Pernikahan Tersembunyi: My Imperfect CEO

Pencurian



Pencurian

0Aiden adalah seorang pria dengan harga diri tinggi. Tentu saja ia akan merasa sakit hati saat mendengar apa yang Raka katakan mengenai istrinya.     

Sementara itu, Anya tidak mau kehilangan martabatnya hanya demi memohon pada Aiden. Ia tidak mau terus memohon di hadapan Aiden setelah mengetahui pria itu tidak mau memaafkannya meski ia berusaha keras.     

Ia sudah melakukan semua yang ia bisa. Tidak ada cara lain selain menunggu hingga kemarahan Aiden mereda.     

Dalam beberapa hari, Anya memusatkan seluruh perhatiannya pada Rose Scent. Ia tidak lagi menemui Aiden. Meski tidak ada Abdi yang mengantarnya ke Rose Scent, ia tetap berangkat menaiki sepeda listriknya menuju ke perhentian bus setiap hari. Kemudian, ia akan naik bus hingga ke perhentian yang berada di dekat mall.     

Anya menghabiskan makan siang dan makan malamnya bersama dengan rekan-rekan kerjanya, kemudian ia bekerja lembur hingga jam sembilan malam. Setelah itu, ia kembali ke rumah dengan bus.     

Aiden pergi dari rumah pagi-pagi sekali. Setiap kali Anya turun sarapan, Aiden sudah pergi dari rumah. Di malam hari, ia bisa melihat Aiden duduk di ruang kerjanya saat Anya melewati ruang tersebut untuk pergi ke kamar tamu.     

Anya tidak tahu apa yang Aiden kerjakan sendirian di tempat itu. Tetapi setiap Anya pulang ke rumah dan melewati ruang kerja, tanpa sadar matanya selalu melihat ke arah Aiden.     

Aiden masih terlihat tampan seperti sebelumnya, tetapi tidak ada kelembutan di wajahnya seperti saat ia menatap Anya. Suasana di sekitarnya terasa menyeramkan. Tubuhnya seolah bisa memancarkan aura dingin yang mengusir siapa pun ribuan mil jauhnya, sama sekali tidak hangat seperti sebelumnya.     

Tepat jam 10 malam, Anya bergegas keluar dari Rose Scent untuk menaiki bus terakhir.     

Besok acara mall akan dimulai. Parfum ciptaan Anya akan diluncurkan di tiga cabang Rose Scent. Semua orang menghabiskan waktunya untuk lembur, menyiapkan semua yang diperlukan untuk acara besok. Itu sebabnya, Anya juga harus pulang malam.     

"Tuan, Anya baru saja menelepon. Katanya ia baru saja pulang dan akan tiba di rumah empat puluh menit lagi," kata Hana.     

Aiden menatap Hana sambil berpikir sejenak. Kemudian ia berkata, "Bilang Abdi aku akan pergi jam setengah sebelas malam."     

"Baik," Hana merasa sangat senang. Aiden dan Anya sudah berperang dingin selama beberapa hari. Akhirnya, hari ini Aiden berniat untuk berbaikan dengan Anya.     

Sementara itu, Anya sedang berada di dalam bus sambil mengantuk. Kalau bukan karena Hana meneleponnya dan mengingatkan untuk pulang, ia pasti akan ketinggalan bus. Ia terlalu fokus pada pekerjaannya tadi.     

Saat ia hampir saja terlelap, tiba-tiba saja Hana meneleponnya lagi. "Anya, Aiden mengatakan padaku bahwa ia akan pergi. Sepertinya ia akan menjemputmu," kata Hana dengan bersemangat.     

"Benarkah? Apakah Aiden yang mengatakannya?" tanya Anya dengan senang.     

"Tadi setelah kamu mengabari akan pulang, aku mengatakan pada Aiden bahwa kamu sedang menuju ke perhentian bus kedua dan akan tiba di rumah dalam empat puluh menit. Aiden meminta Abdi untuk mengantarkannya pergi. Bukankah itu artinya ia mau menjemputmu?" kata Hana dengan gembira.     

"Aku tidak yakin," kata Anya.     

"Aiden sudah berangkat. Seharusnya sebentar lagi ia akan tiba di perhentian busmu," kata Hana.     

Jantung Anya berdegup dengan sangat kencang. Aiden akan menjemputnya. Benarkah itu?     

Pada saat itu, mobil Aiden berhenti di seberang perhentian bus, agak jauh dari Anya. Ia bersembunyi sambil menatap ke arah Anya.     

Beberapa hari terakhir ini, Anya pindah dan tidur di kamar tamu karena ia mengatakan bahwa ia butuh waktu untuk sendiri. Namun, hari pertama ia tidak tidur dengan Anya, ia tidak bisa tidur dengan tenang.     

Sesekali, ia akan pergi ke kamar tamu untuk melihatnya tidur. Anya sama sekali tidak sadar bahwa Aiden datang. Ia tertidur dengan lelap seolah tidak memedulikan pertengkaran mereka.     

Begitu kembali ke kamarnya, Aiden merasa sangat marah. Ia terus berguling-guling di tempat tidur, tidak bisa memejamkan matanya. Ia hanya bisa memeluk gulingnya untuk menenangkan hatinya, merindukan kehangatan istrinya.     

Selama tiga hari berturut-turut, Anya tidak lagi mengajaknya bicara. Ia juga tidak berinisiatif untuk mencarinya. Hingga saat ini, perang dinginnya dengan Anya tidak berakhir juga.     

"Tuan, busnya sudah datang," kata Abdi saat melihat bus Anya datang. Aiden hanya mengangguk sambil menunggu Anya turun dari bus.     

