Pernikahan Tersembunyi: My Imperfect CEO

Lepas Landas



Lepas Landas

0"Tanganku terluka. Jika ibuku atau Raisa melihatnya, mereka pasti akan ribut. Biarkan aku tinggal bersama denganmu beberapa hari," kata Raka saat menelepon Nico.     

Tentu saja Nico langsung menyetujuinya! Ia tidak mau tinggal sendirian!     

"Di mana kamu? Aku akan menjemputmu!" Nico langsung setuju dengan penuh semangat.     

Di ruang tunggu bandara, Aiden merasakan matanya berkedut sehingga ia mengusap matanya.     

"Ada apa?" tanya Anya dengan khawatir. Ia takut ada yang terjadi dengan mata Aiden.     

"Mataku berkedut," jawab Aiden sambil mengerutkan keningnya.     

"Mata yang sebelah mana? Jika mata sebelah kiri yang berkedut, itu tandanya kekayaan akan menghampirimu. Jika mata sebelah kanan, itu artinya bencana akan terjadi," tanya Anya dengan penasaran.     

Ketika mendengar kata-kata Anya, Aiden merasa sedikit kecewa.     

"Harris, telepon Nico dan tanya di mana ia sekarang," kata Aiden pada Harris yang berada di pinggir.     

Harris juga mendengar percakapan Aiden dan Anya sehingga ia berusaha untuk menenangkan Tuannya, "Tuan, mungkin Anda hanya kelelahan. Saya akan segera menelepon Tuan Nico."     

Nico sedang menyetir menuju ke sebuah bar untuk menjemput Raka, saat ia tiba-tiba saja mendapatkan panggilan dari Harris.     

"Harris, apakah Pamanku sudah berangkat?" tanya Nico sambil tersenyum.     

"Tuan Aiden akan segera berangkat. Ia meminta saya untuk menanyakan keberadaan Anda," kata Harris.     

"Aku baru saja mengantar klien ke hotel dan akan kembali ke rumah. Katakan pada Pamanku, aku akan menjaga bibi dan menjauhkan Raka darinya," kata Nico dengan sembarangan.     

Nico tidak tahu kalau Aiden telah mengambil alih panggilan tersebut. "Berhati-hatilah selama aku pergi. Jangan mau dibodohi siapa pun. Jangan menandatangani kontrak secara sembarangan. Jika ada masalah yang terjadi, aku akan menyelesaikannya ketika pulang nanti," kata Aiden.     

Nico sangat terkejut mendengar suara Aiden. Tangannya secara reflek mematikan telepon, sementara jantungnya terasa meloncat keluar dari dadanya. Menyeramkan sekali! Lain kali ia harus berhati-hati saat mengangkat telepon.     

Sebentar …     

Bukankah Aiden sudah berada di ruang tunggu dan akan berangkat? Mengapa Harris bersama dengannya? Apakah Harris juga ikut dengan Aiden untuk pergi ke luar negeri?     

Apa yang harus ia lakukan jika Harris juga ikut pergi dengan Aiden? Ia tidak akan sanggup mengerjakan semuanya sendirian …     

Nico memarkirkan mobilnya di depan bar tempat Raka berada dengan perasaan gelisah. Sementara itu, Raka sedang merokok di depan bar tersebut dengan tatapan yang menerawang.     

Nico segera menghampirinya dan melihat keadaan tangan Raka yang berbalut perban. "Ada apa dengan tanganmu? Apakah kamu berkelahi dengan seseorang?" tanya Nico.     

"Kalau saja aku berkelahi. Sayangnya tidak!" Raka tertawa. Ia tidak memberitahu Nico bahwa tangannya terluka karena Anya.     

"Bertarunglah denganku. Ketika tanganmu sudah sembuh, ayo kita berlatih tinju!" Nico merangkul pundak Raka dan mengajaknya untuk pergi ke rumahnya. "Ayo kita pergi ke rumahku!"     

"Kamu harus memperlakukanku dengan baik. Aku terluka dan tidak bisa melakukan apa pun," jawab Raka sambil memukul Nico pelan.     

"Ya … ya … Apa yang sebenarnya membuat tanganmu seperti ini?" Nico membukakan pintu mobil untuk Raka dan mempersilahkan Raka duduk di kursi depan.     

"Tidak ada apa-apa," jawab Raka dengan santai. Melihat sikap Nico yang bersedia membantunya, ia bertanya, "Mengapa kamu masih belum mempunyai pacar?"     

"Kamu tidak tahu betapa kejamnya Pamanku! Ia memintaku untuk memilih antara Raisa atau Natali!" kata Nico sambil mendengus kesal.     

"Raisa sangat dimanja oleh orang tuaku dan kamu tidak bisa bersikap keras pada orang lain. Sepertinya kalau kalian bersama, akan terjadi peperangan besar di antara kalian," jawab Raka.     

"Aku harus segera mencari pacar. Kalau tidak, keluargamu atau Keluarga Tedjasukmana pasti akan segera menjodohkan putrinya padaku," kata Nico dengan panik.     

"Natali baru saja membatalkan pertunangannya dengan Pamanmu. Rasanya tidak mungkin jika ia tiba-tiba saja bertunangan denganmu. Dan Raisa tidak akan mungkin mau menikah denganmu," kata Raka dengan tenang. "Apa yang Aiden katakan kepadamu?"     

