Pernikahan Tersembunyi: My Imperfect CEO

Bukti Rekaman



Bukti Rekaman

"Ingat, tidak ada yang boleh menindas atau pun menghina istri Aiden Atmajaya. Aku bangga padamu!" pujian itu terdengar dari ujung telepon, membuat Anya kembali teringat saat Raisa menghinanya di depan perusahaan Aiden. Pada saat itu, ia hanya bisa diam berdiri di tempatnya seperti orang bodoh.     

"Aiden, selama ini aku selalu berhati-hati dalam bersikap. Aku selalu berpikir jika aku bisa menahan semuanya, aku akan bertahan hidup, meski sebenarnya sulit sekalipun untuk menahan semua cobaan ini. Kamu mengajarkanku untuk melawan karena ada banyak hal yang tidak bisa ditoleransi begitu saja. Ini adalah keberanian yang kamu berikan padaku," kata Anya dengan penuh rasa syukur. "Terima kasih karena telah menjadi bagian dari hidupku."     

"Hmm ... Aku berharap kamu akan terus menjadi orang yang lebih baik!" kata Aiden. Ia berjalan ke mobilnya sambil menatap langit, memikirkan mengenai Anya yang berada jauh darinya. Bibirnya membentuk senyuman saat membayangkan mengenai Anya. Namun pada saat itu, sebuah sosok terlihat di matanya.     

Sosok itu ...     

Keara ...     

"Ada yang harus aku selesaikan. Aku tutup dulu teleponnya," Aiden menutup teleponnya tanpa menunggu jawaban Anya. Ia segera mengejar sosok yang ia kenal itu ...     

...     

Anya memegang ponselnya, memeluknya dekat ke arah dadanya. Hatinya dipenuhi dengan rasa bahagia. Hari ini, Anya memutuskan untuk menjadi orang yang lebih baik. Menjadi orang yang lebih berguna bagi Aiden ...     

Aiden ... Aku akan berusaha keras untuk menjadi lebih baik. Agar aku pantas untuk bersanding denganmu.     

Mungkin Anya juga harus memperbaiki cara berpakaiannya. Ia tidak boleh selamanya tampil sederhana saat bersama dengan Aiden. Ia tidak mau membuat Aiden malu.     

Selain itu, ia juga harus berusaha keras untuk membangun karirnya. Ia tidak akan menjadi bunga hias di dalam vas rumah Aiden yang hanya bisa untuk dipamerkan.     

'Aku akan berusaha keras! Semuanya untuk dirimu!' pikir Anya.     

Ketika Harris dan sang pengacara tiba di kantor polisi, mereka melihat sosok Anya dan langsung menghampirinya dengan khawatir.     

"Apakah Anda baik-baik saja, Nyonya?" tanya Harris.     

Anya terbangun dari lamunannya dan tersenyum pada Harris. "Aku tidak apa-apa."     

"Nyonya, ini adalah Pengacara Eddy. Ia yang bertanggung jawab atas semua masalah hukum Keluarga Atmajaya," kata Harris.     

"Nyonya, apakah saya bisa melihat bukti rekamannya?" tanya Eddy.     

Anya berbalik menatap ke arah Harris, menginginkan jawaban yang lebih pasti, "Apakah aku harus mengirimkannya padamu, atau aku harus memberikan ponselku kepadamu?"     

"Nyonya, ingatlah untuk selalu menyimpan data cadangan atas semua bukti yang Anda miliki. Jangan pernah serahkan ponsel Anda langsung kepada orang lain. Bagaimana jika ada yang menghapus bukti tersebut?" kata Harris, berusaha untuk mengingatkan Anya.     

"Baiklah," Anya langsung menyimpan bukti rekaman itu di emailnya sebelum memberikan ponsel tersebut pada Eddy.     

Eddy menerima ponsel itu dengan senyum sopan. Sambil berjalan memasuki kantor polisi, ia mendengarkan bukti rekaman yang diberikan oleh Anya. Setelah beberapa saat, ia mulai bisa memahami situasi keseluruhannya. Kemudian ia bertanya, "Bagaimana Anda ingin menyelesaikan masalah ini, Nyonya?"     

"Aku akan menarik tuntutannya jika Raisa mau meminta maaf di hadapan umum dan di hadapan seluruh media," kata Anya dengan tenang.     

"Baiklah," Eddy mengangguk sambil tersenyum. Ia menyalin bukti rekaman dari ponsel Anya ke laptop yang ia bawa.     

Harris berdiri di belakang Eddy sambil mengamati semua yang Eddy lakukan, memastikan tidak ada kesalahan yang terjadi. Ia tidak hanya memastikan bahwa Eddy tidak mengkhianati mereka dan menghapus rekaman tersebut, tetapi juga memastikan bahwa pria itu tidak memasukkan aplikasi untuk mengintai di ponsel Anya.     

Asisten Aiden memang sungguh luar biasa. Ia sangat cermat dalam melakukan semua tugasnya. Selama ada Harris, Anya bisa merasa tenang.     

