Pernikahan Tersembunyi: My Imperfect CEO

Merayu Pria



Merayu Pria

0"Sayang, ada apa menelepon? Apakah kamu merindukan aku? Aku belum selesai bekerja," suara Nico terdengar menggoda Tara dari seberang telepon.     

Tara hanya bisa mendengus mendengar sapaan Nico. Sayang, sayang … Mungkin semua wanita yang ada di dunia ini memiliki panggilan yang sama dari Nico.     

Tara mengabaikan sapaan Nico dan langsung menanyakan inti permasalahannya. Ia menyalakan speaker ponselnya agar Anya juga bisa mendengar apa yang Nico katakan. Ketika Anya mendengar suara Nico, ia langsung membungkam mulutnya. Ia tidak berani mengatakan apa pun lagi, takut keponakannya itu mengetahui keberadaannya.     

"Nico, aku ingin menanyakan sesuatu padamu," kata Tara.     

"Aku benar-benar menyukaimu. Sungguh!" kata Nico tanpa aba-aba.     

Tara memutar bola matanya. "Aku tidak menanyakan hal itu."     

"Lalu apa yang ingin kamu tanyakan? Tanyakan saja!" kata Nico sambil terkekeh. Ia suka menggoda Tara. Reaksi Tara tidak seperti kebanyakan wanita lainnya.     

"Aku punya teman yang sedang bertengkar dengan kekasihnya. Apakah kamu bisa memberi saran?" tanya Tara.     

Alis Nico terangkat. Entah mengapa pandangannya langsung tertuju ke arah Aiden meski Tara tidak menyebutkan siapa temannya yang sedang bertengkar.     

Tidak heran Pamannya itu kembali ke kantor dengan wajah yang suram. Ternyata Pamannya sedang bertengkar dengan bibinya.     

Di ujung telepon, Anya mencengkeram tangan Tara dengan erat dan menggelengkan kepalanya dengan putus asa, mengisyaratkan agar Tara tidak mengatakan apa pun.     

Tara hanya mengedipkan matanya pada Anya dan memasang raut wajah 'jangan khawatir'. Kemudian, ia berkata lagi pada Nico. "Temanku dijebak oleh seseorang. Orang tersebut sengaja mempertemukannya dengan mantan kekasihnya dan ketahuan oleh kekasihnya yang sekarang. Ia benar-benar ingin berbaikan dengan kekasihnya tetapi tidak tahu bagaimana cara meminta maaf. Kamu kan seorang pria. Menurutmu, apa yang harus temanku lakukan?"     

Nico melirik ke arah Aiden. Bibirnya tersenyum puas saat menatap ke arah Aiden, membuat Aiden ingin melemparkan Nico dari jendela kantornya.     

"Semakin seorang pria mencintai kekasihnya, ia akan semakin berharap wanita itu melupakan masa lalunya dan tidak berhubungan dengan mantan kekasihnya. Mengapa temanmu bertemu dengan mantan kekasihnya lagi?" kata Nico dengan kesal.     

Ia telepon sambil menatap raut wajah Aiden dengan seksama dan menjaga jarak karena takut Aiden akan melakukan sesuatu padanya. Wajahnya benar-benar menyeramkan.     

"Temanku sangat polos. Ia tidak berpikir sebelum bertindak sehingga banyak orang memanfaatkannya. Kekasihnya itu tahu bahwa ia dijebak, tetapi ia tetap marah pada temanku. Sekarang mereka berdua sedang bertengkar hebat. Apakah kamu punya saran untuk menyelesaikannya?" tanya Tara.     

Anya hanya bisa menutup wajahnya dengan malu. Ia benar-benar ingin mati.     

Tara memang tidak menyebut namanya secara langsung, tetapi ia sudah memberi tanda dengan jelas. Nico pasti tahu bahwa orang yang dibicarakan oleh Tara adalah dirinya.     

"Aku punya satu trik yang menjamin kekasihnya pasti memaafkannya," kata Nico. Namun, tiba-tiba ia merasakan aura dingin dari belakangnya dan melihat Aiden menatapnya dengan tatapan membunuh.     

Nico benar-benar ingin menangis melihatnya. 'Paman, aku berusaha untuk membantumu! Mengapa kamu menatapku seperti itu? Bibi terlalu polos dan tidak tahu bagaimana sifatmu, jadi aku berniat untuk membantunya!' tangis Nico dalam hati.     

Aiden memahami niat Nico tetapi ia hanya membalasnya dengan tatapan dingin seolah menyuruh Nico untuk mengurus urusannya sendiri.     

Nico ingin melarikan diri dari kantor Aiden dengan membawa ponselnya, tetapi Aiden langsung berdeham. Ia berhenti dan tidak berani keluar dari tempat itu.     

"Bagaimana caranya? Apa yang harus temanku lakukan supaya kekasihnya itu memaafkannya? Apakah ia harus meluruskan kesalahpahaman terlebih dahulu?" tanya Tara.     

"Salah paham apanya. Temanmu memang bertemu dengan mantan kekasihnya. Itu bukan kesalahan siapa pun, tetapi kesalahannya sendiri. Bukankah ia yang membuat dirinya dijebak?"     

