Pernikahan Tersembunyi: My Imperfect CEO

Tidak Bisa Menunggu Lagi



Tidak Bisa Menunggu Lagi

0Anya segera merapikan dokumen itu dan mengembalikan ke tempatnya, seolah tidak ada yang terjadi. Ia meninggalkan meja kerja Aiden, takut akan membuat barang-barang lain semakin berantakan.     

Kakinya melangkah menuju ke kamar Aiden yang berada di salah satu sisi ruangan dan langsung menuju kamar mandi. Lebih baik, ia mandi air hangat terlebih dahulu agar lebih segar. Ia baru saja pulang dari tempat kerjanya dan tubuhnya pasti berkeringat.     

Air hangat membasahi seluruh tubuh Anya, membasuh semua kelelahannya. Ia merasa sangat segar. Dengan berbalutkan handuk mandi, ia keluar menuju ke lemari Aiden dan menyadari bahwa tidak ada pakaian wanita sama sekali di sana. Ia juga tidak mau mengenakan pakaiannya yang tadi. Pakaian itu sudah kotor karena keringatnya selama bekerja.     

Ia memutuskan untuk mengambil salah satu kemeja Aiden, kemeja berwarna putih. Saat melihatnya, Anya teringat bahwa ia tidak pernah melihat Aiden mengenakan baju berwarna terang. Suaminya itu pasti akan terlihat sangat tampan saat memakai baju berwarna terang. Mungkin lain kali ia bisa memilihkan baju untuk Aiden.     

Anya mengenakan kemeja putih Aiden. Tubuhnya yang mungil terbalut dengan baju yang kebesaran itu. Bahkan kemeja itu sampai menutupi pahanya dan lengannya tenggelam tidak terlihat.     

Setelah itu, ia segera membersihkan pakaiannya yang lama dan menggantungnya agar pakaiannya itu cepat kering.     

Begitu keluar dari kamar mandi, Anya melihat tempat tidur besar dan tiba-tiba merasa mengantuk. Ia membaringkan tubuhnya pada tempat tidur tersebut, merasakan kelembutan bahannya dan menguap lebar.     

Ada banyak hal yang terjadi di hari pertama kerjanya, membuatnya kehabisan tenaga. Tidak sampai lima menit ia berbaring, matanya sudah terpejam dan ia tertidur lelap.     

…     

Pukul tujuh malam, mobil Aiden berhenti di depan pintu masuk perusahaannya. Melihat mobil Tuannya datang, Harris bergegas untuk menghampiri.     

"Apa yang Anya lakukan?" tanya Aiden begitu turun dari mobil.     

"Sepertinya Nyonya tertidur," Ketika Harris masuk ke dalam ruang kantor Aiden, ia tidak melihat Anya di mana pun sehingga ia menebak Anya pasti berada di dalam kamar tidur Aiden. Ia tidak berani mengetuk pintunya atau pun memeriksa keadaan Anya tanpa seijin Aiden.     

Aiden langsung menaiki lift dan menuju ke ruangannya. Ia sama sekali tidak memedulikan dokumen-dokumen atau pun pekerjaannya dan bergegas menuju kamar tidur yang terhubung dengan ruang kerjanya.     

Ia membuka pintu kamarnya perlahan dan melihat sebuah tubuh yang mungil berbaring di tempat tidurnya. Tubuh itu bahkan sama sekali tidak bergerak saat ia membuka pintunya. Anya benar-benar tertidur lelap.     

Mata Aiden menyapu tubuh Anya yang berbalutkan kemejanya. Ia berdiri diam di ambang pintu, seolah terpaku dan tidak bisa bergerak.     

Pada saat Harris masuk ke ruangan Aiden, Aiden langsung menutupi pintu itu dengan tubuhnya, tidak membiarkan Harris melihat ke dalam sedikit pun.     

"Jangan ada yang menggangguku sampai aku keluar," kata Aiden dengan suara yang dalam.     

Awalnya Harris ingin mengatakan bahwa makan malam sudah siap. Namun, mendengar perintah Tuannya, ia langsung membungkuk dan keluar.     

Aiden akan pergi ke luar negeri nanti malam. Jadi, Harris juga berharap Tuannya bisa menghabiskan waktu sendirian bersama dengan istrinya dan bersantai.     

Hanya ada Aiden dan Anya yang berada di ruangan itu. Aiden memasuki kamarnya dan menutup pintunya. Ia duduk di pinggir tempat tidur sambil memandang wajah istrinya.     

Anya bisa merasakan tempat tidurnya sedikit bergoyang sehingga ia membuka matanya. Ia masih dalam keadaan mengantuk sehingga saat melihat seseorang duduk di sisi tempat tidurnya, ia langsung kaget dan ketakutan.     

Begitu ia menyadari bahwa Aiden lah yang berada di sampingnya, Anya tersenyum dan mengulurkan tangannya. "Kamu sudah kembali."     

Aiden menyambut uluran tangan itu dan memeluk pinggang Anya, menarik tubuhnya yang mungil ke dalam pangkuannya.     

Tangan Anya beralih, memeluk leher Aiden. Ia masih merasa sedikit pusing karena tertidur. Posisi tidurnya sedikit tidak nyaman sehingga ia terbangun dengan kepala yang agak berat. "Ini semua karena tempat tidurmu yang nyaman, sehingga aku tertidur," gumamnya dengan mata yang masih mengantuk.     

Ia menguburkan wajahnya di leher Aiden dan memejamkan matanya.     

Aiden menatap wanita di pelukannya dengan mata yang penuh dengan gairah. Melihat Anya mengenakan kemejanya yang kebesaran membuat wanita itu terlihat sangat menggoda. Pria mana yang tidak suka saat melihat wanitanya memakai pakaiannya?     

