Pernikahan Tersembunyi: My Imperfect CEO

Tuduhan (2)



Tuduhan (2)

0Anya benar-benar tidak pernah melihat formula parfum milik Esther. Ia bahkan belum mengenal seluk-beluk kantor Esther. Benda yang begitu penting itu tidak mungkin diletakkan sembarangan. Bagaimana Anya bisa mencurinya?     

"Kalian berdua ikutlah denganku," kata Esther pada Anya dan Ben sebelum naik ke lantai atas. Anya segera mengikuti Esther menuju ke kantornya, diikuti oleh Ben di belakangnya.     

Begitu memasuki kantor, Ben langsung mengambil tas Anya. "Anya, cepat serahkan resepnya. Kalau tidak masalahnya tidak akan selesai."     

Anya melihat Ben bersikeras untuk menggeledahnya sehingga akhirnya ia menyerah. "Aku tidak takut pada tuduhan kalian karena aku memang benar-benar tidak mengambilnya. Silahkan saja cari. Aku tidak melakukan kesalahan apa pun."     

Anya membiarkan Ben menggeledah tasnya karena sekarang hanya ada mereka bertiga di tempat itu. Di bawah, ada para pegawai lainnya sehingga Anya menolak untuk dipermalukan di depan umum.     

Anya yakin Esther bisa menyelesaikan masalah ini dengan adil.     

Esther hendak menghentikan Ben dan mengambil tas itu darinya, tetapi Ben bergerak lebih cepat dan mundur beberapa langkah sambil memeriksa isi tas tersebut. Ia mengulurkan tangannya dan mengambil sebuah amplop di bagian dalam tas tersebut.     

Anya melihat amplop itu dengan tatapan terkejut. Ia sama sekali tidak pernah melihat amplop seperti itu. Itu bukan barang miliknya. "Itu bukan barangku."     

"Bu Esther, lihatlah. Apakah ini resepmu?" Ben menyerahkan amplop tersebut pada Esther.     

Esther mengambil amplop itu dengan curiga dan membukanya. Itu benar-benar resepnya yang hilang. Ia menatap ke arah Ben, kemudian ke arah Anya.     

"Ini resepku," katanya dengan pelan.     

Ben mendengus dengan dingin. Ia mencibir saat menatap Anya, memperlakukan Anya seperti seorang penjahat. "Anya, kamu telah mencuri resep Esther dan tidak mau mengakuinya. Sekarang buktinya sudah jelas. Apa lagi yang mau kamu katakan?"     

"Bu Esther, saya benar-benar tidak mencuri resepmu. Saya bahkan baru pertama kali melihat amplop itu. Saya tidak tahu bagaimana amplop itu ada di tas saya. Itu tidak ada di dalam tas saya ketika saya berangkat tadi pagi!" Anya berusaha menjelaskannya dengan panik.     

"Tetapi amplop itu ada di tasmu," kata Ben sambil menatap Anya dengan dingin.     

"Bu Esther, jika benar saya yang mencuri resep itu, untuk apa saya membawanya kembali. Saya bisa menjualnya atau menyembunyikannya. Untuk apa saya membawanya ke kantor lagi," kata Anya dengan tenang. Ia harus tetap tenang dalam situasi apa pun. Semakin ia panik, semua orang akan semakin curiga kepadanya.     

"Kamu tidak boleh membawa ponselmu saat bekerja sehingga kamu tidak bisa memfotonya. Kamu mengambil resep itu untuk memfotonya dan akan mengembalikannya agar tidak ada orang yang tahu resep itu hilang. Tetapi kamu tidak menyangka Bu Esther akan datang ke kantor pagi sekali dan mengetahui bahwa resepnya hilang. Sekarang semuanya sudah terbongkar, tidak perlu mengelak lagi!" cibir Ben.     

Anya tidak memedulikan Ben lagi karena pria itu terus berusaha untuk memojokkannya. Ia menatap Esther dan berharap bosnya itu bisa mempercayainya. "Saya benar-benar tidak mengambilnya. Saya bahkan tidak pernah melihatnya."     

Esther terlihat menimbang-nimbang dan akhirnya berkata, "Aku yang memberikan resep itu pada Anya. Ia tidak mencurinya."     

"Bu Esther, mengapa Anda membelanya? Seharusnya Anda langsung memecatnya!" teriak Ben dengan tidak terima. Tetapi Esther langsung menyelanya. "Resep ini berguna untuk pembelajaran Anya."     

"Anya! Jujurlah! Apakah kamu mencurinya atau benar Bu Esther yang memberikannya kepadamu?" tanya Ben.     

Anya merasa bingung saat mendengarnya. Ia tidak mencurinya, tetapi Esther juga tidak memberikan resep itu kepadanya. Bagaimana ia harus menjawabnya?     

"Apa maksudmu, manajer?" tanya Anya dengan marah.     

