Pernikahan Tersembunyi: My Imperfect CEO

Pulih



Pulih

0Harris berjalan memasuki ruang kantor Aiden sambil berusaha untuk menyembunyikan senyumnya. Ketika Aiden menatapnya dengan tajam, Harris langsung menggeleng-gelengkan kepalanya. "Saya tidak menertawakan Anda, Tuan!" katanya dengan panik.     

Tetapi Aiden sama sekali tidak memedulikan kepanikannya. Ia lebih penasaran terhadap hal lain. "Apa yang Anya bicarakan dengan pria itu?" tanya Aiden secara tak terduga.     

Ternyata tatapan tajam Aiden bukan ditujukan padanya. Aiden bukan marah karena tahu bahwa Harris menertawainya. Harris merasa sedikit malu dengan kepanikannya yang tidak berdasar. Tidak biasanya ia melakukan kesalahan seperti ini.     

Ia bergegas kembali ke posturnya yang profesional. "Nyonya dan Tuan Raka berada di ruangan tertutup. Tidak ada yang bisa mendengar apa yang mereka bicarakan."     

"Pintunya tidak tertutup," potong Aiden.     

Harris termenung sejenak, tidak menyangka dengan situasi ini. Anya tidak menutup pintunya untuk menghindari kecurigaan Aiden. Mengapa Harris tidak memikirkan hal ini? mereka mungkin berada di ruangan yang terpisah, tetapi tidak sepenuhnya berduaan karena Anya membiarkan pintu ruangan itu terbuka lebar untuk menghindari kesalahpahaman.     

"Saya akan segera mencari tahu, Tuan," kata Harris. Lalu, ia segera berbalik dan meninggalkan ruangan itu.     

Begitu Harris pergi, Nico tiba-tiba saja memasuki ruang kerja Aiden. "Paman, aku dengar kamu mengganti jadwal penerbanganmu hari ini. Bagaimana kalau kamu menemaniku malam ini untuk bertemu dengan klien. Nanti malam aku akan makan malam dan membicarakan bisnis dengan …"     

Aiden menyela Nico dengan dingin, bahkan sebelum Nico mengatakan dengan siapa ia akan bertemu, "Aku tidak mengubah jadwal penerbanganku untuk menemanimu."     

"Harris bilang ada sesuatu hal mendesak yang harus paman lakukan. Apalagi yang lebih penting daripada bertemu dengan klien kita?" tanya Nico dengan keheranan. Pamannya ini sangat terkenal gila kerja. Hal lain apa yang ingin dilakukan Pamannya selain bekerja?     

"Aku mau makan malam dengan bibimu," kata Aiden dengan santainya.     

"Hah?" Nico yakin pasti telinganya salah dengar. Apa telinganya sudah rusak? Atau otaknya yang sudah rusak? Tidak mungkin 'hal mendesak' yang ingin dilakukan Pamannya itu adalah makan malam dengan bibinya.     

"Paman, mengapa kamu bersikap seperti ini? Mengapa kamu diperdaya oleh perempuan dengan sangat mudah?" kata Nico. Ia tidak rela Pamannya itu akan pergi makan dengan bibinya, sementara ia harus mengurusi pekerjaan seorang diri. Ia juga ingin berkencan!     

"Bagaimana denganmu yang dijebak oleh temanmu sendiri dengan mudahnya" jawab Aiden dengan dingin. Sepertinya ia masih menyimpan dendam karena Nico membawa Raka datang ke rumahnya.     

Jantung Nico berdegup dengan kencang saat mendengar kata-kata Pamannya. Ia pikir, Pamannya itu sudah memaafkannya karena masalah itu. Tetapi sepertinya kemarahan Pamannya tidak bisa dihapuskan hanya dengan permintaan maaf saja.     

Ia langsung berusaha untuk menjelaskan. "Paman, aku benar-benar tidak sengaja. Aku tidak tahu kalau Raka memiliki masa lalu dengan bibi."     

"Ah!" tatapan Aiden tampak mencemooh, "Kalau begitu, apa yang pria itu katakan kepadamu?"     

Jantung Nico seperti drum yang terus menerus dipukul dengan keras. Kalau jantungnya terus menerus berdegup dengan kencang seperti ini, mungkin lama-lama ia akan meledak. Raka adalah sahabatnya dan Aiden adalah Pamannya. Lebih baik ia menyembunyikan beberapa hal dari Pamannya agar tidak terjadi perkelahian di antara dua orang yang dekat dengannya itu.     

Ia berpikir sejenak dan berkata, "Raka hanya khawatir Paman tidak bersikap tulus dan memaksa bibi. Aku sudah bilang pada Raka bahwa kalian berdua sudah menikah dan menasihatinya agar tidak mengganggu hubungan kalian."     

"Oh ya?" salah satu alis Aiden terangkat. "Lalu, bagaimana bisa sahabatmu itu datang ke tempat kerja bibimu pagi-pagi sekali?" wajah Aiden terlihat benar-benar menyeramkan seperti harimau yang sudah siap memangsa. Sayangnya, kali ini mangsanya tidak lain dan tidak bukan adalah Nico.     

Wajah Nico memucat. Ia hampir saja tersedak ludahnya sendiri saat mendengar bahwa sahabatnya itu kembali menemui bibinya. "Paman, sepertinya ada kesalahpahaman."     

"Begitukah menurutmu?" jawab Aiden dengan ambigu.     

Nico tidak bisa menjawabnya. Jika Pamannya mengatakan bahwa Raka pergi untuk menemui Anya, maka hal itu pasti benar-benar terjadi.     

