Pernikahan Tersembunyi: My Imperfect CEO

Orang Suruhan



Orang Suruhan

"Apakah kamu sudah melakukan serah terima Rose Scent dengan Esther?" tanya Aiden.     

Anya menutup bibirnya rapat-rapat. Keraguan terlihat di wajahnya saat mendengar pertanyaan Aiden. Ia telah memutuskan sesuatu tanpa seijin Aiden dan tidak tahu bagaimana Aiden akan bereaksi terhadap keputusannya itu.     

"Apakah tidak berjalan dengan lancar?" tanya Aiden saat tidak mendengarkan jawaban dari Anya.     

"Aku merekrutnya untuk bekerja menjadi general manajer di Rose Scent," kata Anya sambil mengamati wajah Aiden dengan seksama.     

Alis Aiden sedikit terangkat saat ia bertanya dengan santai, "Dan ia setuju?"     

Anya menganggukkan kepalanya. Tangannya memegang lengan Aiden dan menuntunnya menuju ke area sofa.     

Aiden duduk di sofa sambil bersandar dengan malas dan bertanya kembali, "Apa yang kamu tawarkan kepadanya?"     

"Memang tidak ada yang bisa aku sembunyikan darimu," Anya meringis saat mendengar pertanyaan Aiden. "Aku berjanji padanya bahwa aku tidak akan ikut campur dalam pembuatan keputusan Rose Scent dan mengikuti semua pengaturannya. Aku ingin meminta tolong padamu. Apa kita bisa tetap menggunakan nama Rose Scent?"     

"Kamu tidak mendiskusikannya terlebih dahulu denganku dan memutuskannya sendiri," suara Aiden terdengar dingin.     

Anya seakan bisa mendengarkan detak jantungnya di telinganya. Ia menatap wajah Aiden dengan hati-hati dan melihat bahwa pria itu tidak tersenyum seperti sebelumnya.     

"Aku melakukannya juga untukmu. Aku tidak mau kamu mengalami kerugian dan kehilangan uangmu," Anya menggenggam tangan Aiden dan duduk di sebelahnya.     

"Untukku? Coba kamu jelaskan," dengus Aiden.     

"Kamu membeli Rose Scent untukku, tetapi aku tidak punya pengalaman menjalankan usaha. Aku juga tidak punya pengalaman untuk menjadi kepala parfumeur. Aku masih harus sekolah dan tidak punya waktu untuk mengurus semuanya. Rose Scent sudah seperti anak Bu Esther sendiri dan ia pasti tidak ingin melihat Rose Scent hancur. Aku membujuknya untuk tetap tinggal," Anya berusaha menjelaskan pada Aiden.     

Mata Aiden yang dingin sedikit menyipit sambil menatap Anya dengan tatapan menuduh, "Kamu tidak mengatakan yang sejujurnya."     

"Aiden, Amore telah menghancurkan karir ibuku. Imel juga mengambil seluruh parfumeur yang dibina oleh Bu Esther dan berusaha untuk menghancurkan Rose Scent. Aku dan Bu Esther memiliki musuh yang sama, dan kami mencapai kesepakatan saat ini," kata Anya.     

Aiden menarik tubuh Anya untuk mendekat padanya. Bibirnya yang dingin menyapu pipi Anya yang hangat, tepat di dekat telinganya dan berbisik, "Kamu sama sekali tidak menyebut namaku? Kamu tidak bilang bahwa kamu bisa menggunakan kekuatanku untuk mengalahkan Imel?"     

Anya menatap Aiden dengan terkejut. Bagaimana pria itu bisa mengetahui semua yang ia pikirkan.     

Anya langsung berpura-pura bodoh dan tertawa kecil. "Mana berani aku menggunakan namamu! Kamu berpikir terlalu jauh."     

"Benarkah? Kamu memang tidak punya pengalaman, tetapi aku tahu kamu cerdas dan berani," Aiden bisa melihat semua rencana Anya.     

