Pernikahan Tersembunyi: My Imperfect CEO

Nyonya Rumah



Nyonya Rumah

0Anya melihat ubi panggang yang dicarinya ternyata berada di tangan Aiden. Bagaimana mungkin ia mengatakan bahwa ia menyiapkan ubi panggang itu untuk dirinya sendiri?     

Ia langsung bersikap manis di hadapan Aiden. "Kamu sudah bangun! Aku menyiapkan ubi panggang itu untukmu. Makanlah selagi masih panas."     

"Tanganku sakit. Suapi aku," kata Aiden.     

Aiden tidak hanya memakan ubi panggangnya, tetapi juga meminta Anya untuk menyuapinya. Anya hanya bisa meringis.     

"Ada apa dengan tanganmu? Apakah kamu mau aku pijat?" tanya Anya sambil mendekat ke arah Aiden.     

"Hanya salah posisi saat tidur dan sekarang tanganku mati rasa," Aiden mengangkat piring di tangannya, mengisyaratkan agar Anya segera menyuapinya.     

Anya duduk di samping Aiden dan mengambil piring itu dari tangannya. Ia mulai menyuapkan ubi panggang tersebut sambil menelan ludahnya sendiri.     

"Apakah itu enak?"     

"Hmm ... Manis dan enak," kata Aiden.     

"Aku baru saja memanennya tadi. Ini masih segar," Anya mengatakannya sambil memandang ke arah ubi panggang tersebut. Ia sangat lapar!"     

Dalam hati, Aiden tertawa kecil melihat Anya. Istrinya itu memang sangat mencintai makanan meski tubuhnya langsung.     

"Apakah kamu juga mau?" tanya Aiden dengan sengaja.     

"Tidak. Untukmu saja," kata Anya sambil terus menyuapkannya pada Aiden.     

Aiden tersenyum mendengarnya. Ia tahu Anya menginginkannya hingga hampir meneteskan air liurnya, tetapi Anya masih menahan diri di hadapannya.     

"Mengapa suapan yang ini rasanya tidak enak?" kata Aiden tiba-tiba.     

"Ha? Mana mungkin rasanya tidak enak? Ini dari ubi yang sama," kata Anya sambil memiringkan kepalanya dengan heran.     

"Coba saja. Itu benar-benar tidak enak!" Aiden mengerutkan keningnya.     

Anya langsung panik dan menyuapkan ubi itu ke mulutnya. Ia juga ikut mengerutkan kening saat mencicipi ubi tersebut. "Ini manis. Tidak ada yang aneh. Aromanya juga wangi."     

"Benarkah? Apakah itu enak?" tanya Aiden sambil tersenyum.     

Anya memicingkan matanya dan menatap Aiden. "Apakah kamu sengaja berbohong?"     

Aiden tertawa saat melihatnya. "Aku tidak bisa menikmati makanan enak sendirian," katanya sambil mengelus kepala Anya.     

"Apakah kamu mau lagi? Masih ada ubi panggang lagi di bawah. Aku akan mengambilkannya untukmu," kata Anya sambil balas tersenyum.     

"Tidak! Makanlah!" tangan Aiden terus mengelus kepala Anya. Istrinya ini benar-benar seperti anak kecil. Hanya ubi panggang saja sudah bisa membuatnya sangat gembira seperti ini.     

"Apakah kamu benar-benar tidak mau?" tanya Anya sambil mengarahkan garpu yang ia pegang ke depan mulut Aiden.     

Melihat Anya menyuapinya dengan inisiatif sendiri, tidak mungkin Aiden menolaknya. Mereka menghabiskan ubi panggang itu bersama-sama sambil mengobrol.     

"Apakah kamu sudah selesai? Kita harus segera ke rumah sakit," kata Aiden.     

Sebelum mandi, Anya menyiapkan baju Aiden terlebih dahulu. Ketika ia keluar dari kamar mandi, Aiden sudah mengganti pakaiannya dan menunggunya.     

Anya hanya bisa menatap Aiden dengan curiga. Setelah kembali dari luar negeri, sikap Aiden sangat aneh. Ia terlihat santai dan mudah diajak berbicara, tidak seperti Aiden yang dingin.     

Barusan, ia hanya menyiapkan baju Aiden dan tidak membantunya untuk berganti pakaian, tetapi Aiden sudah mengenakan pakaiannya dengan rapi seolah ia bisa melihat.     

Anya tidak yakin, tetapi ia merasa penglihatan Aiden sudah pulih.     

Mari kita lihat apakah ia benar-benar bisa melihat dan berpura-pura di hadapannya.     

"Ayo pergi," kata Anya sambil tersenyum.     

Aiden bangkit berdiri dari sofa saat mendengar Anya memanggilnya. Ia berdiri dengan santai dan elegan, tetapi sedetik kemudian, ia tidak sengaja menabrak meja kecil di samping sofa.     

Anya segera menghampirinya dengan panik, "Apakah kamu tidak apa-apa? Mana yang sakit?"     

"Lututku!" kata Aiden dengan serius.     

