Pernikahan Tersembunyi: My Imperfect CEO

Membosankan



Membosankan

0"Setelah ibu tirimu keguguran, kamu pergi ke Keluarga Mahendra untuk bersembunyi. Lalu apa yang terjadi?" tanya Aiden sambil menatap Anya. "Katakan yang sejujurnya kepadaku, Anya!" suaranya terdengar sedikit menggeram dan tatapannya terlihat dingin.     

Jantung Anya berdegup lebih kencang. Ia terlihat sedikit takut karena geraman yang keluar dari mulut Aiden.     

Hari itu …     

Kalau saja ibunya tidak datang tepat waktu untuk menyelamatkan Anya dari hukuman ayahnya, mungkin Anya sudah mati di tangan ayahnya sendiri.     

Ia sudah memohon dan menangis sejadi-jadinya di hadapan ayahnya. Ia benar-benar tidak sengaja dan tidak berniat untuk mencelakai ibu tirinya. Tetapi ayahnya sama sekali tidak peduli. Apa yang sudah terjadi tidak bisa dikembalikan. Nasi sudah menjadi bubur …     

Anya tidak pernah menceritakan hal ini kepada siapa pun. Bahkan Raka mengira bahwa malam itu ibu Anya menjemput Anya dari rumahnya. Ia tidak tahu bahwa Deny lah yang membawa Anya pulang untuk menghukumnya.     

Tetapi melihat wajah Aiden saat ini, Anya tahu betul pria itu mengetahui sesuatu.     

Wajah Anya menegang. Ia tidak berani membohongi Aiden, tetapi ia juga tidak berani mengatakan yang sejujurnya.     

Aiden memperhatikan Anya dengan seksama. Kekesalan terpancar di wajahnya yang dingin. "Pikirkan baik-baik jawabannya." Ia memperingati Anya karena ia tidak ingin mendengar kebohongan dari bibir Anya.     

"Aku takut," kata Anya dengan suara yang lirih dan sedikit bergetar.     

"Apa yang kau takutkan?" tanya Aiden sambil memegang tangan Anya.     

"Aku takut mengingat kenangan itu lagi. Aku takut harus mengingat masa-masa itu di benakku lagi. Aku takut tidak akan bisa melupakannya lagi," jawab Anya. Tangannya memegang tangan Aiden dengan erat seolah menginginkan kehangatan dan dukungan dari pria itu. Hanya bisikan pelan yang terdengar dari bibirnya sementara tenggorokannya terasa tercekat. "Aku tidak ingin mengingatnya lagi. Tolong jangan tanyakan hal itu lagi. Aku mohon," katanya.     

Aiden menghela napas panjang dan mengelus rambut Anya dengan lembut. "Ingatlah, mulai sekarang, kamu tidak berutang apa pun pada Keluarga Mahendra dan juga Keluarga Tedjasukmana. Jangan biarkan mereka memperlakukanmu seenaknya."     

"Hmm …" gumam Anya sambil menganggukkan kepalanya dengan patuh.     

Sebelum bersama dengan Anya, Aiden tidak peduli jika ia harus pergi ke luar negeri setiap hari. Tidak ada siapa pun yang menunggunya, tidak ada siapa pun yang keberatan dengan kepergiannya. Namun, kali ini ia merasa sangat enggan.     

Istrinya terlalu lembut dan baik hati. Ia tidak mau menceritakan apa yang telah terjadi di masa kecilnya. Itu artinya, ia sudah memaafkan semua orang yang berbuat jahat kepadanya.     

Ia tidak menyalahkan Keluarga Mahendra karena telah mengembalikannya kepada ayahnya dan ia juga tidak dendam pada ayahnya karena memukulinya hingga hampir mati.     

"Aku berharap kita akan bahagia selamanya. Tidak akan ada orang yang mengganggumu dan menyakitimu lagi" kata Aiden sambil mengecup puncak kepala Anya.     

Anya memeluk tubuh Aiden dan bersandar di naungannya. "Tidak akan ada satu orang pun yang berani menyakitiku selama aku bersama denganmu," kata Anya dengan suara lembut sambil bersandar di pelukan Aiden.     

