Pernikahan Tersembunyi: My Imperfect CEO

Perang Dingin



Perang Dingin

0"Aku sudah menggosok gigiku. Aku tidak mau makan lagi," kata Aiden dengan dingin.     

"Tapi Anya …"     

"Bu Hana, aku punya alasanku sendiri. Sudah malam. Beristirahatlah!" sela Aiden sebelum Hana bisa menyelesaikan kalimatnya.     

Hana hanya bisa menggelengkan kepalanya dengan tidak berdaya dan meninggalkan kamar Aiden.     

Anya masih menangis sambil menyendok makanannya. Setelah menyuapkan dua sendok, rasanya ia tidak ingin makan lagi.     

Ia bangkit berdiri dan mulai membersihkan piring-piring di meja. Makanan yang sudah ia buat hari ini tidak tersentuh sama sekali. Dalam hati, ia mengingatkan dirinya untuk tidak memohon di hadapan Aiden. Semakin ia memohon, Aiden akan semakin memandang rendah dirinya.     

Hana yang sedang turun melihat Anya sedang membereskan meja. Ia bergegas menghampirinya. "Anya, tanganmu terluka. Jangan terlalu banyak bergerak. Biar aku membantumu."     

"Apa yang ia lakukan?" tanya Anya dengan suara pelan.     

"Aiden baru saja selesai mandi dan sedang mengeringkan rambutnya," kata Hana.     

Anya mengangguk mendengar jawaban itu. "Hmm … Aku akan naik ke atas. Selamat malam, Bu Hana."     

Anya naik ke atas menuju ke kamarnya. Ia berniat untuk mengambil barang-barangnya dan pindah ke kamar tamu.     

Saat ia berjalan menuju kamar tamu, ia melihat lampu di ruang kerja Aiden masih menyala dan pintunya terbuka. Ia harus melewati ruang kerja Aiden untuk menuju ke kamar barunya.     

Jantungnya berdegup dengan kencang saat ia mendekap semua barangnya di dadanya. Ia menarik napas dalam-dalam dan melewati ruang kerja Aiden dengan cepat.     

Aiden bisa mendengar suara langkah kaki Anya. Saat ia mengangkat kepalanya, ia melihat Anya melewati ruang kerjanya sambil membawa barang-barang di tangannya.     

"Anya! Kembalilah!" teriak Aiden.     

Anya berhenti melangkah. Ia baru ingat Aiden bisa mendengar langkah kakinya sehingga pria itu pasti tahu ia melewati ruang kerja Aiden. Ia menarik napas dalam-dalam dan tetap melanjutkan langkahnya. Setelah meletakkan semua barangnya di kamar tamu, Anya kembali ke ruang kerja Aiden.     

"Ada apa?" tanya Anya dengan tatapan kosong. Bibirnya sedikit gemetaran sementara tubuhnya tegang seolah berjuang keras untuk menahan perasaannya.     

"Apa yang kamu lakukan? Mengapa kamu pergi ke kamar tamu?" tanya Aiden.     

"Tadi siang kamu bilang kamu butuh waktu untuk sendirian dan menyuruhku untuk pindah ke kamar tamu. Aku tidak tahu harus berbuat apa. Jika kamu ingin menceraikan aku, aku menerimanya. Aku harap kamu bisa memberiku waktu untuk mengumpulkan uang dan membayar semua hutangku padamu," kata Anya dengan tenang.     

Aiden merasa kesal saat mendengar Anya pindah ke kamar tamu. Apakah ajaran Nico tadi siang tidak ada gunanya? Bukankah Nico sudah mengatakan untuk membujuk seorang pria, ia harus mendekatinya dengan memberi makan atau tidur dengannya?     

Lalu mengapa Anya berbuat seperti ini?     

Aiden sudah memintanya agar tidak menemui Raka, tetapi ia tidak mau mendengarnya.     

Saat Aiden meminta Anya untuk pindah ke kamar tamu, Anya langsung menurutinya. Ia langsung mengepak semua barangnya dan pergi ke kamar tamu, membiarkan perang dingin terjadi di antara mereka.     

"Buat apa menunggu? Selama kamu menelepon Raka, pria itu bisa langsung membayar semua hutangmu," kata Aiden dengan tersenyum. Namun, senyum di wajahnya itu jelas mencemooh Anya.     

Mata anya terasa perih. Tanpa sadar, tangannya terkepal dengan sangat erat. Kata-kata Aiden sama seperti pisau yang sangat tajam, menusuk tepat di jantungnya.     

"Terserah apakah kamu mau percaya padaku atau tidak. Aku tidak ada hubungan apa pun dengan Raka. Beri aku waktu tiga bulan. Aku akan menjual hasil tanamanku dan membayar semua hutangku kepadamu. Selamat malam," Anya berbalik tanpa menunggu jawaban dari Aiden dan segera berlari menuju ke kamar tamu.     

Aiden terlihat sangat marah. Tangannya yang bersandar di pegangan kursi terkepal erat seolah ingin memukul sesuatu.     

Ia tahu bahwa Anya bukanlah wanita yang kuat. Selama ini ia berjuang seorang diri karena terpaksa. Ia berpura-pura kuat untuk menghadapi dunia. Namun, bersama dengan Aiden, ia menunjukkan sisi rapuhnya. Ia mengandalkan Aiden untuk bisa bertahan.     

Sekarang, Anya memasang topengnya kembali. Ia mengeluarkan cakarnya, karena ia sadar bahwa Aiden sudah tidak berada di pihaknya.     

Anya memilih untuk berpisah dengannya dan tidak peduli jika Aiden menceraikannya. Ia bahkan mengatakan akan membayar semua hutangnya.     

