Pernikahan Tersembunyi: My Imperfect CEO

Kejam



Kejam

0"Tuan, ada jalan untuk putar balik di depan. Apakah Anda mau menjemput Nyonya?" tanya Abdi. Ia benar-benar mengkhawatirkan Anya. Nyonya-nya itu ditinggal di tengah jalan seorang diri. Bagaimana jika ada sesuatu yang terjadi kepadanya?     

"Tidak," kata Aiden.     

"Tapi, Tuan …"     

"Abdi, kita tidak akan menjemput Anya. Jangan buat aku mengulang perintahku untuk yang kedua kalinya," kata Aiden dengan dingin. Batas kesabarannya sudah habis.     

…     

Anya berjalan sambil memikirkan semua kesalahannya.     

Memang benar hari ini ia bersalah karena telah mengunjungi Raka.     

Dan semua yang dikatakan Raka … Anya tahu pria itu berniat untuk membantunya karena ia mengetahui asal mula pernikahan Anya dan Aiden. Raka sengaja membuat Aiden merasa marah, memojokkan Aiden agar Aiden mau menceraikan Anya dan mengembalikan kebebasannya.     

Anya bisa melihat niat di balik tindakan Raka. Apakah Aiden tidak bisa melihatnya?     

Di dalam pernikahan ini, memang ia tidak punya hak untuk melakukan apa pun. Aiden telah melakukan semuanya untuknya, tetapi ia tidak bisa melakukan apa pun untuk membantu Aiden. Ia hanya bisa menanti saat Aiden sudah tidak menginginkannya lagi dan membuangnya begitu saja.     

Ketika hari itu tiba, Anya akan menghilang dari kehidupan Aiden. Ia akan pergi sejauh mungkin agar tidak merepotkan Aiden dan tidak melibatkan Raka dalam hubungannya yang rumit.     

Anya membeli sebotol air minum di dekat perhentian bus dan kembali berjalan.     

Ia bersedia menerima hukuman ini karena memang hari ini adalah kesalahannya. Ia akan menunjukkan kepada Aiden bahwa ia menyesali perbuatannya. Ketika pulang nanti, Aiden akan memaafkannya dan hubungan mereka akan kembali baik-baik saja seperti sebelumnya.     

Aiden memang menolak saran Abdi untuk menjemput Anya, tetapi ia menyuruh Abdi untuk memutar balik dan mengikuti Anya dari belakang secara diam-diam. Aiden ingin tahu apakah Anya benar-benar menyesali perbuatannya.     

Anya kembali berjalan di bawah sinar matahari. Keringat membanjiri tubuhnya, menetes hingga ke luka di lututnya, membuat kakinya terasa perih.     

Ia berhenti untuk berteduh sejenak di bawah pohon, menggunakan air minum yang ia beli untuk membasuh luka di kakinya agar tidak terlalu perih. Kemudian, ia kembali berjalan lagi.     

Abdi tidak bisa menahan rasa khawatirnya. "Tuan, sepertinya Nyonya terluka."     

Setelah tinggal beberapa lama di rumah Aiden, semua pegawai rumah tersebut, dari pelayan, tukang taman, hingga Abdi sebagai supir, menjadi semakin dekat dengan Anya. Anya selalu menyapa mereka dengan sopan, tidak pernah memerintah mereka dengan semena-mena. Bahkan sesekali Anya akan membagikan masakan buatannya.     

Mereka semua memiliki hubungan yang baik dengan Anya. Bisa dibilang, mereka semua menyayangi Nyonya-nya.     

Sekarang, melihat Anya menderita setengah mati seperti ini, Abdi melupakan rasa takutnya dan memohon untuk Anya.     

Namun, Aiden berpura-pura tidak mendengar permohonan Abdi dan menatap Anya dengan dingin.     

Anya berjalan semakin pelan dan semakin pelan. Luka di lututnya terasa semakin perih. Ia merasa kepanasan di bawah sinar matahari dan bajunya basah karena keringat. Mungkin lukanya sudah terinfeksi keringat yang terus menetes.     

Kepalanya terasa pusing di bawah terik sinar matahari dan tubuhnya terasa berat. Ia masih harus berjalan jauh untuk tiba di rumah.     

Sambil berjalan, ia memikirkan suaminya. Aiden benar-benar marah padanya. Awalnya, ia pikir Aiden akan menunggunya di tengah jalan, atau mengirim seseorang untuk menjemputnya. Namun, setelah berjalan cukup jauh, Anya sadar bahwa itu hanyalah impiannya belaka.     

Ia sama sekali tidak melihat mobil Aiden.     

"Aiden sungguh kejam. Ia bilang percaya kepadaku, tetapi ia tetap marah dan cemburu," Anya merasa sangat lelah sehingga ia hanya bisa melampisaskan kemarahannya itu pada Aiden meski ia tidak berani mencela Aiden di depannya secara langsung.     

Kekesalannya itu membuatnya terus berjalan maju.     