Anya dan Harris menunggu di ruang tunggu saat Eddy berusaha untuk berbicara dengan Raisa. Tiga puluh menit kemudian, Eddy kembali muncul, "Nona Raisa menolak untuk meminta maaf!"     

Harris langsung menyerahkan sebuah dokumen pada Eddy. "Tunjukkan dokumen ini pada Nona Raisa. Jika ia tidak mau rahasianya diketahui oleh kakaknya, sebaiknya ia menuruti permintaan kita."     

Eddy memeriksa dokumen itu dan langsung mengangguk. "Baiklah, aku akan mencoba berbicara lagi kepadanya."     

Natali juga mengikuti Raisa hingga sampai ke kantor polisi. Ia tidak menelepon Keluarga Mahendra, tetapi langsung menghubungi Raka. Di depan kantor polisi, Natali terus mondar mandir dengan gelisah sambil menunggu kedatangan Raka.     

Begitu ia melihat mobil Raka tiba, Natali langsung berlari untuk menghampirinya. Tangan Raka yang terbalut dengan perban langsung menarik perhatiannya. "Kak Raka, apa yang terjadi pada tanganmu?" tanya Natali dengan khawatir.     

"Bukan apa-apa. Di mana Raisa?" tanya Raka dengan gelisah.     

Natali langsung memegang tangan Raka dan berkata dengan lembut, "Kak, jangan khawatir. Kakakku lah yang menelepon polisi dan meminta agar Raisa ditangkap."     

"Anya?" mata Raka terbelalak ketika mendengar nama Anya, "Apa yang Raisa lakukan padanya?"     

Natali tidak menyangka pertanyaan itu akan keluar dari mulut Raka sehingga ia tidak bisa bereaksi untuk sesaat. Bukankah seharusnya Raka lebih peduli terhadap adiknya? Mengapa ia malah mempertanyakan mengenai Anya?     

Raka bertanya apa yang terjadi pada Anya?     

"Kemarin malam kamu tidak pulang ke rumah. Bibi tidak bisa menemukanmu di mana pun. Raisa juga khawatir padamu. Ia datang ke Rose Scent untuk mencarimu. Awalnya, Raisa ingin bertanya apakah ada kabar darimu. Namun, pada akhirnya mereka bertengkar dan kakakku menelepon polisi," kata Natali dengan hati-hati sambil mengamati ekspresi wajah Raka.     

Wajah Raka menjadi muram ketika mendengar cerita tersebut. "Apakah Raisa memukuli Anya?" tanya Raka dengan cemas.     

"Tidak, tetapi ia mengatakan sesuatu kepada kakakku. Sekarang, pengacara Keluarga Atmajaya datang untuk menuntut Raisa atas dasar pencemaran nama baik. Aku tidak berani memberitahu bibi sehingga aku meneleponmu," kata Natali sambil menundukkan kepalanya. Ia tampak memelas dan wajahnya terlihat penuh penyesalan. Bibirnya sedikit bergetar saat ia berkata, "Semua ini salahku. Aku tidak bisa menghentikan Raisa."     

"Itu bukan tanggung jawabmu. Semua ini karena sifat Raisa yang memang terlalu kekanakan. Ia akan menyesali perbuatannya itu. Aku akan segera melihatnya," kata Raka sambil memasuki kantor polisi dengan tidak sabar.     

Anya dan Harris sedang membicarakan sesuatu ketika tiba-tiba mereka menyadari bahwa ada yang menatap mereka. Ia berbalik ke arah belakang dan melihat Raka memasuki kantor polisi.     

Anya menggigit bibirnya dan mengalihkan pandangannya dari Raka. Ia tidak punya keberanian untuk menatap Raka secara langsung.     

Harris bergegas menghampiri Anya dan bertanya dengan khawatir, "Apakah kamu baik-baik saja? Raisa memang kekanakan. Aku meminta maaf atas semua perbuatannya."     

"Raka, ini bukan salahmu," Anya berdeham, tidak tahu harus berkata apa. Ia menarik napas dan menghembuskannya, berusaha untuk tetap tenang meski ia berdiri di hadapan Raka. "Aku tidak bermaksud menjebloskan Raisa ke dalam penjara, tetapi adikmu sudah berulang kali mempermalukanku di depan umum. Hari ini, ia bahkan menimbulkan masalah di tempat kerjaku. Jika aku tidak melakukan ini, aku tidak punya wajah untuk menghadap pada rekan kerja dan atasanku lagi. Kalau aku terus dipermalukan, aku tidak akan bisa menghadapi teman-teman dan dosen-dosenku saat kuliahku di mulai nanti."     

Raka mengangguk. "Aku mengerti. Aku akan memintanya untuk meminta maaf kepadamu. Apakah kamu bersedia untuk menarik tuntutannya?"     

"Asalkan ia meminta maaf," kata Anya dengan tenang.     

Natali menghampiri Raka dan menggandeng salah satu lengannya. "Kak, aku akan menemanimu untuk membujuk Raisa," katanya sambil bergelayut manja pada Raka.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.