Pernikahan Tersembunyi: My Imperfect CEO

Masa Lalu yang Kelam



Masa Lalu yang Kelam

0Hati Anya terasa perih. Ia seakan bisa mendengar hatinya perlahan-lahan retak.     

Semua kebaikan Aiden, kelembutannya, cintanya, semuanya adalah milik Keara. Betapa bahagianya Keara bisa dicintai oleh pria seperti Aiden.     

Anya merasa iri dengan wanita yang telah meninggal tiga tahun yang lalu, tetapi hingga saat ini, wanita itu masih hidup di hati Aiden.     

Anya terisak dan berkata dengan serius, "Aku tidak tahu apa yang dikatakan oleh Raisa, tetapi tolong jangan percaya padanya. Aku benar-benar tidak menggunakan uang dari keluarga mereka."     

Aiden terus menghapus air mata Anya, tidak peduli berapa banyak yang ia teteskan. Ia tidak mau melihat wanita yang dicintainya sedih seperti ini. "Aku tidak peduli apa yang dikatakan orang lain. Aku hanya mempercayaimu."     

Anya mendengarkan kata-kata itu sambil tetap menangis, tetapi senyum merekah di bibirnya. 'Meski bukan aku yang ada di hatimu, meski kelembutanmu ini bukan untukku, aku masih tetap bersyukur.'     

"Aku pasti pernah menyelamatkan dunia sebelumnya sehingga bisa menikah denganmu!" kata Anya sambil tersenyum.     

Aiden tersenyum, tetapi tidak mengatakan apa pun. Rasanya, kata-kata saja tidak cukup untuk menggambarkan betapa ia mencintai Anya. Ia menundukkan kepalanya dan mencium bibir Anya. Ciuman itu terasa asin karena air mata yang terus mengalir, tetapi Aiden tidak keberatan. Bibir ini adalah bibir Anya. Ia bisa menerimanya tanpa syarat.     

Anya melingkarkan tangannya di leher Aiden dan membalas ciumannya. Ciuman mereka menjadi semakin intens.     

'Aiden, mengapa kamu begitu baik padaku?     

Kamu tidak ingin aku terlibat dengan Raka dan belajar untuk mencintaimu. Tetapi aku takut, bagaimana kalau aku tidak bisa mengendalikan perasaanku dan jatuh cinta terlalu dalam padamu.     

Bagaimana aku harus menghadapi kenyataan bahwa aku hanyalah pengganti untukmu? Bahwa hanya wajah ini saja yang kamu rindukan?     

Aku merasa seperti pencuri, pencuri dengan wajah seperti Keara. Aku mencuri kelembutanmu, kebaikanmu, perhatianmu dan segalanya dari Keara.     

Aku merebutmu dari wanita itu!'     

"Mengapa kamu menangis lagi?" Aiden melepaskan bibir Anya. Ia melihat air mata mengalir semakin deras di wajahnya.     

"Tidak, aku hanya kesepian saat memikirkan kamu akan pergi." Anya menguburkan wajahnya di leher Aiden, menyembunyikan kesedihan yang ia rasakan.     

Jika Keara tidak pernah ada, apakah ia masih bisa berdiri di samping Aiden? Menjadi istrinya seperti ini?     

Dalam hati, Anya menegur dirinya sendiri agar tidak bersikap munafik. Ia tidak mencintai Aiden sehingga seharusnya ia tidak perlu khawatir hanya menjadi pengganti Keara?     

Tetapi mengapa hatinya terasa sakit? Mengapa rasanya ada beban yang mengganjal di hatinya?     

Mata Aiden terlihat berbinar saat mendengar jawaban Anya. Ia tidak menyangka Anya merasa enggan berpisah dengannya. Ia pikir Anya akan merasa lebih lega dan bebas karena tidak ada yang mengawasinya 24 jam.     

Aiden mengecup kening Anya dengan lembut, membiarkan bibirnya tetap menempel di sana. "Aku akan segera kembali!���     

Anya memeluk Aiden dengan lebih erat. Hati Aiden terasa luluh. Awalnya ia pikir, satu minggu berikutnya, Anya akan pergi darinya dan kembali ke pelukan Raka.     

Tetapi saat ini, ia yakin ia bisa membuat Anya jatuh cinta padanya dan memilih untuk hidup bersamanya. Ia tidak akan pernah melepaskan Anya.     

Anya sendiri juga berharap suatu hari nanti Aiden bisa mencintainya. Ia ingin mengalahkan wanita yang terus berada di hati Aiden meski mereka sudah di alam yang berbeda. Aiden adalah pria yang sangat baik. Jika Tuhan memberinya kesempatan untuk menjadi wanita Aiden seutuhnya, Anya tidak akan pernah melewatkan kesempatan itu.     

"Sebelum kuliahmu dimulai, aku akan mengajakmu pergi," kata Aiden sambil tetap memeluk Anya. "Ibumu bercerai sejak kamu berusia 10 tahun?" tanya Aiden, mengubah topik pembicaraan.     

"Hmm … Apakah aku sudah pernah bercerita bahwa ibuku adalah seorang parfumeur terkenal?" Anya tertawa saat mengingat ibunya. "Menjadi seorang parfumeur bukan hanya impianku, tetapi juga harapan ibuku."     

Aiden berkata dengan tenang, "Kamu memiliki keahlian dan sangat peka terhadap aroma. Jika kamu ingin menjadi seorang parfumeur, pastikan itu adalah impianmu sendiri. Jangan jadikan harapan orang tuamu sebagai tujuan hidup karena kamulah yang menjalani hidupmu sendiri."     