Begitu turun dari bus, Anya menoleh ke kanan dan ke kiri untuk mencari keberadaan Aiden. Kata Hana, Aiden sudah berangkat untuk menjemputnya dari tadi. Seharusnya ia sudah tiba.     

Apakah jalanan macet? Mengapa Aiden belum juga muncul?     

Dari mobil, Aiden melihat Anya melihat sekelilingnya. Abdi yang melihat sosok Anya langsung bertanya, "Tuan, apakah Anda ingin turun untuk menjemput Nyonya? Atau saya saja yang turun?"     

"Jangan turun dulu. Lihat siapa yang Anya tunggu," Aiden duduk di dalam mobil dengan tenang sambil menatap ke arah Anya.     

Istrinya itu seperti sedang mencari seseorang. Siapa yang ia tunggu selarut ini?     

Ia selalu mengatakan bahwa ia sudah tidak berhubungan dengan Raka dan tidak akan bertemu dengannya lagi. Jika Anya benar-benar menunggu Raka, jika Raka benar-benar pria yang akan datang menemui Anya, Aiden akan menenggelamkan mereka berdua di danau rumahnya!     

Waktu terus berlalu. Anya masih menunggu kedatangan Aiden sementara Aiden juga menunggu Anya.     

Anya menunggu, menunggu dan menunggu. Hingga waktu menunjukkan pukul sebelas malam. Akhirnya, ia menerima kenyataan bahwa Aiden tidak akan datang. Sepertinya Hana salah mengira. Aiden tidak datang untuk menjemputnya.     

Anya menyeberangi jalan menuju ke toko bunga, tempat ia menitipkan sepedanya. Ia menyerah terhadap penantiannya dan memutuskan untuk pulang dengan mengendarai sepeda.     

"Tuan, Nyonya menyeberangi jalan dan pergi ke toko bunga di depan. Apakah kita akan menyusulnya?" tanya Abdi.     

"Mendekatlah ke arah toko tersebut. Hati-hati, jangan sampai Anya tahu. Cari tahu ke mana Anya akan pergi," perintah Aiden.     

Anya menyeberangi jalan dan berdiri di depan toko bunga, tempat ia memarkirkan sepedanya. Namun, sepedanya sudah tidak lagi berada di sana. Sepedanya telah hilang.     

Kunci sepedanya telah dibobol secara paksa dan tergeletak begitu saja di tempat ia memarkirkan sepedanya.     

Anya hanya bisa termenung di pinggir jalan sambil memandang ke arah tempat parkir yang sudah kosong. Seseorang telah mencuri sepedanya!     

Abdi sudah memutar dan menuju ke arah Anya. Namun ia tetap menjaga jaraknya dan berhenti di perempatan dekat toko bunga tersebut.     

"Nyonya sepertinya sedang menelepon seseorang. Apakah kita terus mengikutinya?" Abdi merasa lelah. Bukankah Aiden ingin menjemput Anya pulang kerja? Mengapa mereka berputar-putar seperti ini? Padahal Anya ada di depan mata mereka.     

Aiden menatap ke arah ponselnya. Anya tidak meneleponnya. Hal itu membuatnya merasa kecewa. Siapa yang sebenarnya Anya telepon.     

Setelah beberapa saat, sebuah mobil patroli polisi datang dan berhenti di dekat Anya.     

"Tuan, sepertinya sedang terjadi masalah. Saya akan keluar untuk mencari tahu," Abdi segera keluar dari mobil dan menemui Anya.     

Aiden hanya duduk di dalam mobil dan melihat sosok Anya yang berdiri di bawah lampu jalanan dari kejauhan. Ia sedang berbicara dengan polisi.     

Aiden teringat kembali saat Anya berdiri di tempat perhentian bus seolah sedang menunggu seseorang. Ia menahan dirinya untuk tidan turun dan menghampiri Anya. Ia tidak bisa membayangkan Anya mengkhianatinya di belakangnya.     

Setelah berbicara sejenak, Anya mengikuti polisi tersebut menuju ke sebuah toko serba ada untuk memeriksa CCTV di jalan.     

Toko bunga itu tutup pada pukul setengah sepuluh dan membiarkan sepeda listrik Anya berada di luar. Ia pikir sepeda itu akan aman karena memiliki kunci. Tetapi pada pukul setengah sebelas, seseorang datang dan mencurinya.     

Pada saat itu, Anya masih berdiri di perhentian bus sambil menunggu kedatangan Aiden sehingga ia tidak segera menuju ke toko bunga.     

Seandainya ia menuju ke toko bunga dan mengambil sepedanya, ia akan menemukan pencuri yang berusaha untuk mengambil sepedanya. Mungkin ia bisa menggagalkan pencurian tersebut.     

"Pak polisi. Apakah sepeda saya masih bisa ditemukan?" tanya Anya dengan sedih.     

"Kami akan berusaha untuk mencarinya. Jika ada kabar, kami akan langsung memberitahumu." Polisi itu melihat Anya hendak menangis dan bertanya, "Nak, di mana rumahmu? Apakah kamu mau kami antar pulang?" Ia melihat sosok mungil Anya seperti melihat putrinya sendiri sehingga polisi tersebut merasa kasihan pada Anya.     

Anya hanya menundukkan kepalanya, tidak bisa menahan tangisnya. Mulutnya bungkam sementara air mata menetes di pipinya.     

"Nak, kami akan berusaha untuk menemukannya. Jangan sedih!" kata polisi tersebut dengan panik.     

"Terima kasih atas bantuannya," Anya menunduk dan berusaha untuk menahan tangisnya.     

Abdi yang mendengarkan semuanya dari jauh segera berlari ke mobil dan melaporkan pada Aiden. "Tuan, sepeda Nyonya telah dicuri di depan toko bunga. Sepertinya Nyonya sangat sedih hingga menangis."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.