Mata Anya terpaku pada makanan yang ada di atas meja. Ia tidak berani menatap Aiden. "Aku tidak berani. Aku penakut, terutama ketika aku sedang lapar," katanya sambil tertawa. Pada saat itu pula, perut Anya berbunyi.     

"Makanlah. Aku membawakannya untukmu," kata Aiden. Namun, suaranya masih tetap terdengar kecut.     

Anya tersenyum ke arahnya sambil berusaha untuk bersikap manja. Tangannya merangkul lengan Aiden. "Terima kasih sudah membawakan makanan untukku."     

"Hanya terima kasih?" wajah Aiden mendekatinya, meminta imbalan dari kebaikan yang ia berikan pada Anya. Matanya seolah bisa berbicara, mengatakan 'kamu tahu apa yang harus kamu lakukan untuk mengucapkan terima kasih kepadaku'.     

Anya tertawa saat melihat tingkah Aiden. Ia memeluk leher Aiden dan mencium pipinya. "Suamiku memang yang terbaik!"     

"Aku bisa lebih baik lagi, terutama di atas tempat tidur!" tangan Aiden melilit pinggang Anya. Ia mengubah posisinya, menempatkan Anya bersandar di sofa tepat di bawahnya, sementara tubuhnya menyelubungi tubuh Anya. "Apakah kamu mau mencobanya?"     

Anya langsung merasa gugup ketika melihat posisi mereka saat ini. Bibirnya sedikit gemetaran, "Aku lapar. Bisakah kita makan?"     

"Aku juga lapar," mata cokelat Aiden terlihat lebih gelap dari biasanya. Setelah ragu untuk beberapa saat, Aiden menundukkan kepala dan mencium bibir Anya.     

Bibir Anya terasa sangat lembut dan aroma bunga bisa tercium dari tubuhnya. Sebenarnya, Aiden hanya ingin menggoda Anya, tetapi siapa sangka istrinya yang mungil itu membuatnya tidak bisa menahan diri. Ciumannya yang lembut menjadi semakin dalam dan tidak terkendali.     

Otak Anya terasa kosong. Matanya terbelalak lebar tubuhnya kaku. Ia tidak bisa bereaksi. Anya bisa melihat gairah yang sangat kuat dari mata Aiden.     

Jantungnya langsung melaju, dua kali lebih kencang. Kepanikan muncul di hatinya saat ia berusaha untuk mendorong tubuh Aiden.     

Saat ini mereka sedang berada di Rose Scent! Bagaimana kalau ada yang melihat mereka sedang berciuman?     

Namun, Aiden seperti gunung yang tidak bisa digoyahkan. Pelukannya pada tubuh Anya malah semakin erat.     

Ciuman Aiden yang memabukkan seolah membuat pandangan Anya semakin kabur. Pipinya merona, membuat wajah Anya terlihat semakin menawan.     

Aiden benar-benar tidak ingin melepaskan ciuman itu. Bibir yang dilumatnya terasa manis, membuatnya merasa candu.     

Dulu, ia tidak peduli jika harus pergi bekerja ke luar negeri selama beberapa bulan sekali pun. Namun, kali ini ia benar-benar merindukan Anya.     

Selama beberapa hari terakhir ini, ia hanya ingin cepat-cepat pulang dan melihat wajah istrinya itu. Pemikiran itu tersimpan rapat-rapat di dalam hatinya sendiri. Tidak ada satu orang pun yang mengetahuinya selain Aiden sendiri. Sehingga saat ia bisa menyentuh wanita yang ia rindukan, kerinduan itu langsung meluap dengan sendirinya tanpa bisa tertahankan.     

Di negeri yang berbeda dengan Anya, malam-malam Aiden dihiasi dengan kegelisahan. Aiden hanya bisa membayangkan memeluk tubuh istrinya, mengidamkan sentuhan fisik di antara mereka.     

Saat pikiran Aiden sedang melayang, Anya mendapatkan kesempatan untuk melarikan diri. Ia segera membebaskan diri dari kendali Aiden dan bangkit dari sofa tersebut.     

