Pernikahan Tersembunyi: My Imperfect CEO

Buket Bunga



Buket Bunga

0"Bibi, apakah kamu tidak bekerja hari ini? Apakah kamu sedang libur?" tanya Nico dengan terkejut.     

Anya mengangkat kepalanya dan melihat ke arah Nico dengan kesal. Namun, melihat wajah Nico, ia langsung mendapatkan ide dan berkata, "Nico, apakah kamu tidak ingin mengirimkan bunga untuk Tara hari ini?"     

"Berikan aku sembilan puluh sembilan bunga mawar merah dan kirimkan ke klinik milik Tara," kata Nico langsung.     

"Terima kasih. Aku akan memberimu harga murah. Aku berharap kamu bisa segera bersatu dengan tara," kata Anya sambil tersenyum manis ke arah Nico.     

"Terima kasih, Bibi. Bagaimana aku harus membayarnya? Cash atau transfer?" tanya Nico.     

"Aku belum selesai berbicara. Bungaku ada terlalu banyak dan aku tidak akan sempat menjual semuanya hari ini. apakah kamu tidak ingin membeli bunga ini dan memberikannya pada staf kantormu? Aku punya banyak mawar merah."     

"Semua staf wanita sudah mendapatkan bunga pada saat hari wanita. Mengapa aku harus memberi mereka bunga mawar merah pada saat tidak ada acara?" tanya Nico sambil merengut.     

"Kalau begitu bagaimana dengan bunga lili? Aku juga punya banyak bunga lili," kata Anya.     

Nico melirik ke arah bunga-bunga lili yang berserakan di lantai. Bunga itu terlihat masih sangat baru. Daun-daunnya masih lengkap di batangnya dan masih ada tetesan air di kelopaknya.     

"Bibi, apakah aku tidak bisa membeli sembilan puluh sembilan bunga mawar untuk Tara saja?" tanya Nico.     

Wajah Anya langsung kecewa. "Baiklah, kalau begitu tidak ada harga murah untukmu!"     

Nico tertegun dan bertanya, "Mengapa begitu? Bukankah kamu bilang akan memberi harga murah untukku?"     

"Aku akan memberimu harga murah karena aku menganggapmu sebagai keponakanku. Tetapi sekarang sudah tidak. Aku adalah penjual bunga dan kamu adalah pembeli. Hari ini, tidak ada diskon untuk bunga mawar merah. Jika kamu tidak ingin membelinya, pergilah!" kata Anya dengan dingin. "Bu Hana, antar Nico keluar."     

Hana hanya tertawa mendengarnya. "Tuan Nico, apakah kamu kehabisan uang? Jika kamu bisa membeli bunganya untuk menyenangkan hati bibimu, mengapa tidak?" kata Hana sambil menghampiri Nico.     

Nico berpikir sejenak sambil melihat wajah cemberut Anya. Kemudian ia berkata, "Bibi, aku hanya bercanda. Aku akan membeli semua bungamu. Aku akan membawa semuanya ke kantor."     

"Benarkah? Semuanya?" tanya Anya, memastikan sekali lagi dengan terkejut.     

"Ya, semuanya!"     

"Bunga untuk Tara, aku akan membungkusnya untukmu. Beberapa dari bunga ini telah dipesan oleh toko bunga dan yang lainnya akan kuberikan padamu dengan harga murah." Kata Anya sambil memberikan rincian harga pada Nico.     

"Bibi, mengapa harga bunga mawar yang kamu berikan padaku sangat murah, sementara buket untuk Tara mahal?" tanya Nico sambil mengerutkan keningnya.     

"Ada perbedaan dalam bungkusnya. Sarapanlah terlebih dahulu, aku akan menghitung jumlahnya untukmu," Anya langsung menyibukkan dirinya, menghitung bunga-bunga yang dipesan oleh toko bunga lainnya.     

Nico hanya menggaruk-garuk kepalanya. Ia tidak bisa membedakan bunga-bunga ini. Warna mereka sama-sama merah dan mereka sama-sama berduri!     

Yang membuatnya lebih heran saat melihat lutut bibinya terluka. Bagaimana mungkin pamannya membiarkan bibinya itu terluka. Ditambah lagi, mengapa bibinya memetik begitu banyak bunga saat sedang terluka? Ia tidak punya waktu untuk menjualnya.     

Anya menghitung bunga-bunga yang dipesan oleh toko bunga dan membungkusnya dengan kertas koran, kemudian memasukkannya ke dalam keranjang di sepeda listriknya. Bunga itu siap untuk diantarkan.     

Setelah bunga-bunga milik toko bunga disendirikan, Anya duduk di sebuah kursi kecil, memilih sembilan puluh sembilan bunga mawar merah terbaik dengan seksama. Ia memastikan tidak ada duri pada bunga-bunga itu, kemudian memadukannya dengan bunga lili dan dedaunan lainnya.     

Anya sangat menyukai Tara sehingga ia memilihkan bunga terbaik dan pembungkus yang terindah.     

Ketika Nico kembali setelah menyantap makan siangnya, ia melihat Anya sedang membuat buket. Matanya terbelalak melihat buket tersebut.     

"Bibi, apakah ini buket untuk Tara?" tanya Nico sambil melihatnya dengan teliti. "Buket seperti ini dijual sangat mahal di toko bunga."     

