Pernikahan Tersembunyi: My Imperfect CEO

Kegelisahan



Kegelisahan

0"Ya, mungkin saja ia memanjakanmu sekarang. Tetapi ia juga bisa saja membuangmu begitu saja. Jika kamu tidak ingin disakiti, lebih baik jangan terlibat dengannya," kata-kata Tara seperti pisau yang menusuk hatinya.     

"Tara …"     

"Mengapa kamu tidak makan?" Tara sudah mengangkat sendoknya dan menyuapkan makanan di hadapannya ke dalam mulutnya.     

Makanan di hadapannya benar-benar mewah seperti hotel bintang lima. Tara tidak bisa menahan rasa laparnya dan langsung melahap makanan tersebut. "Makananmu sangat luar biasa."     

Melihat tingkah Tara, Anya hanya bisa tertawa, "Aku harus kembali bekerja lagi di malam hari sehingga Bu Hana menyiapkan berbagai macam makanan agar aku tidak kelaparan."     

"Ini tidak hanya banyak, ini luar biasa banyak dan mewah!" kata Tara sambil mengambil satu daging ida dan melahapnya. "Kamu boleh datang untuk mengunjungiku lagi besok!"     

"Bilang saja kamu ingin makan!" kata Anya sambil tertawa.     

"Benar! Katakan pada Bu Hana untuk membawakan makanan lebih banyak," Tara sama sekali tidak merasa sungkan atau pun malu.     

Namun, Anya juga tidak keberatan. Ia sangat menyukai kejujuran Tara. Ia hanya mengangguk dan mulai mengangkat peralatan makannya.     

Setelah makan malam mereka, Tara langsung duduk di sofa dengan malas dan menyuruh Anya untuk mulai belajar memijat.     

"Bagaimana aku harus memulainya?" Anya mengerutkan keningnya.     

"Aku akan mengajarimu dan menunjukkan titik-titik relaksasi, terutama untuk mata." Tara menjadikan dirinya sebagai bahan percobaan, sementara Anya terus mendengarkan perintah Tara dengan seksama.     

Tiga puluh menit kemudian, Anya bisa merasakan tangannya mulai mati rasa, "Aku lelah."     

"Apakah kamu sudah mengingat semua titik akupuntur untuk relaksasi yang aku ajarkan?" tanya Tara.     

"Aku ingat. Tetapi aku tidak menyangka ternyata memijat seseorang sangat melelahkan." Ia memang bertekad untuk membantu Aiden dalam pemulihannya. Tetapi sepertinya, kekuatannya sangat-sangat lemah sehingga mungkin Aiden hanya akan merasa geli saat Anya memijatnya.     

Ia harus meningkatkan staminanya dan terus belajar!     

"Kembalilah besok. Jangan lupa bawa makan malam yang enak," kata Tara sambil tersenyum lebar.     

Anya tertawa mendengar kata-kata Tara. Sepertinya, ia dan Tara bisa menjadi sahabat, "Baiklah. Sampai jumpa besok!"     

Setelah pergi dari klinik Tara, Anya segera kembali ke Rose Scent. Ben langsung menyambutnya dan mengatakan bahwa Esther telah kembali dan sedang berada di ruangan kantornya.     

Anya langsung bergegas menuju ke lantai atas. Ia sudah tidak sabar untuk bekerja di ruang parfum!     

Ketika Esther melihatnya, Esther langsung tersenyum dan berkata, "Lihatlah rempah-rempah yang aku bawa ini. Kamu bisa mulai mencampurkan bahan dasar untuk parfum. Jika kamu punya ide lain, lakukan saja sesuka hatimu."     

"Di mana aku bisa mengerjakannya?" tanpa sadar, mata Anya tertuju pada ruang parfum besar milik Rose Scent. Ruangan itu seperti surga baginya, dilengkapi dengan berbagai peralatan canggih dan berbagai rempah-rempah serta tanaman.     

Esther menyadari arah pandang Anya dan berkata dengan santai, "Kamu bisa menggunakan ruang parfumnya."     

"Terima kasih, Bu Esther!" Anya merasa sangat bersemangat.     

Anya menghabiskan waktu lemburnya di dalam ruang parfum itu. Hatinya terasa sangat tenang dan damai. Tidak ada gangguan, tidak ada keributan, tidak ada orang yang mencarinya lagi.     

Di dalam ruang parfum itu, di tengah-tengah seluruh peralatan dan bahan-bahan parfum, merasa semakin mendekati mimpinya untuk menjadi seperti ibunya …     

Waktu menunjukkan pukul sembilan malam. Anya benar-benar merasa enggan untuk meninggalkan ruang tersebut. Ia ingin tinggal di tempat ini lebih lama, tetapi toko akan segera tutup. Ia tidak bisa tetap tinggal di sana …     

Sebelum meninggalkan ruang parfum, Anya membersihkan semua peralatan yang ia gunakan, kemudian mengunci pintu dan pergi.     

