Pernikahan Tersembunyi: My Imperfect CEO

Menunda



Menunda

0"Anya, bagaimana bisa kamu menjadi seperti ini?" Raka menatap Anya dengan wajah yang penuh kekecewaan.     

Kata-kata Raka itu membuat Anya berhenti di jalannya. Tubuhnya terdiam seolah membeku.     

"Nyonya, ayo pergi!" kata Harris di sampingnya, berusaha untuk mengajak Anya pergi dan mengabaikan apa yang dikatakan oleh raka.     

Anya mengangguk dan tidak menoleh lagi.     

Ia dan Raka sudah berpisah tiga tahun yang lalu. Apa artinya lagi pendapat Raka terhadap dirinya? Pria itu sudah tidak ada di dalam kehidupannya lagi.     

Di mobil, Anya menatap ke arah luar jendela dengan tatapan kosong.     

Harris merasa sedikit khawatir saat melihat Anya. "Nyonya, Tuan Raka salah paham karena ia tidak tahu yang sebenarnya. Jangan diambil hati."     

"Biar saja dia salah paham. Dengan begitu, ia tidak akan mendekatiku lagi, kan?"     

'Lagipula, Raka memang tidak pernah mengenalnya selama ini,' tambah Anya dalam hati sambil tersenyum pahit.     

Ia tumbuh besar bersama dengan Raka. Pada saat Anya berusia sepuluh tahun mereka berpisah dan bertemu lagi ketika Anya berusia 17 tahun. Sejak mereka berhubungan hingga mereka berpisah, Raka tidak pernah benar-benar memahami apa yang dipikirkan oleh Anya.     

Apa yang Anya pikirkan, apa yang Anya inginkan, apa yang Anya butuhkan …     

Raka tidak memahaminya. Ia tidak bisa memahami Anya.     

Aiden baru saja mengenal Anya seberapa beberapa bulan, tetapi pria itu memahaminya. Pria itu mengetahui isi hatinya.     

"Tuan Aiden memang dingin dan tidak memahami cinta, tetapi ia selalu melakukan hal yang terbaik untuk Anda," kata Harris.     

"Hmm …" Anya tersenyum saat mendengar kata-kata Harris. Aiden memang terlihat dingin, tetapi hatinya terasa hangat. Ia memang tidak bisa mengatakan hal-hal yang romantis, tetapi kehangatannya bisa terpancar dengan jelas.     

Mobil mereka berhenti di depan mall. Pada saat itu, hujan sudah berhenti dan matahari telah muncul. Anya menengadah menatap langit, melihat matahari yang bersinar dengan cerah.     

"Hujan dan angin akan berlalu. Tolong ingatkan Pengacara Eddy agar Raka tidak mengetahui mengenai uang dari Keluarga Mahendra," kata Anya.     

"Saya sudah mengingatkannya, Nyonya. Jangan khawatir," Harris keluar dari mobil dan membukakan pintu untuk Anya.     

"Hmm … Maaf sudah merepotkanmu hari ini!" Anya tidak tahu bagaimana harus berterima kasih pada Harris. Sejak pindah ke rumah Aiden, Hana dan Harris selalu memperlakukannya dengan baik, memastikan ia betah dan tinggal di rumah itu dengan nyaman.     

Bahkan Nico, Tuan Muda Keluarga Atmajaya yang sangat dicintai oleh semua orang pun bersikap sangat sopan padanya. Anya merasa Tuhan pasti sudah selesai memberinya begitu banyak ujian dan menggantinya dengan kebahagiaan, sedikit demi sedikit …     

"Nyonya, itu sudah tugas saya," kata Harris.     

Anya tersenyum dan berjalan menuju ke Rose Scent. Para pegawai toko langsung mengelilinginya dan bertanya mengenai kelanjutan hal ini. "Anya, kamu sudah kembali. Apa yang terjadi?"     

"Aku sudah menyelesaikannya. Ia tidak akan datang dan menimbulkan masalah lagi. Maaf sudah menyusahkan kalian semua," kata Anya sambil teersenyum sopan.     

Ben sedang menikmati makan siangnya di dalam ruangan pegawai. Ketika ia mendengar suara ribut di luar, ia segera keluar. "Anya, makan siangmu ada di dalam."     

"Baik," Anya segera mencuci tangannya dan masuk ke dalam ruang pegawai. Di dalam ruangan itu, hanya ada Ben, sementara para pegawai lainnya sudah pergi melakukan pekerjaan mereka masing-masing.     

"Duduklah," kata Ben.     

Anya duduk dengan patuh, seperti seorang murid teladan di hadapan gurunya.     

"Jangan khawatir. Bu Esther tidak mengatakan apa pun," kata Ben sambil tersenyum.     

Anya menghembuskan napas lega setelah mendengar hal itu. Ia segera mengambil sendoknya dan mulai makan.     

"Apakah kamu sudah melihat rumor mengenai Aiden Atmajaya?" tanya Ben.     

Rumor? Rumor yang mengatakan bahwa Aiden buta, kejam dan psikopat? Aiden memang dingin dan arogan, tetapi ia bukan orang yang seperti itu.     

Anya hanya tertawa mendengar pertanyaan Ben. "Itu hanyalah rumor belaka."     