"Benar. Ini semua karena kamu adalah keponakanku. Aku memilihkan bunga terbaik dan menggunakan kertas pembungkus termahal!" kata Anya.     

"Terima kasih bibi!" kata Nico sambil meringis.     

Anya ikut tersenyum. "Aku tidak pernah merugikan seseorang yang dekat denganku, tetapi suamiku sendiri malah menjebakku seperti ini. Ia menyuruh banyak orang untuk memetik semua bunga-bungaku seperti memetik rumput. Aku sangat kecewa melihatnya."     

Nico berusaha untuk menahan senyuman di bibirnya. Ia bertanya-tanya mengapa bibinya memanen begitu banyak bunga dan mengatakan bahwa ia tidak punya waktu untuk menjualnya. Ternyata semua ini adalah tindakan pamannya!     

"Bibi, aku punya penawaran lain. Hari ini ada pertemuan perusahaan yang penting dan banyak petinggi akan berkumpul. Aku akan menunggumu dua puluh menit dan kamu bisa membuatkan aku beberapa contoh buket bunga yang indah seperti milik Tara. Aku akan membawa contoh buket itu ke pertemuan perusahaan dan menjualnya untukmu. Aku akan meneleponmu untuk memberitahu berapa banyak orang yang akan membelinya!" kata Nico dengan gembira saat menyadari ide cemerlangnya.     

Anya langsung terlihat gembira, "Aku akan menunggu kabar baikmu!"     

…     

Pada pukul setengah sembilan pagi, Nico bergegas menuju ke tempat absensinya secepat kilat dan berusaha untuk tidak terlambat.     

Sebelum Aiden menjadi pemimpin perusahaan, Nico selalu bangun kesiangan dan masuk kerja terlambat tanpa ada yang berani memarahinya. Ia punya seribu satu alasan mengapa ia tidak bisa masuk kerja tepat waktu.     

Mabuk karena menemani klien semalam …     

Suasana hati tidak baik …     

Tidak enak badan …     

Sakit perut karena salah makan …     

Singkatnya, ia memiliki berbagai alasan untuk menghindari pekerjaan.     

Namun, setelah Aiden mengambil alih perusahaan, ia harus tiba di kantor sebelum setengah sembilan di pagi hari.     

Jika ia terlambat satu menit saja, ia harus lembur selama satu jam. Jika ia terlambat satu jam, ia harus lembur di akhir pekan. Jika ia tidak datang ke kantor dengan alasan apa pun, cutinya akan dicabut.     

Karena itu, Nico terus pergi ke kantor, meski ada bencana yang terjadi sekali pun.     

Setelah Nico absen, ia segera memanggil beberapa orang untuk membawa bunga dari mobilnya ke ruang konferensi.     

Di mobilnya, ada sepuluh buket bunga seharga tiga ratus ribu.     

Setelah menerima berita itu, Harris langsung melaporkannya pada Aiden, "Tuan, Tuan Nico memesan banyak bunga dan membawanya ke ruang konferensi."     

"Nico akan membantu Anya untuk menjual bunganya. Aku akan ke sana nanti," kata Aiden dengan tenang.     

Di ruang konferensi lantai dua puluh, para petinggi perusahaan sudah berkumpul tetapi batang hidung Aiden sama sekali tidak terlihat.     

"Tuan Aiden sedang menerima telepon penting dan akan datang sebentar lagi," kata Harris pada para petinggi perusahaan tersebut.     

Nico langsung memahami niat Aiden dan berkata, "Harris, apakah kamu sudah melihat bunga-bungaku?"     

"Apakah bunga ini …" Harris hendak bertanya, tetapi Nico langsung menyelanya.     

"Benar! Kekasih paman yang telah menanam semua bunga ini. Apakah kamu tidak ingin membeli bunga ini?" kata Nico sambil melirik ke arah semua orang di ruangan tersebut.     

Ketika mereka mendengarnya, mereka semua langsung paham arti di balik kata-kata Nico.     

"Tuan Nico, tolong berikan aku satu buket."     

"Saya juga akan membeli satu buket."     

"Saya juga mau …"     

"Harris, bantu aku mencatat semua pesanannya. Beritahu kekasih paman untuk segera mengirimkannya," kata Nico pada Harris sambil tersenyum puas.     

Harris hanya bisa menghela napas panjang. Ia adalah asisten yang menangani semua masalah penting di perusahaan. Tetapi sepertinya, hari ini ia akan menjadi tukang bunga untuk Anya.     

Ketika Nico menelepon Anya, semua bunganya telah dipangkas dengan rapi dan hanya tinggal dibungkus saja.     

"Apakah ada yang mau membelinya?" tanya Anya dengan gembira saat menerima telepon dari Nico.     

"Bibi, semua buketnya habis terjual. Banyak orang yang menginginkannya," begitu Nico mengatakannya, ia melihat Aiden datang.     

Anya melihat bunga-bunganya yang tersisa dan membuat keputusan. "Bunga yang tersisa bukan bunga kualitas terbaik seperti milik Tara. Aku akan menggunakan bunga mawar biasa dan mengurangi harga jualnya."     

"Anya, kamu menjual bunga di kantorku. Kamu menggunakan asistenku dan keponakanku untuk bekerja di bawahmu. Apakah kamu tahu bahwa kamu telah membuatku rugi?" suara yang sudah lama tidak didengar Anya kali ini terdengar dari seberang telepon.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.