"Pamanku bilang ia tidak mau bekerja sama dengan keluargamu atau pun Keluarga Tedjasukmana. Ia hanya ingin membeli tanah milik kalian. Aku khawatir aku akan diserahkan untuk tumbal perdamaian," kata Nico dengan murung. "Sebentar. Aku akan menelepon Harris untuk mencari tahu apakah Pamanku sudah berangkat,"     

Raka diam saja saat telepon Nico yang tersambung dengan audio mobilnya berbunyi. Beberapa dering saja, Harris langsung menerima panggilan tersebut.     

"Tuan, Tuan Aiden sudah berangkat. Saya akan mengantar Nyonya untuk pulang," kata Harris di telepon tersebut.     

"Apakah kamu dan bibi juga ikut menunggu di ruang tunggu bandara?" tanya Nico.     

"Ya, Tuan. Nyonya ingin bersama dengan Tuan hingga ia berangkat," kata Harris dengan tenang.     

Nico mencibir. Pamannya benar-benar pintar membuat hatinya yang kesepian merasa cemburu. Pamannya itu hanya pergi ke luar negeri untuk bisnis sebentar saja. Mengapa mereka berdua begitu tidak terpisahkan?     

Nico juga ingin memiliki pacar!     

"Baiklah, katakan pada bibi bahwa ia bisa meneleponku kapan saja saat Paman tidak bersama dengannya," kata Nico hendak mengakhiri panggilan.     

Namun sebelum ia bisa menutup telepon, Anya mengambil alih telepon tersebut. "Nico, ini Anya."     

Walaupun Anya merasa sedih, ia tidak boleh larut dalam kesedihannya. Ia harus memanfaatkan kepergian Aiden untuk hal-hal yang berguna.     

Nico hampir tersedak mendengar suara Anya, "Ehem … Bibi, apa yang bisa kubantu? Katakan saja!" Meskipun Nico beberapa tahun lebih tua dari Anya, kedudukan Anya sekarang berada di atasnya karena Anya adalah istri Pamannya. Ia tidak bisa berbuat apa-apa kalau Anya melaporkannya pada Pamannya.     

"Bisakah kamu membantuku mencari dua orang untuk membantuku merawat tanaman vanili di tamanku?" tanya Anya.     

"Bibi, apakah kamu masih menggunakan lahan itu sebagai taman?" tanya Nico dengan terkejut. Lahan itu adalah lahan yang sangat strategis. Mengapa lahan seperti itu hanya digunakan untuk menumbuhkan tanaman. Sayang sekali …     

"Iya. Aku dan ibuku sempat membuat area vanili di taman dan sudah ditanam selama tiga tahun. Kali ini, vanili itu akan berbuah untuk pertama kalinya. Ibuku yang mengetahui mengenai vanili ini sedangkan aku sama sekali tidak mengerti. Aku membutuhkan bantuan."     

"Sebelumnya, siapa yang bertanggung jawab untuk merawatnya?" tanya Nico.     

"Biasanya, ibuku yang merawatnya. Tetapi ibuku sekarang sedang sakit dan aku harus mencari orang lain yang bisa membantuku. Bisakah kamu mencarikan dua orang karyawan untukku?"     

"Mengapa tidak meminta tolong pada Harris? Ia pasti bisa …"     

"Aku meminta tolong padamu. Kalau sampai aku tidak bisa panen vanili tahun ini, semuanya adalah kesalahanmu!" kata Anya.     

"Bibi, mengapa kamu menyalahkan aku? Aku kan tidak bersalah. Aku tidak pernah melakukan apa pun kepadamu?" kata Nico dengan memelas. Pamannya selalu menindasnya, sekarang bibinya juga sama. Menyedihkan sekali nasibnya …     

Suara Anya terdengar dingin saat mengatakan, "Kamu tidak ingat saat kamu membawa Raka ke rumah Pamanmu? Aku harus bersusah payah untuk membujuk Pamanmu agar tidak marah kepadaku! Sekarang kamu harus membantuku mencari dua orang profesional untuk memastikan panen vaniliku dan aku akan memaafkanmu."     

Nico sudah melupakan kejadian itu dan ia berpikir bibinya juga sama. Tetapi ternyata, ia telah menyebabkan masalah besar untuk bibinya. Kalau begitu, ia tidak bisa menolak permintaan bibinya. "Baiklah …" kata Nico sambil menghela napas panjang.     

Anya menutup telepon dengan puas. Ia mengembalikan ponsel itu pada Harris. "Harris, aku sudah menyuruh Nico untuk mencarikan dua orang yang bisa membantuku. Tolong bantu aku untuk mengatur pembayarannya."     

"Baik, Nyonya." Jawab Harris.     

Harris dan Anya berjalan keluar dari ruang tunggu, didampingi oleh para staf bandara.     

Saat mereka baru berjalan beberapa langkah, telepon Harris kembali berbunyi. Kali ini, nama Aiden muncul di layarnya.     

Harris melirik ke arah Anya sejenak, kemudian ia memasang earphonenya sambil tetap berjalan. "Tuan, apa yang bisa saya lakukan untuk Anda?" tanyanya begitu mengangkat telepon.     

"Aku ingin meminta tiga hal …" sebelum Aiden selesai berbicara, seorang pramugari datang menghampirinya. "Tuan, pesawatnya akan segera lepas landas. Tolong matikan telepon Anda."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.