Ia merasa takut dan juga marah. Aiden berjanji padanya bahwa ia akan menunggu. Tetapi apa yang ia lakukan sekarang? Aiden memaksanya untuk berciuman di tempat umum dan tidak melepaskannya saat ia mengatakan tidak.     

Tetapi Anya tidak berani marah pada Aiden sehingga ia hanya bisa cemberut. Ia bahkan tidak berani mengungkapkan kekesalannya pada Aiden.     

Aiden hanya duduk sambil memandang wajah Anya yang cemberut sambil tersenyum. "Bukankah kamu lapar? Makanlah," katanya sambil menarik tangan Anya untuk kembali duduk. Ia meletakkan tangannya di atas kepala Anya dan mengelusnya dengan lembut.     

"Kamu tidak pulang?" tanya Anya.     

"Aku akan menunggumu hingga selesai bekerja dan kita akan pulang ke rumah bersama-sama," kata Aiden dengan tenang.     

Kehangatan menyusup ke dalam hati Anya saat ia mendengar kata-kata 'rumah'. Entah sejak kapan, ia merasakan bahwa ia memiliki tempat untuk kembali. Sekarang, rumah Aiden juga merupakan rumahnya, rumah yang bisa memberinya keamanan. Ia memiliki tempat untuk pulang.     

Pemikiran itu membuatnya merasa sangat senang.     

"Aku harus mengirimkan sampel parfum pada Bu Esther hari ini," kata Anya dengan lemah.     

"Biarkan Harris yang mengirimnya. Ia berada di bawah," kata Aiden dengan suara datar dan tanpa perasaan.     

"Aiden! Harris seharusnya sudah pulang kerja. Ia pasti kelelahan. Aku akan menyuruh salah satu pegawai toko untuk mengantarnya," kata Anya. Ia tidak boleh terus memanfaatkan Harris. Harris adalah asisten Aiden dan ia sudah memegang banyak sekali pekerjaan.     

Karena masalah ini adalah masalah pekerjaan, ia akan menyuruh salah satu pegawai Rose Scent yang mengirimkan sampel parfum pada Esther.     

"Apakah kamu tidak takut sampel itu hilang?" tanya Aiden. "Menurutmu, di toko ini adakah satu orang saja yang bisa kamu percayai?"     

Anya tidak bisa menjawab pertanyaan itu. Tidak ada satu orang pun yang bisa ia percayai di tempat ini.     

Aiden hanya menghembuskan napas panjang. "Suruh Mila yang mengantarkannya. Ia baru saja diangkat sebagai manajer toko dan ia adalah orang yang bisa kamu percayai," katanya sambil mengacak-acak rambut Anya dengan sayang. "Dan jangan terlalu mempercayai Esther."     

"Mila? Mila adalah orang suruhanmu?" tiba-tiba Anya menyadarinya.     

Setelah salah satu pegawai Rose Scent ditangkap polisi karena merekam percakapannya dengan Raka, Mila datang untuk menggantikan posisinya.     

Siapa sangka Mila yang tiba-tiba saja diangkat menjadi manajer toko dalam waktu singkat ternyata merupakan anak buah Aiden.     

"Aku tidak ingin membiarkan kamu bekerja sendirian di tempat ini. Jika kamu butuh apa pun, tanyakan pada Mila. Ia akan membantumu," kata Aiden sambil tetap mengelus rambut Anya.     

Raut cemberut di wajah Anya semakin terlihat dengan jelas. Ia sama sekali tidak tahu dan tidak mengira bahwa Mila adalah anak buah Aiden.     

Dalam hati Aiden terkekeh melihat Anya yang cemberut seperti anak kecil. Tetapi di permukaan, ia terlihat tegas. Ia ingin Anya berkembang, tetapi juga tidak mau meninggalkan Anya sendirian. Setidaknya, ia ingin menjaga Anya.     

"Apakah kamu tidak mau menurutiku?" tanyanya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.