Raka mendatangi Anya di tempat kerjanya …     

Nico tidak tahu apa alasan tiba-tiba Raka menemui Anya pagi-pagi sekali, tetapi sahabatnya itu pasti berpikir bahwa Aiden telah pergi ke luar negeri sehingga tidak berada di dekat Anya.     

Semua ini adalah salahnya. Nico lah yang memberitahu Raka bahwa Aiden akan pergi ke luar negeri hari ini. Tetapi ia tidak memberitahu Raka kalau pamannya itu berangkat di malam hari! Ia benar-benar ingin memukul kepalanya dan mulutnya yang seperti ember!     

"Jangan khawatir, Paman. Aku tidak akan membiarkan Raka merusak nama baikmu," kata Nico dengan tatapan yang tegas.     

Aiden tidak menjawabnya, tetapi bibirnya menyunggingkan senyum yang menyeramkan. Senyuman itu membuat Nico merasa gelisah dan seluruh tubuhnya terasa mati rasa. Ia benar-benar ingin melarikan diri dari tempat ini. Rasanya tempat ini lebih mengerikan dari kandang harimau.     

"Paman, aku akan membujuk Raka untuk pergi dan tidak menemui bibi lagi. Aku juga akan membantumu untuk menjaga bibi!" kata Nico dengan tulus. Ia sangat takut pada Aiden sehingga ia menawarkan bantuannya untuk menjaga Anya dari Raka.     

"Apakah menurutmu Anya akan berpaling dariku dan kembali ke pria itu?" kata Aiden. Matanya terlihat menerawang saat mempertanyakannya.     

Nico langsung menggeleng-gelengkan kepalanya. "Tidak mungkin! Paman sangat tampan dan hebat. Bibi tidak buta dan pasti juga bisa melihat kehebatan Paman, sama seperti bagaimana aku melihat Paman," kata Nico. Pujiannya pada Aiden itu sangat tulus karena ia benar-benar mengidolakan Aiden. Suatu hari nanti, ia ingin menjadi pria yang berpengaruh dan cerdas seperti Aiden.     

��Hmm … Bibimu memang tidak buta, tetapi aku lah yang buta," suara Aiden terdengar pelan.     

"Itu hanya sementara, Paman. Kamu akan segera pulih!" Nico tidak hanya berbasa-basi dan berusaha untuk menghiburnya, tetapi ia yakin dan percaya seratus persen bahwa Aiden akan segera pulih..     

Mata Aiden sedikit menyipit, memandang ke arah Nico dengan tatapan yang tidak bisa dibaca. Aiden sudah memegang kesalahan Nico sehingga ia akan memanfaatkan keponakannya itu.     

"Kemarin malam, kakekmu datang ke rumahku dan membuat keributan. Ia memaksa agar aku menceraikan bibimu," kata Aiden. "Saat aku pergi, kamu harus membantuku menjaganya."     

Nico langsung mengangguk. "Paman, jangan khawatir. Aku akan melindungi bibi hingga kamu kembali."     

"Hmm … Aku akan menyuruh Bu Hana untuk membersihkan rumah di sebelah rumahku. Kamu bersiaplah untuk pindah malam ini," kata Aiden.     

Rumah Aiden memang terdiri dari beberapa bangunan, namun hanya bangunan utama saja yang ditempati. Salah satunya merupakan bangunan kosong yang merupakan milik Nico. Namun, Nico sangat jarang menggunakan rumahnya yang itu karena ia tidak terbiasa tinggal sendirian.     

"Paman, rumahku itu sudah tidak ditempati selama setengah tahun. Pasti tempatnya sangat kotor dan dingin. Bisakah aku tinggal di rumahmu saja? Kan ada banyak kamar kosong di bangunan utama!" kata Nico dengan santai.     

Sebelumnya, mata Aiden terlihat menghangat saat mereka membicarakan mengenai Anya. Tetapi begitu Nico meminta untuk tinggal di rumah utama, tatapan Aiden langsung terlihat tajam dan dingin. "Aku sedang tidak berada di rumah pada saat itu. Beraninya kamu mau tinggal di rumahku!"     

Nico benar-benar takut melihat tatapan pamannya itu. Untung saja lidahnya tidak tergigit karena begitu terkejutnya. Otaknya pasti sudah rusak saat mengatakan bahwa ia ingin tinggal di rumah Aiden bersama dengan Anya!     

"Tidak, Paman!" Nico terlihat ingin menangis. "Aku melakukan kesalahan. Ini hanyalah salah paham. Aku tidak mau tinggal satu atap bersama dengan bibi!"     

Aiden masih menatapnya dengan tajam. Lutut Nico terasa sangat lemas seperti jeli hingga rasanya ia bisa jatuh berlutut kapan saja.     

"Paman, jangan tatap aku seperti itu. Aku takut!" kata Nico dengan murung. "Aku akan tinggal di rumahku malam ini. Aku akan membantumu menjaga bibi dan menjauhkan semua pria yang berusaha untuk mendekatinya."     

"Hmm …" jawab Aiden dengan santai.     

Nico menyeka keringat dingin di dahinya dan melirik ke arah Aiden. Lebih baik ia segera mengganti topik agar tidak membicarakan Anya. Pamannya itu benar-benar teritorial dan sangat mudah terpancing oleh api cemburu. Aiden sama seperti bom yang siap meledak kapan saja dan sepertinya Nico sangat mudah untuk menyulutnya secara tidak sengaja.     

"Paman, apakah ada perubahan pada matamu?" tanya Nico sambil memandang Aiden.     

"Apa maksudmu?" tanya Aiden dengan santai.     

Nico melangkah maju dan menatap mata Aiden lekat-lekat. "Apakah matamu sudah pulih kembali?"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.