Anya langsung berlutut dan hendak mengangkat celana Aiden untuk memeriksa lukanya. Namun, Aiden melangkah ke belakang dan menghindari Anya.     

"Tidak perlu dilihat. Jika kamu mengelusnya saja, sakitnya sudah akan hilang," katanya sambil kembali duduk di sofa.     

Anya langsung memijat lutut Aiden dengan kekuatan sedang agar Aiden tidak kesakitan. Ia takut lutut Aiden biru dan pijatannya malah akan membuat sakitnya semakin parah. "Apakah kamu tidak apa-apa?" tanya Anya sambil memperhatikan reaksi Aiden.     

"Hmm ..." gumam Aiden. Ia sangat senang diperhatikan oleh Anya seperti ini.     

"Apakah ini lebih baik?" tanya Anya dengan khawatir. Ia merasa bersalah karena sengaja menguji Aiden seperti tadi.     

Aiden menggerak-gerakkan kakinya dan berkata, "Aku sudah baik-baik saja. Ayo pergi."     

Kali ini, Anya langsung menggandeng tangan Aiden dan berjalan keluar dari kamar bersama-sama.     

Harga diri Aiden sangat tinggi. Mungkin itu sebabnya ia tidak pernah meminta tolong meski ia tidak bisa melihat.     

Pria itu sama sekali tidak berbeda dari orang biasa. Tetapi siapa sangka ia akan menabrak meja seperti tadi. Padahal ini adalah rumahnya sendiri dan ia pasti sudah sangat hafal dengan letak-letak semua barang-barangnya.     

Bagaimana kalau Aiden sendirian di tempat asing?     

Memikirkan hal ini, dalam hati Anya mengingatkan dirinya sendiri untuk berusaha menjadi istri yang lebih baik. Sebentar lagi mereka akan pergi ke rumah sakit. Di sana ada banyak orang dan benda-benda yang asing bagi Aiden. Ia harus bisa menjaga Aiden dengan baik.     

Hana melihat mereka berdua turun dari lantai dua dan bergegas menghampirinya. "Anya, bagaimana dengan ubi panggang yang tersisa? Apakah kamu mau membawanya untuk dimakan di perjalanan?"     

"Untuk Bu Hana saja. Cobalah. Rasanya enak sekali!" kata Anya sambil tersenyum.     

"Terima kasih, tetapi itu terlalu banyak untukku. Apakah kamu ingin mengirimnya untuk dokter Tara?" saran Hana.     

Mendengar saran dari Hana, Anya mendapatkan ide. "Kirimkan pada Nico. Biarkan ia yang memberikannya pada Tara."     

"Baiklah!" kata Hana.     

Sebelum pergi, Anya berpesan pada Hana. "Bu, malam ini tolong buatkan sup ubi manis untuk semua orang di rumah."     

Hana tertegun sejenak. Ia mengira ubi yang Anya panen hari ini akan dijual. Tetapi siapa sangka Anya akan memberikan itu kepada mereka semua, termasuk para pelayan dan pegawai.     

"Untuk semua orang?"     

"Iya. Walaupun ubi bukanlah sesuatu yang mewah, aku menanamnya dengan jerih payahku sendiri," kata Anya sambil tersenyum.     

Hana semakin menyukai Anya. Ia bisa memahami mengapa akhirnya Aiden memilih Anya untuk menjadi istrinya.     

Anya adalah gadis yang polos dan sederhana. Ia cerdas, tak kenal menyerah, optimis dan selalu bersikap baik pada semua orang.     

Meski ia juga berasal dari keluarga berada, Anya tidak manja, tidak sombong dan mau bekerja keras.     

Hanya gadis seperti ini saja yang bisa bersanding dengan Aiden.     

Aiden juga tersenyum saat memandang Anya. Ia merasa senang karena Anya belajar untuk menjadi bagian dari rumah ini.     

"Nyonya Atmajaya, bisakah kita berangkat sekarang?" tanya Aiden sambil mencium dahi Anya.     

Anya melirik ke arah Hana dengan malu. Ia menepuk dada Aiden dan berbisik. "Aiden, banyak orang di sini. Bu Hana melihatnya!"     

Hana tersenyum saat melihat dua pasangan muda di hadapannya, tetapi ia langsung berbalik dan berpura-pura tidak melihat apa-apa. Ia tahu Anya sangat pemalu sehingga ia berusaha untuk membuat Anya merasa nyaman.     

Melihat rona merah di pipi Anya, Aiden merasa semakin ingin menggodanya. Ia menundukkan kepalanya dan mencium bibirnya di hadapan semua pelayan yang ada di ruangan tersebut.     

Ciumannya lembut, membuat Anya sulit untuk melawan. Tangannya tanpa sadar berpegangan pada bahu Aiden dan lututnya semakin lama terasa semakin lemas.     

Melihat Anya kehabisan napas, Aiden melepaskannya dengan enggan.     

Tangannya memegang dagu Anya dengan lembut. "Nyonya Atmajaya mengajak semua orang untuk makan ubi manis. Bagaimana denganku? Apa yang akan kamu berikan kepadaku?"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.