Pernikahan Tersembunyi: My Imperfect CEO

Panen Bunga



Panen Bunga

0Rumah itu terasa sepi. Sosok Aiden yang tinggi berdiri di koridor, tepat di hadapan pintu kamar tamu. Tangannya terulur untuk memegang kenop pintu kamar tamu. Ia tahu bahwa apa yang ia lakukan ini salah, tetapi ia tidak bisa mengendalikan dirinya.     

Ia tidak bisa menyingkirkan sosok Anya dari benaknya sehingga tidur tidak kunjung mendatanginya. Ia membuka pintu kamar tamu itu perlahan.     

Di tempat tidur besar kamar tersebut, Anya tertidur dengan lelap. Ia bahkan sama sekali tidak mendengar ada seseorang yang membuka pintu kamarnya. Aiden melangkah mendekati tempat tidur tersebut dan duduk di pinggirnya sambil menatap Anya lekat-lekat.     

"Aiden, dasar kamu pria jahat …" gumam Anya sambil masih memejamkan matanya. Ia merasa kesal pada Aiden karena pria itu tidak datang menjemputnya sehingga kekesalannya itu mengikutinya hingga ke dalam mimpi.     

Aiden hanya tertawa dalam hati melihat istrinya yang galak. Ia mengulurkan tangannya dan mengelus wajahnya dengan lembut.     

Hana mengatakan bahwa Anya sangat senang saat mengetahui aiden akan menjemputnya. Ia bahkan menunggu di perhentian bus hingga larut malam, namun Aiden malah mengira Anya sedang menunggu orang lain.     

Aiden selalu berpikir bahwa Hana adalah salah satu bawahannya, orang kepercayaannya. Siapa sangka begitu ia pergi, Hana memberi informasi tersebut kepada Anya. Aiden tidak tahu bahwa ternyata Hana sebegitu sayangnya pada Anya.     

Kalau saja Aiden tahu bahwa Anya sedang menunggunya, seharusnya ia muncul lebih cepat dan memeluk Anya dengan erat.     

Namun, Aiden membiarkan Anya menunggu hingga larut malam dan bahkan ia harus kehilangan sepeda kesayangannya. Tidak heran Anya begitu sedih.     

Pada saat itu, Anya yang tertidur dengan lelap merasakan sesuatu menyentuh wajahnya. Ia mengulurkan tangannya dan memegang tangan besar Aiden, namun ia masih tidak bisa terbangun dari tidurnya.     

Aiden menatap tangan mungil yang memegang tangannya dengan erat. Tangan mungil itu sangat lembut, namun jari-jarinya lentik dan indah. Tangan istrinya memang sangat indah.     

Ia mengangkat tangan itu ke arah bibirnya, meninggalkan kecupan lembut. Matanya terlihat jauh lebih lembut saat menatap Anya seolah rasa dingin yang ada selama beberapa hari terakhir sudah meleleh.     

Anya menarik tangannya kembali, tetapi ia meringkuk dan mendekatkan tubuhnya ke arah Aiden seolah mencari sumber kehangatan.     

Tubuh Aiden membeku sejenak saat Anya meletakkan kepalanya di sisi pinggangnya. Anya menarik napas dalam-dalam saat tidurnya, membuat Aiden bisa merasakan hembusan napas Anya. Ia merasakan seluruh tubuhnya terasa panas, menahan kerinduannya terhadap istrinya itu.     

Tangannya terulur mengelus punggung Anya, membuat wanita itu sedikit tersenyum dalam tidurnya.     

Aiden mengetahui semua yang disukai Anya. Anya suka saat Aiden mengelus punggungnya, mengelus kepalanya dan menciumnya. Ia tahu betul semuanya, tetapi ia berkata dengan kejam bahwa ia tidak akan pernah mencium Anya lagi.     

Aiden merasa sangat marah dan cemburu saat mendengar ciuman pertama Raka dan Anya. Tetapi ia tahu sebenarnya itu bukan kesalahan Anya karena memang saat itu Raka adalah kekasihnya. Namun, entah mengapa rasa cemburu tetap melalap akal sehatnya.     

Setiap cinta membutuhkan rasa hormat. Aiden gagal menghormati kehidupan masa lalu Anya. Sementara Anya gagal untuk menghormati hubungannya dengan Aiden dan terus berhubungan dengan Raka, mantan kekasihnya.     

Aiden menatap wajah Anya yang tertidur lelap. Meski ia sedang dalam keadaan tidur, tanpa sadar Anya mendekat ke arahnya. Bagaimana mungkin Aiden bisa menjauhkan diri darinya?     

Aiden berbaring di sampingnya, membuat Anya secara alami menyandarkan kepalanya di lengan Aiden. Tangannya langsung memeluk pinggang Aiden dengan erat.     

Matanya masih terpejam dan mulutnya sedikit terbuka, tanda ia masih tenggelam dalam mimpinya.     

Aiden membalas pelukan istrinya itu dan menarik napas dalam-dalam. Ia bisa mencium aroma yang lembut dan wangi dari tubuh Anya.     

Menatap wajah istrinya itu membuat Aiden merasakan perasaan yang lembut, perasaan yang membuatnya ingin melindungi Anya dari apa pun, dan juga gairah yang menggila.     

Mata Aiden memancarkan perasaan yang rumit, tetapi di hatinya ada api yang berkobar dengan hebat.     

"Anya, aku ingin berbaikan denganmu," bisik Aiden dengan pelan. Sayangnya, Anya sama sekali tidak bisa mendengar apa yang Aiden katakan. Kalau saja ia menjemput Anya tadi, kalau saja ia memeluknya dan mengajaknya berbaikan, mungkin malam ini mereka bisa tidur sambil saling memeluk tubuh satu sama lain.     