"Tetapi bagaimana bisa ia memperlakukan mantan tunangannya seperit itu. Mantan tunangannya juga seorang wanita. Raka dan Raisa Mahendra terus mengganggumu. Kalau hal itu sampai ke telinga Aiden, ini akan sangat mengkhawatirkan. Walaupun ini adalah masalah pribadimu, aku harap kamu bisa menyelesaikannya dengan baik agar tidak mempengaruhi pekerjaanmu," kata Ben dengan terus terang.     

Aiden sangat baik kepada Anya karena mereka baru saja menikah. Tetapi suatu hari nanti jika Aiden sudah bosan padanya, apa yang akan pria itu lakukan kepadanya?     

Apakah Aiden juga akan memperlakukannya dengan kejam, seperti Aiden memperlakukan Natali?     

"Saya mengerti. Raka dan Raisa Mahendra tidak akan pernah datang ke tempat ini lagi," kata Anya dengan tenang.     

Sekitar jam dua siang, seorang tamu yang tidak disangka-sangka muncul di toko.     

Irena Mahendra! Ibu Raka dan Raisa …     

Ben menyambut kedatangan Irena dengan sangat hangat dan mengantarnya ke kantor Esther yang terletak di lantai dua.     

"Nyonya, kepala manajer kami sedang pergi dinas dan akan kembali besok. Apa yang bisa kami lakukan untuk Anda?" tanya Ben.     

"Panggil Anya untuk menemuiku!" kata Irena dengan wajah yang dingin.     

Sejak awal kedatangan Irena, Ben sudah merasakan firasat buruk. Firasat buruk itu semakin terbukti ketika Irena meminta agar Anya menemuinya.     

"Anya hanyalah seorang asisten. Jika Anda membutuhkan sesuatu …"     

"Aku hanya ingin bertemu dengannya!" kata Irena dengan tidak sabaran.     

"Tolong tunggu sebentar, aku akan memanggilnya," Ben tahu ia tidak akan bisa menyelesaikan masalah ini sendiri sehingga ia memutuskan untuk memanggil Anya.     

Di lantai satu, di area pembuatan parfum khusus, sepasang kekasih mudah sedang bertanya-tanya pada Anya mengenai cara membuat parfum. Ben terpaksa memanggil Anya dan menyuruhnya untuk menemui Irena. "Anya, Nyonya Irena ingin kamu menemuinya."     

"Manajer, tolong antarkan secangkir kopi pada Nyonya Irena dan katakan bahwa saya masih melayani tamu. Saya akan segera ke atas setelah selesai," jawab Anya dengan tenang.     

"Anya, Nyonya Irena tidak akan mau menunggu," desak manajer.     

"Manajer, lalu bagaimana dengan pelanggan saya yang ini. lebih baik minta Nyonya Irena untuk menunggu," jawab Anya sambil tersenyum sopan.     

"Anya, jangan mempermalukanku. Nyonya Irena adalah pelanggan setia toko kita. Kamu tidak boleh menyinggungnya," kata Ben dengan wajah sedih.     

"Saya tahu, tetapi saya juga tidak bisa meninggalkan para pelanggan ini sendirian," Anya tidak mau menuruti permintaan Ben hanya karena Irena memaksanya. Ia harus melakukan tugasnya dengan baik, melayani pelanggan yang saat ini sedang bersama dengannya.     

"Kalau begitu cepatlah! Aku akan membawakan kopi untuk Nyonya Irena." Ben tidak punya pilihan lain selain meminta Irena untuk menunggu karena Anya memang tidak bisa meninggalkan pelanggannya sendiri.     

Anya kembali melanjutkan pekerjaannya, membimbing sepasang kekasih muda yang merupakan pelanggannya siang ini untuk membuat parfum khusus mereka. Sementara itu, para pelayan toko lainnya mulai berbisik-bisik.     

"Lihat sikapnya. Ia punya dukungan dari anggota keluarga Atmajaya sehingga ia berani mengabaikan Nyonya Irena."     

"Kita benar-benar akan mati karena wanita ini. Jika Nyonya Irena tidak mau kembali ke toko kita lagi, bonus kita akan berkurang."     

"Lihat saja ia sama sekali tidak terburu-buru. Padahal Nyonya Irena menunggunya."     

Saat mereka sedang berbisik-bisik, suara cangkir pecah terdengar dari lantai atas. Tidak perlu menebak apa yang terjadi. Semua orang sudah tahu bahwa Nyonya Irena kehilangan kesabarannya dan memecahkan cangkir itu dengan sengaja.     

Namun Anya tidak peduli. Perhatiannya tetap terpusat pada pelanggan di hadapannya yang sedang membuat parfum mereka.     

Dua puluh menit kemudian, akhirnya mereka selesai membuat parfum mereka. Sepasang kekasih itu merasa sangat puas dan senang karena pelayanan serta bimbingan Anya. Sebaliknya, Ben merasa ingin menangis saat mengangguk dan mengantar pelanggan itu pergi.     

"Anya, bisakah kamu segera ke atas sekarang?" Ben terus mendesak Anya untuk menemui Irena.     

"Saya akan membersihkan peralatan sebentar dan …"     

"Aku yang akan membersihkannya!" Ben tidak menunggu Anya menyelesaikan kata-katanya dan langsung mengambil alih tugas Anya.     

Anya tidak punya alasan lagi untuk menunda pertemuannya dengan Irena. Ia menarik napas dalam-dalam dan berjalan menuju ke kantor Esther yang berada di lantai dua.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.