Pernikahan Tersembunyi: My Imperfect CEO

Berdansa



Berdansa

0Ciuman Aiden dan Anya tidak berhenti sedetik pun. Bibir mereka terus menari-nari seolah tidak ingin berpisah. Tangan Aiden terus bergerak, menyentuh setiap jengkal tubuh Anya, membuat gairah yang dirasakan Anya semakin meningkat.     

Setelah beberapa saat, Aiden melepaskan ciumannya dari Anya, membuat Anya sedikit bingung. Pandangannya menerawang, ia tidak bisa melihat dengan jelas. Semuanya serasa kabur. Namun, Aiden tidak berniat melepaskannya begitu saja. Bibir Aiden berpindah ke buah dada Anya yang satunya, mengulumnya dengan lembut dan semakin lama semakin bergairah.     

Anya tersentak saat merasakan sensasi baru yang tidak pernah ia rasakan seumur hidupnya.     

"Ah! Ah!" Anya merasa sedikit panik, namun juga terangsang. Ia merasakan hal yang baru pada seluruh tubuhnya. Merasakan perasaan yang belum pernah ia ketahui sebelumnya. Ia tidak tahu tubuhnya bisa merasakan hal seperti ini.     

Tangannya terangkat, terkadang mendorong kepala Aiden, terkadang menarik rambut pria itu hingga berantakan seolah mendorongnya untuk terus melakukan hal itu. Ia tidak tahu mengapa ia berbuat seperti ini?     

Ia merasa dilema, antara tidak siap untuk melakukannya atau membiarkan dirinya tenggelam dalam sensasi yang menggoda …     

Pada akhirnya, ia membuka mulutnya dengan susah payah dan berkata, "Aiden, ak-… Aku tidak …"     

Namun, belum sempat menyelesaikan kata-katanya ketika Aiden mendaratkan gigitan lembut padanya, membuat Anya mengerang lebih keras dan melupakan apa yang ingin ia katakan. Kesadarannya seolah menghilang, akal sehatnya entah pergi kemana …     

Aiden tahu apa yang ingin Anya katakan. Anya mau berkata bahwa ia tidak siap dan menolaknya. Tetapi wanita itu telah membuat Aiden membara seperti ini. Aiden benar-benar tidak bisa menunggu lebih lama …     

"Tidak perlu memikirkan apa pun. Nikmati saja," bisik Aiden dengan suara seraknya. Napasnya yang hangat menyapu kulit Anya, membuatnya tubuh Anya merinding.     

Ketika tangan Aiden berpindah, menelusuri lekuk tubuhnya menuju ke bagian bawah tubuhnya, Anya tersentak dan bangkit berdiri dari tempatnya. Ia terlihat panik. "Aku … Aku mau ke toilet," katanya.     

Tubuh Aiden menegang. Ia tahu Anya akan lari darinya, tetapi kali ini Aiden melepaskannya. Ia tidak mengatakan apa pun dan membiarkan Anya melarikan diri darinya.     

Anya langsung berlari ke kamar mandi dengan panik dan mengunci pintunya, meninggalkan Aiden seorang diri di tempatnya. Aiden membaringkan tubuhnya di tempat tidur sambil menghela napas, tangannya terangkat dan menopang belakang kepalanya. Tetapi senyum tipis terpancar di wajahnya saat menyaksikan istrinya melarikan diri darinya.     

Di dalam kamar mandi, Anya melihat baju dan celana yang ia cuci masih basah. Ia tidak bisa mengenakan celana yang masih basah. Apa yang harus ia lakukan?     

Aiden memang sangat tampan dan menarik. Banyak wanita pasti rela melemparkan dirinya sendiri ke tempat tidur Aiden. Tetapi Anya tidak mencintainya. Anya memang mengatakan bahwa ia akan belajar untuk mencintai Aiden, tetapi tidak secepat ini. Ia butuh waktu!     

Bukankah seseorang membutuhkan cinta untuk bercumbu dan bercinta? Ia benar-benar tidak siap melakukannya dan ia tidak bisa melakukannya dengan sembarangan. Ia ingin melakukannya dengan pria yang ia cintai …     

Aiden bisa merasakan kepanikan Anya meskipun mereka berada di ruangan yang terpisah. Ia tahu betul otak Anya pasti sedang berpikir keras, membayangkan berbagai macam hal. Pada akhirnya, ia bangkit berdiri dari tempat tidurnya. Ia berjalan mendekati pintu dan berkata, "Aku tidak akan memaksamu jika kamu tidak mau melakukannya." Suara Aiden terdengar lembut seolah berusaha untuk menenangkan kepanikan Anya.     

Setelah membenarkan semua kancing bajunya, Anya mengintip dari balik pintu. "Aiden … Bukannya aku menolakmu, tetapi …" ia terlihat sangat takut dan ragu. Ia tidak tahu bagaimana harus menjelaskan hal ini pada Aiden.     

Hati Aiden terenyuh saat melihat Anya. Wanita itu terlihat sangat takut padanya sehingga sama sekali tidak mau mendekatinya, membiarkan pintu kamar mandi itu memberi jarak di antara mereka. "Ada apa?" tanyanya.     