"Aku lapar," kata Aiden. Suaranya sedikit serak saat mengatakannya.     

"Hmm … Aku sudah meminta Harris untuk memesankan makanan. Aku menyuruhnya untuk memesan makanan kesukaanmu," kata Anya dengan polosnya.     

Aiden mencondongkan kepalanya dan berbisik di telinga Anya. "Aku ingin memakanmu," katanya dengan suara yang lirih. Anya merasa tubuhnya bergidik saat mendengar hal itu.     

Belum sempat ia memahami apa yang Aiden katakan, Aiden sudah mengangkat tubuh Anya dari pangkuannya, membaringkannya di atas tempat tidur dan memerangkap wanita itu dengan tubuh besarnya.     

Jantung Anya berdegup dengan sangat kencang. Ia tidak tahu harus berbuat apa. Ia baru saja terbangun dan masih setengah sadar, tetapi sesaat kemudian ia sudah berada dalam posisi seperti ini.     

"Aiden …" suara Anya terdengar gemetar. "Kita belum makan dan kamu harus pergi ke bandara."     

"Penerbangannya ditunda selama dua jam. Aku masih punya waktu," kata Aiden dengan tenang. Ia mendekatkan wajahnya ke arah Anya. Bibirnya yang dingin menyentuh leher Anya, membuat Anya menggeliat di atas tempat tidur.     

Anya tidak siap dengan semua ini! Apa yang harus ia lakukan?     

Ia menelan ludahnya dan berkata, "Nanti makanannya dingin. Bagaimana kalau makanannya jadi tidak enak?"     

Aiden masih terus mencumbu leher Anya, meninggalkan ciuman demi ciuman sambil berkata, "Hmm … Aku bisa memakanmu. Kamu jauh lebih lezat dari makan malam itu."     

Mata Anya terbelalak lebar. Ciuman-ciuman yang Aiden tinggalkan di lehernya membuat gairah juga mulai bangkit dari dalam hatinya. Tetapi ia tidak siap untuk ini!     

Ia memang sudah pernah bercinta dengan Aiden, tetapi saat itu ia dalam keadaan tidak sadar. Kalau ia dalam keadaan benar-benar sadar seperti ini, apa yang harus ia lakukan?     

Jantung Anya berdegup gila-gilaan. Otaknya seakan bekerja dengan kecepatan penuh sehingga ia merasa sedikit pusing.     

Apa yang harus aku lakukan? Apa yang bisa kulakukan?     

"Anya … Aku akan pergi nanti malam …" Ciuman-ciuman Aiden yang selembut bulu itu terus turun dan turun, hingga mencapai tulang selangkanya. Salah satu tangannya bergerak ke arah kancing kemejanya dan membukanya dengan mudah. Ia membuka kancing kemeja itu demi satu, perlahan-lahan seperti sedang membuka sebuah hadiah.     

Tangan Anya berusaha untuk menghentikan Aiden, tetapi otaknya menyuruhnya untuk membiarkannya. Mengapa semuanya sangat bertentangan? "Aiden … Apakah kamu tidak bisa menunggu setelah pulang?"     

"Aku mau kamu sekarang," Aiden tidak mau menunggu dan ia tidak bisa menunggu lagi.     

Pagi tadi, ia melepaskan Anya karena Anya harus pergi bekerja. Tetapi sekarang, ia tidak mau menunggu lagi.     

Bibir Aiden beralih, melumat bibir Anya dengan ganas. Anya seolah tenggelam dalam ciuman itu dan gelora yang muncul dari dirinya. Tangannya yang berusaha untuk menghentikan Aiden terdiam di tempatnya dan malah memegang lengan baju Aiden seolah tidak mau kehilangan kehangatan suaminya itu.     

Desahan demi desahan, geraman demi geraman. Ciuman mereka semakin panas, sementara tangan Aiden masih bekerja untuk terus membuka kancing kemeja yang dikenakan Anya. Kali ini, Aiden berada dalam keadaan yang menguntungkan karena ia sangat mengenali bajunya sendiri. Tidak butuh waktu lama baginya untuk membuka hadiah di hadapannya.     

Tangannya bergerak, mengikuti bentuk tubuh Anya yang indah dan berhenti di salah satu buah dadanya. Bibirnya masih terus mencumbu Anya dengan penuh gairah seolah ingin membuat wanita itu melupakan segalanya, ingin membuat wanita itu hanya memikirkannya.     

Awalnya, tangannya meremas buah dada Anya dengan pelan. Namun, lama kelamaan, ia menambahkan kekuatannya, membuat Anya terus mendesah. Desahan itu bagaikan musik di telinga Aiden. Anya memejamkan matanya, seakan sedang tenggelam dalam gairahnya dan tidak bisa bangun lagi.     

Sementara itu, Aiden membuka matanya. Ia menyaksikan pemandangan yang indah di hadapannya.     

Rambut hitam Anya yang panjang tergerai di atas bantal. Warnanya terlihat sangat kontras dengan kulit Anya yang putih mulut. Matanya terpejam, dan bibirnya terus mengikuti gerakannya. Pipinya sedikit merona dan tubuhnya terus menggeliat di bawah tubuh Aiden.     

Kemeja putih Aiden yang besar memang bisa menutupi kaki Anya yang jenjang. Tetapi karena pergerakan mereka yang terus menerus di atas tempat tidur, kemeja itu terangkat, membuat kaki Anya yang ramping dan indah terlihat.     

Aiden tidak ingin pergi … Ia tidak ingin semua ini berakhir …     

Andai waktu bisa berhenti …     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.