"Apa maksudku? Jelas-jelas resep itu berada di dalam tasmu. Bukankah sudah jelas bahwa kamu yang mencurinya?" Ben mengeraskan suaranya. Ia ingin semua orang mendengarnya, terutama para pegawai Rose Scent yang berada di lantai satu.     

"Diamlah!" Esther menegurnya dengan keras.     

Ben merasa diperlakukan dengan tidak adil. Matanya memerah saat memandang ke arah Esther. "Bu, saya sudah bekerja untuk Anda selama lima tahun, tetapi Anda lebih memilih untuk mempercayai anak baru ini dibandingkan dengan saya. Anda telah kehilangan resep parfum Anda dan saya yang berusaha untuk mencarinya. Apa salah saya?"     

"Rose Scent adalah milikku dan resep itu juga milikku. Aku yang ingin memberikannya kepada Anya. Itu adalah hakku!" kata Esther.     

Ben tidak menyangka Esther akan membela Anya. Ia tidak tahu bahwa Esther bisa melihat semua kebohongannya dengan sangat jelas.     

Anya juga merasa sangat kecewa dengan Ben. Sejak awal ia bekerja di Rose Scent, Ben selalu memperlakukannya dengan baik dan mengajarkan banyak hal mengenai Rose Scent padanya. Ia merasa tenang karena memiliki atasan yang jujur seperti Ben, tetapi ia tidak menyangka Ben akan menusuknya dari belakang.     

"Bu Esther, mengapa Anda berusaha untuk membela Anya. Jelas-jelas ia yang mencuri resepmu! Aku akan menelepon polisi." Ben merasa sangat marah.     

"Jangan telepon polisi!" kata Esther.     

Namun, Ben sama sekali tidak mendengarkan perintah Esther. Ia meninggalkan ruang kantor dan berteriak dari tangga lantai atas kepada para pegawai yang berada di bawah, "Cepat telepon polisi. Aku menemukan resep yang hilang di tas Anya."     

"Coba katakan sekali lagi!" Begitu Ben berteriak, jawaban yang terdengar adalah suara seorang pria yang dalam dan dingin.     

Dari dalam ruang kantor, Anya juga bisa mendengar suara itu. Itu adalah suara Aiden ...     

Mengapa Aiden tiba-tiba saja kembali? Bukankah ia seharusnya kembali besok lusa?     

"Tu- ... Tuan Aiden ..." Ben tertegun dan lidahnya seolah terikat, tidak bisa berkata apa-apa.     

Anya langsung bergegas keluar dari kantor Esther dan melihat tubuh tinggi Aiden yang berdiri di bawah lampu gantung, di lantai satu toko tersebut. Matanya terlihat dingin dan tubuhnya memancarkan aura yang mengerikan saat menatap ke arah Ben.     

Begitu melihat Aiden, mata Anya terasa panas dan perih. Banyak hal yang terjadi selama Aiden pergi dan Anya harus menanggungnya sendiri.     

Raisa menghinanya di hadapan umum, Irena dan ayahnya datang untuk menekannya. Raka juga terus mencarinya, membuat Anya merasa tertekan.     

Dan sekarang, tiba-tiba semua orang menuduhnya sebagai pencuri.     

"Aiden ..." nama Aiden terdengar lirih dari bibir Anya.     

Melihat sosok yang dirindukannya siang dan malam, hati Aiden terasa luluh. Istri mungilnya menatapnya dengan mata yang memerah di bawah tuduhan semua orang.     

Saat Anya mengatakan bahwa ia akan bekerja di dalam ruang parfum Esther, seharusnya Aiden mengingatkan agar Anya berhati-hati pada formula resepnya. Tempat itu adalah area pribadi Esther, sehingga jika ada yang terjadi, semuanya akan merasa curiga pada Anya.     

Sayangnya, kemarin ia terlalu emosi saat membahas masalah Raka. Ia bahkan memarahi Anya dan mengatakan agar Anya tidak terus menguji kesabarannya.     

Tetapi keesokan harinya, Aiden menyesali kata-katanya. Tidak seharusnya ia bersikap sekeras itu kepada Anya. Pada akhirnya ia memutuskan untuk menyewa pesawat pribadi dan segera pulang.     

Siapa yang tahu begitu ia turun dari pesawat, ia mendengar bahwa resep parfum milik Esther menghilang dan Anya menjadi tersangkanya.     

Untung saja Aiden pulang hari ini. Kalau tidak, ia tidak tahu betapa besar beban yang Anya rasakan akhir-akhir ini.     

Wajah Aiden terlihat melembut saat menatap Anya. Ia sedikit membuka tangannya, memberi isyarat agar Anya segera menghampirinya.     

Tanpa berpikir panjang, Anya langsung berlari ke lantai bawah dan menguburkan diri dalam pelukannya ...     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.