Nico melirik ke arah Aiden untuk mencari tahu reaksi dari Pamannya. Saat melihat Aiden tidak mengatakan apa pun, ia melanjutkan, "Kekasihnya sangat mencintainya dan memedulikan perasaannya, tetapi temanmu tidak merasakan hal yang sama. Tentu saja ia akan marah. Tetapi sebenarnya, pria sangat mudah untuk dibujuk. Ada dua cara untuk sampai ke hati pria, yaitu dengan memberinya makan dan tidur dengannya."     

"Hanya itu?" Tara terlihat curiga. Memang Nico adalah playboy sejati.     

"Pria tidak serumit wanita. Jika kamu ingin merayuku, kamu juga bisa menggunakan dua cara itu. Aku pasti akan langsung jatuh cinta padamu," kata Nico sambil tersenyum.     

"Jangan bermimpi!" Tara mendengus dengan dingin. Kemudian ia bertanya, "Bukankah kekasih temanku itu terlalu jahat?"     

"Jika seorang pria mencintai kekasihnya, tentu saja pria itu tidak ingin ada pria lain di hati kekasihnya. Beri nasihat pada temanmu agar tidak bertemu dengan mantan kekasihnya lagi dan jangan berhubungan dengan mantan kekasihnya. Masa lalu adalah masa lalu," kata Nico. Kemudian ia menambahkan, "Kalau memang temanmu masih ingin berteman dengan mantan kekasihnya, ia harus meminta persetujuan kekasihnya sekarang. Kalau tidak, itu sama saja dengan berkhianat."     

Anya mengangguk dan memberi isyarat agar Tara segera menutup teleponnya.     

"Baiklah, aku akan memberitahunya," kata Tara. Setelah diam sejenak, ia bertanya lagi, "Bagaimana cara merayu seorang pria?"     

"Hmm … Untuk merayu pria …" Nico melihat wajah Aiden semakin menyeramkan dan ia segera berkata, "Lebih baik kamu mencarinya di internet."     

"Baiklah kalau kamu sibuk. Terima kasih," kata Tara, langsung menutup teleponnya.     

Nico memandang ponselnya sambil berusaha menahan senyumnya. Ia berjalan menghampiri Aiden dan duduk pinggir meja. "Paman, apakah kamu bertengkar dengan bibi?"     

"Tidak," kata Aiden dengan dingin.     

"Bibi masih sangat muda. Kamu harus bersabar dalam menghadapinya Paman. Kamu harus membimbingnya, tetapi juga tidak boleh terlalu keras padanya," saran Nico.     

"Apakah aku terlalu keras?" mata Aiden menatap Nico dengan tajam, membuatnya ketakutan.     

"Paman, bisakah kita berbicara dengan santai?" Nico langsung turun dari meja Aiden dan pasang ancang-ancang untuk kabur. "Jika kamu pulang nanti malam dan Bibi merayumu, kamu bisa memanfaatkan kesempatan itu dan memaafkannya."     

"Pergilah," gerutu Aiden.     

"Aku tidak ada pekerjaan. Masalah berkomunikasi di tempat tidur …"     

"Pergilah!" Aiden mengambil dokumen di atas meja dan melemparkannya ke arah Nico.     

Dengan gesit Nico segera melompat. Ia mengambil dan merapikan dokumen tersebut, lalu meletakannya di atas meja Aiden sebelum kabur.     

…     

Tepat pukul tujuh malam, Hana menelepon Aiden dan berkata, "Tuan, malam ini Anya memasak khusus untuk Anda. Jam berapa Anda akan pulang?"     

"Ia ingin menyenangkanku dengan masakan?" Aiden mendengus dengan dingin.     

"Tuan, Anya terluka tetapi tetap rela masak untuk Anda. Kakinya diperban tetapi ia harus berdiri berjam-jam di dapur. Tangannya tidak sengaja tergores pisau. Ia juga tidak sengaja terkena minyak panas. Anya berusaha keras memasak untuk Anda malam ini," kata Hana, berusaha membujuk Aiden.     

"Mengapa ia begitu ceroboh …" cibir Aiden.     

"Anya masih sangat muda. Jika ada sesuatu yang terjadi, lebih baik dibicarakan secara langsung. Anya pasti mau mendengarkan. Pulanglah, Tuan, terimalah permintaan maaf yang tulus dari istri Anda," saran Hana.     

"Aku akan kembali nanti. Suruh ia makan dulu," kata Aiden sebelum menutup teleponnya.     

Ia ingin pulang dan melihat keadaan Anya. Ia juga ingin mencoba masakan Anya. Tetapi ia menahan dirinya ketika memikirkan apa yang telah Anya perbuat.     

Aiden lembur di kantornya dan tidak pulang hingga pukul sepuluh malam. Ketika ia tiba di rumah, waktu sudah hampir mendekati pukul sebelas malam.     

0

Begitu ia keluar dari mobil, ia melihat sosok mungil berlari ke arahnya.     

Tidak menunggu reaksi Aiden, Anya langsung bergegas menguburkan tubuhnya di pelukan Aiden. Tangannya memeluk pinggang Aiden dengan erat.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.