"Aku tidak tahu apa aku bisa melakukannya. Hal seperti ini harus dilakukan dengan seseorang yang kamu cintai. Kita …" kata Anya dengan ragu.     

Aiden memahami maksud Anya. Anya memang mau belajar mencintainya, tetapi ia belum bisa melakukannya. Dan wanita itu tidak tahu seberapa besar Aiden mencintainya sehingga Anya pikir mereka tidak saling mencintai …     

"Aku akan menunggu sampai kamu siap," Aiden tidak terburu-buru. Ia tidak ingin memojokkan Anya. Ia tidak ingin membuat Anya takut padanya, melarikan diri dan tidak pernah kembali lagi. Ia harus bersabar.     

Lagi pula, mereka masih punya waktu yang panjang. Mereka punya waktu seumur hidup untuk bersama-sama. Hanya kalau Anya masih mau bersamanya dan tidak menggunakan permintaannya untuk menceraikannya …     

"Apakah kamu benar-benar mau menungguku?" tanya Anya dengan mata yang berbinar. Ia masih bersembunyi di belakang pintu tetapi ia sudah tidak terlihat takut lagi.     

Anya yang seperti ini mampu meluluhkan hati Aiden dengan mudah.     

"Hmm …" Aiden menarik tangan Anya dan mengajaknya untuk keluar dari kamar mandi. Setelah itu, ia memeluk Anya dengan lembut. "Sebelum menikah, aku sudah pernah berjanji padamu bahwa kamu bisa melakukan apa pun yang kamu mau. Dan aku tidak akan memaksamu untuk melakukan apa pun yang tidak kamu mau."     

Tangan Anya memeluk pinggang Aiden dengan lebih erat dan menyandarkan tubuhnya pada tubuh pria itu. "Terima kasih!" katanya dengan lirih. Ia sangat bersyukur Aiden menghormatinya. Ia benar-benar beruntung bisa mendapatkan pria seperti Aiden.     

Mereka berpelukan dalam diam, nyaman dengan keberadaan satu sama lain.     

"Apakah kamu bisa berdansa?" tanya Aiden tiba-tiba.     

"Eh?" Anya merasa sedikit bingung dengan pertanyaan yang tiba-tiba dan sangat acak itu.     

"Ayahku akan mengadakan perayaan ulang tahunnya," kata Aiden sambil tetap memeluk Anya, tidak ingin melepaskan wanita itu lagi.     

"Aku tidak bisa berdansa," kata Anya dengan suara pelan.     

"Hmm … Aku bisa mengajarimu," kata Aiden dengan suara yang lembut. Ia tidak bisa melemparkan Anya ke tempat tidur dan mencumbunya saat ini, jadi ia membuat dansa sebagai alasan untuk tetap bisa memeluk Anya dan membawa tubuh Anya di dekatnya.     

Ia melepaskan pelukannya sejenak dan menyalakan sebuah lagu. Lagu itu mengalun dengan lembut, memenuhi seisi ruangan dengan irama yang mendayu. Ia kembali memeluk pinggang Anya dan mengajaknya untuk berdansa mengikuti irama.     

Pelukan mereka semakin erat, tubuh Anya berada sangat dekat dengannya. Ia bisa merasakan kehangatan terpancar dari tubuh mungil itu. Wajah Anya memerah karena malu, tetapi ia tidak berniat melarikan diri seperti sebelumnya.     

Aiden perlahan membimbingnya, melangkah satu demi satu, mengajarinya untuk berdansa. Anya berusaha untuk mengikuti langkah Aiden dan menyamainya.     

Anya terlihat sangat menawan, seperti seekor angsa putih yang murni. Angsa yang polos, tidak tahu apa pun mengenai dunia. Di pelukannya, kecantikan Anya seolah mekar.     

Aiden mempererat pelukannya. Tubuh mereka tidak terpisahkan jarak. Mereka bergerak perlahan, mengikuti irama yang mengalun dengan romantisnya. Waktu seolah ikut melambat.     

Anya merasa tubuhnya semakin menghangat saat berada di dekat Aiden. Mengapa ia merasakan seperti ini? "Aiden, aku …"     

Aiden memandangnya, menundukkan kepalanya dan mencium bibir Anya, menelan apa pun yang ingin Anya katakan.     

Tidak seperti ciumannya di atas tempat tidur tadi, kali ini bibirnya mengulum bibir Anya dengan lembut. Tangannya tetap memeluk pinggang Anya dengan erat.     

Namun, tubuh Anya menegang saat Aiden menciumnya. Aiden bilang, ia tidak akan memaksanya, tetapi mengapa ia melakukan ini lagi? Ia merasa sedikit panik.     

"Jangan takut. Aku sudah berjanji padamu, aku tidak akan mengingkarinya," kata Aiden sambil menatap wajah Anya. Ia bisa merasakan tubuh Anya menjadi kaku saat ia menciumnya. Begitu Aiden mengatakan hal itu, tubuh Anya langsung tenang. Rasa was-wasnya seolah menghilang dan ia membiarkan tangan Aiden menopangnya.     

"Aku percaya padamu," kata Anya dengan lembut.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.