Aiden mencondongkan tubuhnya dan mencium bibir Anya.     

Dalam tidurnya, Anya bisa merasakan seseorang melumat bibirnya, membuat bibirnya terasa panas. Ia membuka matanya dan melihat Aiden dengan kebingungan.     

Ia terbangun dalam situasi yang benar-benar tidak terduga, membuatnya tidak bisa bereaksi. Aiden menciumnya dengan sangat lembut dan Anya tidak bisa melawan ciuman itu.     

Tetapi Aiden bilang bahwa ia tidak akan mencium Anya lagi. Apakah ia sedang bermimpi sekarang? Apakah ia benar-benar merindukan Aiden sehingga sekarang pria itu muncul dalam mimpinya?     

Mimpi ini … Mimpi ini benar-benar indah!     

Tangan kecil Anya memegang bahu Aiden dengan erat dan bibirnya membalas ciuman Aiden dengan sama bergairahnya.     

Tangan Aiden menyentuh sisi wajah Anya dengan lembut. Sementara Anya menyandarkan kepalanya di tangan itu, tangan yang membuatnya merasa nyaman.     

Suhu di ruangan itu terasa semakin panas. Jantung Anya berdegup dengan kencang. Ia tenggelam dalam mimpinya yang terasa begitu nyata hingga napasnya tersenggal-senggal.     

Matanya terbuka menatap wajah indah Aiden dengan terpana, sementara mata Aiden memandang wajah Anya, menikmati tatapan kagum dari mata istrinya itu.     

Aiden mengecup bibirnya dengan lembut, kemudian memeluk tubuh Anya dengan erat.     

Anya merasa bahwa mimpinya ini benar-benar indah. Mimpi ini membuatnya merasa pusing dan tubuhnya terasa semakin nyaman hingga ia kembali terlelap dalam tidurnya.     

…     

Ketika terbangun, Anya tidak melihat siapa pun di dalam kamarnya. Tidak ada Aiden yang semalam menyusup ke dalam mimpinya.     

Mimpinya kemarin malam terasa begitu nyata. Apakah ia benar-benar bermimpi? Atau Aiden memang datang ke kamarnya tadi malam?     

Anya bangkit berdiri dari tempat tidurnya dan segera mandi. Begitu ia turun ke lantai bawah, ia melihat Hana sedang menyiapkan sarapannya.     

"Bu Hana, apakah Aiden sudah pergi?" tanya Anya.     

Semalam, Hana pikir Aiden pergi untuk menjemput Anya sehingga ia langsung menelepon Anya dengan penuh semangat. Pada akhirnya, Anya harus menunggu Aiden seorang diri dengan bodohnya di perhentian bus hingga larut malam. Ditambah lagi, sepeda kesayangannya menghilang!     

Hana benar-benar merasa bersalah …     

Tadi pagi-pagi sekali Aiden pergi ke kantor. Ketika pergi, ia menyuruh Hana agar tidak memberitahu bahwa Aiden kembali tadi malam.     

"Anya, Aiden kemarin harus mengurus pekerjaan yang penting. Ia belum kembali hingga sekarang," kata Hana dengan ekspresi datar di wajahnya.     

Anya hanya mengangguk dengan kecewa mendengar kata-kata Hana.     

"Aiden tidak tahu kalau sepedamu dicuri semalam. Kalau ia tahu, ia pasti akan meninggalkan pekerjaannya dan menjemputmu. Tidak mungkin ia …"     

"Tidak apa-apa, Bu Hana. Sepedaku sudah ditemukan," Anya memaksakan senyum di wajahnya. Ia tidak tahu apakah senyum itu adalah usaha untuk menghibur dirinya atau menghibur Hana.     

"Aiden sudah menyuruh seseorang untuk mengambil sepedamu dan ia meminta semua pelayan di rumah ini membantumu untuk memanen bunga," kata Hana sambil tersenyum.     

"Ha?" Anya tertegun saat mendengarnya.     

Ia menoleh ke sekelilingnya dan baru menyadari bahwa semua pelayan di rumah telah pergi, kecuali Hana.     

"Lihat! Mereka sudah kembali," Hana tersenyum dan melihat ke arah pintu. Satu demi satu orang masuk ke dalam rumah sambil membawa keranjang penuh dengan bunga.     

"Nyonya, kami tidak tahu bunga mana yang harus dipetik. Jadi, kami memetik semuanya," kata seorang pengawal sambil membawa sepeda listriknya.     

"Semua? Semuanya!?" mata Anya terbelalak. "Apakah Aiden yang menyuruh kalian?"     

"Tuan mengatakan bahwa semua bunga harus dipetik. Tidak perlu memikirkan bagaimana menjualnya," kata pengawal tersebut.     

"Bagaimana jika bunganya tidak laku? Apakah ia bisa menjual semuanya?" Anya merasa sangat marah.     

"Jika bunganya tidak laku, kami akan membantumu," kata Hana sambil tersenyum.     

Melihat bunga-bunga yang bertebaran di sekitarnya, Anya tidak punya pilihan lain selain meminta bantuan semua orang. Ia meminta para pelayan itu untuk membersihkan duri-duri dari bunga mawar, sementara ia memotong kertas pembungkus untuk buket bunganya.     

Pada jam setengah delapan pagi, Nico datang untuk ikut sarapan. Ia terkejut saat melihat Anya masih berada di rumah dan belum berangkat kerja.     

"Bibi, apakah kamu tidak bekerja hari ini? Apakah kamu sedang libur?" tanyanya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.