Anya merasa aman bersama dengan Aiden. Ia merasa damai dan tenteram. Pria itu memiliki kekuatan untuk menjaga dan melindunginya. Aiden juga tidak menyukai siapa pun karena wanita yang dicintainya telah tiada. Hanya ada Anya …     

Namun, sampai kapan semua ini akan bertahan?     

Setelah tiba di bandara, Harris bergegas mengurus penerbangan Aiden dan para pengawalnya. Anya menggenggam tangan Aiden, merasa tidak rela untuk melepaskannya.     

Tetapi Aiden benar-benar harus pergi saat ini …     

Anya melihat Aiden bersama dengan para pengawalnya melewati gerbang pemeriksaan dengan tatapan sedih. Ia tidak tahu apa yang terjadi pada dirinya, tetapi melihat Aiden akan meninggalkannya sendiri di rumah, hatinya terasa kosong.     

Entah apa yang membuat suasana hatinya menjadi buruk, apakah itu cerita mengenai masa lalunya atau karena Aiden akan pergi selama satu minggu dan meninggalkan Anya sendiri di rumah. Anya sudah terbiasa dengan keberadaan Aiden di sisinya sehingga kepergian pria itu membuatnya teringat kembali saat ia harus hidup sebatang kara.     

Bibirnya terbuka, memanggil nama suaminya itu dengan suara yang lirih, "Aiden …" Air mata jatuh, menetes di pipinya.     

Harris merasa sedikit gelisah. "Nyonya, Tuan hanya akan pergi sebentar saja," Kalau sampai Aiden mendengar tangisan Anya, bisa-bisa Tuannya itu batal berangkat.     

Tentu saja Aiden mendengar tangisan Anya. Tidak mungkin ia melewatkan tangisan wanita yang dicintainya. Ia berbalik ke arah Anya, melihat Anya sedang menutup mulutnya dan menangis dalam diam.     

Ia mengira kalau ia tidak bersuara, Aiden tidak akan tahu bahwa ia sedang menangis.     

Aiden menundukkan kepalanya dan mengatakan sesuatu pada pengawal di sampingnya. Kemudian, ia terus berjalan seolah ia tidak tahu bahwa Anya sedang menangis.     

Melihat sosok Aiden yang menghilang di kerumunan, Anya menangis. Mungkin sedikit berlebihan menangis hanya karena Aiden pergi selama satu minggu, tetapi kejadian yang menimpa dirinya akhir-akhir ini membuat beban di hatinya semakin berat. Ia tidak mau sendirian lagi seperti dulu …     

Ponsel Harris tiba-tiba saja berbunyi. Ia segera mengangkatnya ketika melihat nama Aiden terpampang di layar, "Tuan, apa yang Anda butuhkan?"     

Aiden memberi beberapa instruksi pada Harris, tetapi Anya tidak bisa mendengarnya. Anya menghapus air matanya sambil menatap ke arah Harris dengan penuh tanda tanya.     

Beberapa saat kemudian, para pegawai bandara menghampiri Anya dan mengajak Anya menuju ke ruangan khusus. Ia mengikuti para pegawai tersebut dengan bingung, namun Harris meyakinkannya bahwa semua ini adalah suruhan dari Aiden dan Aiden tentu tidak akan membiarkan sesuatu terjadi padanya.     

"Apakah mereka akan membawa kita menemui Aiden?" tanya Anya dengan bingung.     

Harris mengangguk sambil mengikuti Anya menuju ke ruang tunggu.     

Sosok Aiden berdiri di hadapan jendela kaca yang menghadap ke arah jalur pendaratan pesawat. Ia sedang memandang langit malam yang berbintang dengan tatapan menertawang, tidak tahu apa yang sedang ia pikirkan.     

Jendela kaca di hadapannya memantulkan bayangan Anya yang sedang berjalan ke arahnya. Bibirnya langsung melengkung membentuk senyuman tipis.     