Ia turun dan memberikan kunci tersebut pada Ben sebelum meninggalkan Rose Scent.     

Di perjalanan pulang, Anya begitu bersemangat hingga ia tidak bisa menahan diri untuk menelepon Aiden.     

"Aiden, tadi aku bekerja di ruang parfum Rose Scent. Aku sudah mencoba memadukan berbagai campuran aroma dan aku sudah memikirkan parfum apa yang akan aku buat untukmu," kata Anya dengan penuh semangat.     

"Hmm … Aku menantikannya," suara Aiden terdengar tenang. Entah sejak kapan, suara ini lah yang membuat hati Anya terasa lebih damai.     

"Apakah kamu tidak ingin menanyakan mengapa Raka menemuiku?" tanya Anya setelah mereka hening sejenak.     

"Hmm … Aku akan mendengarnya jika kamu menceritakannya," kata Aiden. Suaranya masih tetap tenang tetapi ada sentuhan dingin di dalamnya.     

"Raka sudah mengetahui dari mana uang untuk operasi ibuku tiga tahun lalu. Tetapi aku tidak mengatakan apa yang Raisa dan ibunya lakukan kepadaku," kata Anya.     

Wajah Aiden sedikit mengerut ketika mendengarnya. "Kamu tidak ingin Raka bertengkar dengan keluarganya hanya karena kamu. Kamu juga jujur padaku hanya untuk melindungi Raka. Semua yang kamu lakukan untuk Raka," kata Aiden. Tidak ada lagi kehangatan yang terdengar dari suara itu. Nada suaranya terdengar rendah hingga hampir menggeram.     

Anya merasa jantungnya berhenti berdetak sejenak. Ia segera menjelaskan, "Bukan itu maksudku. Aku hanya …"     

"Hanya apa?" potong Aiden dengan tidak sabar.     

Anya merasa sedikit panik karena apa yang dikatakan Aiden memang benar. Ia memang melakukan semua ini karena tidak ingin ada yang terjadi pada Raka. Bukan karena ia masih mencintai Raka, tetapi karena pria itu memiliki tempat yang istimewa di hatinya. Ia sudah mengenal Raka sejak masih kecil dan tidak akan mengabaikannya begitu saja hanya karena mereka sudah tidak berhubungan.     

Tetapi tidak hanya itu. Anya menceritakan semua ini kepada Aiden karena ia tidak ingin Aiden salah paham pada hubungannya dengan Raka. Ia tahu bagaimana kejamnya mulut orang lain.     

"Aku jujur padamu karena aku tidak ingin ada kesalahpahaman di antara kita. Aku jujur karena aku tidak mau kamu mendengarnya dari orang lain," kata Anya dengan suara pelan.     

"Apakah kamu sudah memutuskan hubunganmu dengannya?" Aiden mencibir, "Mungkin aku memang berperilaku baik padamu, tetapi bukan berarti kamu bisa terus mengujiku."     

Aiden langsung menutup teleponnya tanpa menunggu jawaban Anya. Sepertinya Raka adalah topik yang sangat sensitif untuk Aiden. Pada dasarnya, Aiden memang sosok pria yang posesif sehingga berita apa pun mengenai Raka bisa menyulut kemarahannya dengan sangat cepat.     

Sebelumnya, Anya merasa sangat gembira dan suasana hatinya sangat baik. Tetapi sekarang ia merasa seperti jatuh ke dasar lubang dan tidak bisa keluar lagi.     

Ia hanya ingin menceritakan pada Aiden karena ia tidak mau ada kesalahpahaman. Ia ingin Aiden mempercayainya karena apa pun yang terjadi, ia tidak akan pernah meninggalkan Aiden.     

Malam itu, Anya tidak bisa tidur dengan tenang. Kemarahan Aiden seolah terus menghantuinya, membuatnya tidak bisa tidur dengan nyaman. Mimpi buruk demi mimpi buruk terus bergantian menemani tidurnya. Kepalanya terasa sakit saat bangun.     

Ia membangunkan tubuhnya dan duduk di atas tempat tidur sambil memegang kepalanya. Ia merasa sedikit pusing dan hidungnya terasa sedikit pilek. Sepertinya ia terlalu kelelahan sehingga tidak enak badan.     

Ketika makan pagi, Nico datang untuk menemani Anya. Ia merasa sedikit khawatir melihat Anya yang tampak lesu.     

"Bibi, apakah kamu tidak bisa tidur semalam?" tanya Nico.     

Anya hanya memandangnya dan mengalihkan pembicaraan, "Harris mengatakan kepadaku bahwa orang yang kamu pilih terlalu mahal. Aku tidak bisa membiayainya. Apakah ada yang lebih murah?"     

Nico tertawa saat mendengarnya, "Orang yang murah akan menghasilkan kualitas lebih rendah. Itu tidak bagus!"     

Anya merasa kepalanya semakin sakit mendengarnya. Mengapa semuanya tidak bisa berjalan sesuai dengan keinginannya?     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.