepon dan berlari ke lantai atas.     

Ia masuk ke dalam kamarnya dan melihat Aiden sedang meletakkan sebuah ponsel, ponsel yang bukan miliknya. "Mengapa ponsel Raka ada di tanganmu? Apa yang kamu lakukan kepadanya?" tanya Anya dengan terkejut.     

"Aku membunuhnya," kata Aiden dengan tidak peduli.     

"Apa kamu sudah gila? Mengapa kamu membunuhnya?" teriak Anya.     

"Anya, kamu sudah berjanji padaku bahwa kamu tidak akan bertemu dengan Raka lagi, tetapi di belakangku kamu meneleponnya. Kamu bilang kamu tidak akan berhubungan lagi dengannya, tetapi kenyataannya kamu sangat peduli padanya. Jika Raka mati, itu juga kesalahanmu," mata Aiden terlihat dingin saat mengatakannya, seolah kematian Raka bukanlah apa-apa.     

"Kamu sudah gila!" teriak Anya sambil menangis.     

Hati Aiden terasa sakit. Rasanya seperti sebuah pisau tajam ditusukkan tepat di dadanya. Matanya memerah dan ia merasa sangat marah. "Tidak peduli seberapa besar kamu membenciku, kamu tidak akan bisa pergi dariku. Meski kamu mati sekali pun, kamu tetap adalah milikku!" teriak Aiden.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.