Anya menghampiri Aiden dan memeluknya dari belakang, "Aiden …"     

"Hmm …" gumamnya sambil memegang tangan kecil yang memeluk pinggangnya. Ia jarang menggunakan kekuasaannya untuk melakukan sesuatu, terutama yang melanggar aturan seperti ini. Namun, demi Anya ia bisa melakukan apa saja …     

"Aku ingin bersamamu sedikit lebih lama," kata Anya sambil menyandarkan kepalanya di punggung Aiden.     

Aiden membalikkan tubuhnya dan membawa Anya ke dalam pelukannya.     

Para pengawal yang berada di sekitar mereka langsung berpindah ke tempat yang jauh, membiarkan Tuan dan Nyonya menikmati waktu mereka sendirian.     

Aiden dan Anya duduk di kursi yang menghadap ke arah jendela sambil memandang pesawat yang lepas landas dan mendarat secara bergantian. Tangan Aiden melingkari bahu Anya sementara Anya menyandarkan kepalanya dengan nyaman di bahu Aiden. Mereka menunggu keberangkatan Aiden sambil berbincang-bincang dan menikmati pemandangan malam.     

Dari jauh, Harris menyaksikan semua itu dengan senyum tipis di wajahnya. Ia mengharapkan kebahagiaan bagi Aiden sehingga ia juga ikut senang selama Aiden senang.     

Ia mengeluarkan ponselnya dan memfoto Anya dan Aiden yang sedang menghadap ke arah jendela dari kejauhan. Foto mereka berdua begitu indah seperti sebuah lukisan langit malam. Kemudian, Harris mengirimkannya pada Nico.     

Nico baru saja mengantarkan kliennya kembali ke hotel ketika menerima foto tersebut.     

Ia masih duduk di dalam mobilnya, di tempat parkir hotel, sambil melihat foto yang dikirimkan oleh Harris. Ia mengerang seakan tidak suka melihatnya, tetapi bibirnya menyunggingkan senyum tipis.     

Ia menggeleng-gelengkan kepala melihat Pamannya yang dingin itu dimabuk cinta.     

Kemudian, Nico mengirimkan foto itu pada Raka dan berkata sambil menyematkan pesan. "Pamanku membuat pria single sepertiku merasa iri. Aku juga ingin mempunyai pacar yang bisa menemaniku setiap saat."     

Raka bisa mengenali Anya dan Aiden yang berada di foto tersebut hanya dengan sekali lihat. Foto itu terlihat sangat indah sehingga terlihat seperti lukisan.     

Tetapi foto itu membuat matanya terasa sakit. Ia hanya menjawabnya dengan singkat, "Nico, ayo kita pergi minum."     

Nico menolak ajakan Raka. "Aku baru saja bertemu dengan klien dan sudah minum semalaman. Lain kali saja."     

Begitu melihat tolakan Nico, Raka langsung meneleponnya.     

"Di mana kamu? Aku akan menemuimu," kata Raka begitu Nico mengangkat panggilannya.     

"Aku tidak bisa menemanimu. Pamanku sedang pergi keluar negeri dan aku harus menjaga bibiku agar kamu tidak mendekatinya. Aku akan kembali ke rumah Pamanku dan menjadi pelayan bagi bibiku." Nico meletakkan ponselnya dan menyalakan mobilnya, kemudian segera pergi dari tempat tersebut.     

"Kalau aku bersama denganmu, bukankah kamu bisa menjagaku dengan lebih baik agar aku tidak mendekati Anya?" gumam Raka dengan kesa.     

Nico hanya tertawa, "Apa yang kamu inginkan?"     

"Tanganku terluka. Jika ibuku atau Raisa melihatnya, mereka pasti akan ribut. Biarkan aku tinggal bersama denganmu beberapa hari," kata Raka.     

Aiden meminta Nico untuk tinggal di rumahnya selama beberapa hari. Ia meminta Harris menemaninya, tetapi Harris menolak.     

Betapa membosankannya jika ia harus tinggal sendirian. Jika Raka bisa menemaninya …     

"Di mana kamu? Aku akan menjemputmu!" Nico langsung menyetujuinya!     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.