Anya memegang tangan Aiden dan mengelus-elusnya. "Ketika aku masih berusia 10 tahun, tempat kerja ibuku mengalami kecelakaan. Wajahnya menjadi rusak dan ia kehilangan kepekaan penciumannya. Aku harus menyelesaikan apa yang ia inginkan. Tujuannya adalah tujuanku, impiannya adalah impianku," kata Anya dengan penuh tekad.     

"Kamu memang anak yang penurut," kata Aiden sambil tertawa.     

"Kamu tidak tahu apa yang telah ibuku perjuangkan untukku," kata Anya. Matanya menerawang seolah mengenang semua perjuangan ibunya untuk membesarkan putrinya seorang diri.     

"Ketika ibuku masih berada di rumah sakit, Bu Mona datang bersama dengan Natali dan mengungkapkan perselingkuhannya dengan ayahku. Ibuku merasa sangat marah dan meminta untuk bercerai."     

"Pada saat itu, kondisi ibumu tidak memadai untuk mengurusmu. Mengapa kamu tidak tinggal di rumah Keluarga Tedjasukmana bersama dengan ayahmu?" tanya Aiden.     

"Ayahku adalah seorang pebisnis. Ia tahu bahwa aku dan ibuku sudah tidak bernilai untuknya sehingga ia tidak mau mengurus kami lagi," kata Anya sambil tersenyum pahit.     

"Lalu?" tanya Aiden dengan lembut. Ia ingin tahu semua hal mengenai Anya, termasuk masa kecil Anya.     

"Aku sempat tinggal sementara di rumah ayahku karena ibuku masih berada di rumah sakit. Aku tinggal di atap rumah mereka, sebuah tempat yang mereka jadikan sebagai gudang. Aku tidak boleh turun untuk makan bersama dengan mereka atau bertemu dengan mereka. Pada saat itu, Bu Mona sedang hamil dan takut aku akan mencelakainya."     

Anya tersenyum, tetapi air mata mengalir dari matanya. Cerita ini sudah lama berlalu sehingga ia merasa seperti menceritakan cerita orang lain.     

Aiden mendengarkan cerita itu dengan seksama. Ia menyadari betapa pahitnya masa lalu yang dirasakan oleh Anya. "Jika itu terlalu berat untukmu, kamu tidak perlu menceritakannya."     

"Tidak, aku akan menceritakannya. Aku tidak mau menutupi apa pun darimu." Air mata di mata Anya seolah tidak bisa berhenti mengalir. "Aku telah membunuh putra mereka."     

Hati Aiden terenyuh. Ia sudah bisa menebak apa yang terjadi. Tetapi mendengarnya langsung dari mulut Anya membuatnya seakan bisa merasakan penderitaan Anya. Ia benar-benar ingin merengkuh wanita itu dan menghapuskan seluruh kesedihannya.     

Seorang anak kecil berusia sepuluh tahun harus kehilangan keluarganya yang bahagia dan tinggal di atap rumah. Ia tidak diperbolehkan untuk makan bersama, berbicara pada ayahnya dan juga keluar dari kamarnya.     

Satu-satunya yang Keluarga Tedjasukmana pedulikan adalah putra yang dikandung oleh Mona.     

"Hari itu, Natali sengaja merusak boneka beruang dari ibuku. Aku merasa sangat marah sehingga aku menggigit tangannya. Bu Mona ingin menghukumku tetapi aku mengunci diriku di kamar hari itu. Aku ketakutan. Aku percaya bahwa ia akan membunuhku saat itu. Aku berusaha untuk menelepon ibuku, ayahku, tetapi tidak ada yang menjawab. Akhirnya aku menelepon Raka." Anya menceritakannya sambil terus menangis. Sesekali, Aiden mengusap air matanya dengan tissue dan tetap membiarkan Anya mengeluarkan semua unek-uneknya.     

"Sebelum Raka datang, Bu Mona menghancurkan pintu kamarku dan membawa sabuk masuk untuk memukulku. Aku ketakutan sehingga aku melarikan diri, tetapi Bu Mona tidak mau menyerah dan mengejarku. Tidak sengaja, ia terpeleset dan terjatuh dari tangga. Pada saat itu, aku ketakutan sehingga aku langsung melarikan diri, bersembunyi di rumah Keluarga Mahendra."     

"Apakah ia keguguran?" tanya Aiden.     

"Ya dan itu adalah kesalahanku," kata Anya dengan suara lirih. Ia tidak berani memandang Aiden, tidak mau pria itu memandangnya dengan buruk setelah mengetahui perbuatannya.     

Ia telah membunuh putra Bu Mona …     

"Itu bukan kesalahanmu," kata Aiden sambil memegang wajah Anya, memaksa Anya untuk menatap wajahnya. Kemudian, ia mencium keningnya dan menghiburnya dengan lembut.     

Anya menangis lebih keras ketika merasakan kelembutan Aiden. "Aku memang membenci Bu Mona karena ia telah menghancurkan keluargaku. Tetapi aku tidak pernah berniat untuk membunuh putranya."     

"Aku tahu," Aiden mengelus rambut Anya dengan lembut.     

"Pada saat aku bersembunyi di rumah Raka, ibu Raka lah yang mengobati semua lukaku. Ia juga melindungiku ketika ayahku memaksaku untuk pulang."     

Anya berhenti sejenak setelah mengatakannya.     

"Aku tidak menyalahkan ibu Raka karena memberiku uang untuk berpisah dengan putranya tiga tahun lalu …" lanjut Anya dengan suara pelan.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.