Kalau memang Anya ingin menjauh darinya, biarkan saja. Ia ingin tahu seberapa lama Anya bisa bertahan seorang diri …     

…     

Esok paginya, setelah mandi, Anya bergegas turun untuk sarapan.     

"Selamat pagi, Anya. Hari ini Abdi mengantarkan Aiden untuk pergi ke kantor. Sepertinya kamu harus berangkat kerja sendiri," kata Hana.     

Anya terdiam sejenak dan melihat jam di dinding. Ia hanya punya waktu satu jam untuk pergi ke Rose Scent. Jika ia sarapan, ia benar-benar akan terlambat.     

"Bu hana, bisakah kamu membungkuskan sarapan untukku. Aku akan memakannya di perjalanan." Saat Hana membungkuskan makanan, Anya berniat untuk memesan taksi. Tetapi ia mengingat bahwa ia harus mengumpulkan uang setelah berpisah dengan Aiden. Ia tidak punya banyak uang, jadi ia tidak bisa menghamburkan uangnya untuk taksi.     

Ia segera mengambil sepeda listrik miliknya dan membawa sarapan yang dibungkus oleh Hana untuk pergi ke Rose Scent.     

Apakah Aiden pikir ia tidak bisa pergi kerja tanpa adanya supir? Apakah Aiden pikir Anya tidak bisa berbuat apa-apa jika tidak mengandalkan suaminya itu?     

Anya bisa melakukan apa pun. Ia sudah terbiasa hidup sendirian dan tidak masalah jika ia harus kembali sendirian seperti dulu.     

Sepuluh menit kemudian, Anya tiba di dekat salah satu perhentian bus. Ia mampir ke salah satu toko bunga yang dikenalnya untuk menitipkan sepeda listriknya. "Bibi, aku titip sepedaku di depan tokomu, ya! Ini ada sarapan untukmu." Anya segera berlari menyeberangi jalan untuk mengejar bus yang telah tiba.     

Bibi penjaga toko bunga itu keluar saat melihat sosok Anya. "Anya hati-hati! Banyak kendaraan di jalan!"     

Setelah menyeberang, Anya berbalik dan melambaikan tangannya pada bibi itu sambil meneriakkan terima kasih. Sebagai pemilik taman bunga, Anya sering menjual bunganya ke toko-toko terutama toko bunga ini sehingga ia bisa mengenal pemiliknya.     

Empat puluh menit kemudian, Anya tiba di mall tempat kerjanya sambil tersenyum. Ia tidak terlambat!     

"Tuan, Nyonya baru saja keluar dari bus. Saya tidak melihat sepedanya!" lapor Mila pada Aiden melalui telepon. Begitu melihat sosok Anya, ia segera memberi kabar pada Aiden.     

"Kalau ada sesuatu yang terjadi, langsung laporkan padaku," kata Aiden sebelum menutup teleponnya.     

Hari ini, Aiden sengaja membawa Abdi bersamanya dan meninggalkan Anya di rumah sendirian. Hana meneleponnya dan mengatakan bahwa Anya pergi kerja dengan menggunakan sepeda listriknya.     

Mila melihat Anya turun dari bus. Itu artinya, Anya menaiki sepedanya menuju ke salah satu perhentian bus dan menaiki bus hingga tiba di mall.     

Bibir Aiden membentuk senyuman saat mengetahui perjuangan istrinya. Ia berharap Anya bisa belajar untuk semakin kuat.     

Begitu tiba di Rose Scent, Anya bergegas menuju ke area pembuatan parfum khusus untuk merapikan alat-alatnya. Setelah semuanya siap, ia bergegas naik ke lantai dua untuk menemui Esther.     

"Kemarin, Mila sudah memberitahuku mengenai idemu. Aku rasa saranmu sangat bagus. Tetapi Aiden …"     

"Bu Esther, Aiden adalah seorang pebisnis. Ia tidak akan peduli apa pun yang terjadi selama penghasilan toko bisa meningkat," potong Anya.     

"Aku punya ide tambahan. Semua karyawan yang bersedia mengikuti pelatihan akan mendapatkan kesempatan untuk dipromosikan menjadi pegawai senior dengan gaji yang lebih tinggi. Dengan itu, akan banyak orang yang lebih tertarik untuk belajar," kata Esther.     

"Aku akan mengikuti semua pengaturanmu," kata Anya sambil tersenyum.     

"Dokumen persetujuannya sudah dikirimkan. Kita hanya punya waktu empat hari dan harus mempercepat proses persetujuannya. Bagaimana rencanamu mengenai peluncuran produk?" tanya Esther.     

"Setiap toko akan mendapatkan tiga puluh produk baru. Sepuluh botol parfum pria dan dua puluh botol parfum wanita," kata Anya.     

"Itu artinya, kita membutuhkan tiga puluh botol parfum pria dan enam puluh botol parfum wanita untuk tiga cabang toko. Bisakah kamu menyelesaikannya dalam empat hari?" tanya Esther dengan khawatir.     

"Aku akan lembur," Anya menunjukkan semangat dan tekadnya.     

"Kamu dan Aiden baru saja menikah. Mana berani aku menyuruhmu lembur," kata Esther sambil terkekeh.     

Ketika mendengar candaan ini, senyum di wajah Anya membeku. "Ia juga tidak ingin melihat wajahku," gumam Anya.     

"Apa yang terjadi?" Esther bisa melihat perubahan raut wajah Anya.     

"Bu Esther, jika aku bercerai dengan Aiden, apakah aku bisa tetap bekerja di sini?" tanya Anya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.