Meski demikian, tenaganya juga semakin habis. Ia sedikit oleh dan tanpa sadar tersandung hingga terperosok ke tanah. Ia mendarat di tengah rerumputan dengan keadaan yang menyedihkan, sementara matahari seolah mengoloknya dan terus menyinarinya.     

Ia berusaha untuk bangkit berdiri, tetapi kakinya terasa seperti jeli. Kakinya gemetaran sehingga ia kembali terduduk di tanah.     

"Apakah ada orang? Tolong bantu aku," teriak Anya dengan tidak berdaya.     

Jalan itu cukup sepi sehingga jarang dilewati oleh orang-orang. Anya hanya bisa duduk terdiam, tidak berusaha untuk bangkit dan tidak berusaha untuk meminta tolong. Air mata mengalir di sudut matanya.     

Akhirnya, Aiden turun dari mobil dan menghampiri Anya. Dari jauh, ia bisa melihat Anya terduduk di tanah tanpa bisa berbuat apa-apa.     

Bahunya sedikit gemetaran, menunjukkan bahwa wanita itu sedang berusaha keras untuk menahan tangisnya.     

Langkah Aiden terhenti saat melihatnya. Ia mengepalkan tangannya dengan erat, mendengar tangisan Anya yang menyedihkan. Apakah ia beriskap terlalu kejam pada Anya?     

Ia hanya ingin menghukum Anya, tetapi melihat Anya terluka dan menangis seperti ini, hatinya juga terasa sakit. Lalu apa yang harus ia lakukan?     

Aiden menghela napas dan berjalan menghampirinya.     

Ia berdiri di hadapan Anya dan memandangnya dengan dingin. "Apa gunanya menangis? Apakah menangis bisa menyelesaikan masalahmu?"     

Anya menengadah, melihat sebuah sosok berdiri di hadapannya, disinari oleh sinar matahari terik yang membutakan matanya.     

Tubuh Aiden sedikit bergeser untuk menutupi sinar matahari tersebut agar Anya tidak terlalu kepanasan.     

"Mengapa kamu kembali?" Anya menghapus air matanya dan berusaha untuk bangkit lagi. Tetapi kakinya terlalu sakit sehingga ia tidak bisa bergerak.     

Abdi bergegas menghampiri dari belakang dengan panik. "Nyonya, apakah Anda bisa berdiri? Apakah perlu saya panggilkan ambulans?"     

"Tidak perlu. Aku baik-baik saja," Anya mengulurkan tangannya pada Aiden, meminta bantuan suaminya itu untuk bangkit berdiri, tetapi Aiden diam saja di tempatnya.     

Abdi merasa tidak tega membiarkan Anya sendirian sehingga ia segera melangkah maju. "Biarkan saya membantu Anda, Nyonya." Namun sebelum bisa melakukannya, Aiden mengangkat tangannya untuk menghentikan Abdi. Ia menunduk dan membantu Anya utnuk berdiri. Kemudian, ia menggendong tubuh Anya dan berjalan dengan hati-hati.     

Abdi terus mendampinginya, takut Aiden akan terjatuh karena tidak bisa melihat.     

Anya yang berada di pelukan Aiden hanya bisa menatap Aiden dengan penuh harap, tetapi tidak bisa mengucapkan apa pun.     

"Ak- … Bajuku kotor. Turunkan saja aku, biarkan aku berjalan sendiri," kata Anya dengan suara pelan.     

"Diamlah. Kalau tidak aku akan menjatuhkanmu ke tanah," kata Aiden dengan dingin.     

Anya langsung menutup mulutnya. Matanya mengedip-ngedip untuk menyingkirkan bekas air mata yang masih menggenang.     

"Aiden, ketika aku mengatakan bahwa hanya kamu yang ada di hatiku, aku tidak berbohong. Aku bersungguh-sungguh," kata Anya dengan suara lirih.     

"Aku tahu," jawab Aiden dengan pelan.     

"Luka itu … Semuanya karena aku. Aku merasa bersalah dan bertanggung jawab …"     

"Terlalu baik hati malah akan merugikanmu. Aku sudah bilang padamu bahwa sifatmu yang lembek itu hanya akan menjatuhkanmu ke jurang neraka. Apakah kamu memikirkan mengenai perasaanku ketika Natali membawaku ke kamar Raka dan menemukan kamu tidur berpelukan dengan lelaki lain?" mata Aiden terlihat dingin saat menatap Anya yang berada di pelukannya.     

Anya menelan ludahnya dan berbisik. "Kamu pasti benar-benar ingin membunuhku dan Raka pada saat itu."     

"Tetapi aku tidak melakukannya, karena aku tahu kamu dijebak. Orang itu ingin agar aku salah paham padamu, mengira bahwa kamu mengkhianatiku. Tetapi yang membuatku lebih sakit adalah perhatianmu pada Raka. Aku sangat marah. Aku marah karena kamu terlalu peduli pada Raka dan itu menyakiti hatiku!" kata Aiden.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.