Pernikahan Tersembunyi: My Imperfect CEO

Bianglala



Bianglala

0"Ngomong-ngomong, tadi kamu bilang bahwa Pamanku yang satunya juga mengenal Anya? Bagaimana bisa Paman Ivan juga mengenal Anya?" tanya Nico dengan penasaran.     

Ia tidak mengerti mengapa Anya, Raka dan Ivan bisa saling mengenal. Apakah dunia ini begitu sempit sehingga semua orang saling mengenal satu sama lain?     

"Kami dulu adalah tetangga. Sudah lama aku tidak bertemu dengan Ivan," kata Raka dengan suara pelan.     

"Sudah banyak yang berubah. Sekarang ia adalah Pamanku, Ivan Atmajaya, bukan Ivan Tahir lagi," kata Nico. Pandangannya terlihat menerawang saat mengatakannya.     

"Bibi Imel sangat pandai dan cerdas sehingga Ivan memiliki hidup yang menyenangkan. Sementara, Bibi Diana adalah orang yang keras. Ditambah lagi, kesehatannya tidak baik. Pada akhirnya, Anya harus menderita seperti ini," kata Raka dengan sedikit lesu.     

Nico hanya bisa memutar bola matanya saat mendengar hal itu. Ia tidak tahu bagaimana kehidupan Anya sebelumnya, tetapi posisi wanita itu saat ini jelas lebih tinggi dari posisinya sebagai tuan muda Keluarga Atmajaya. Nico hanya bisa merasa kesal, seperti seorang anak kecil yang mengetahui bahwa mainannya telah direbut oleh orang lain.     

"Raka, aku tidak bisa menghentikanmu. Tetapi kamu berhadapan dengan Pamanku sendiri. Aku tidak mau ikut campur dan tidak mau membantu siapa pun," kata Nico.     

Raka hanya menepuk bahu Nico. "Tenang saja, aku tidak berniat melibatkanmu. Pulanglah! Terima kasih sudah mengantarku pulang."     

Setelah mengatakannya, Raka membuka pintu dan keluar dari mobil.     

Sebelum Raka bisa masuk ke dalam rumah, Nico menurunkan jendela mobilnya. "Raka, pikirkan baik-baik konsekuensinya! Aku tidak mau terlibat dalam masalah kalian!" kata Nico untuk memperingatkan Raka yang terakhir kalinya.     

Raka tidak menjawab. Ia hanya melambaikan tangannya pada Nico, berbalik dan berjalan menuju ke rumahnya.     

…     

Anya menatap dua kue dan lima botol teh osmanthus di hadapannya dengan sangat puas. Ia segera mendinginkan semuanya di dalam kulkas agar mereka bisa menyantapnya dengan lebih nikmat nanti.     

Aiden masih duduk di kursi yang sama, menanti Anya tanpa mengeluh sedikit pun. Ia merasa heran mengapa Anya membuat begitu banyak makanan padahal tidak banyak orang di rumah ini yang akan memakannya. Hanya ada Aiden, Anya, Hana dan Harris …     

Anya berbalik dan menatap ke arah Aiden sambil berkata, "Aku akan mengirimkan tiga botol teh osmanthus dan satu kue ke rumah keluargamu, sementara satu botol lagi untuk Bu Hana dan Harris."     

Aiden mengerutkan keningnya. Ia merasa tidak senang dengan alasan mengapa istrinya itu menghabiskan banyak waktu dan tenaganya. Mengapa Anya juga membuat kue dan teh untuk dikirimkan ke rumah keluarganya?     

"Tidak usah memberikannya pada keluargaku. Kamu hanya perlu mengurusku saja," Aiden berjalan menghampiri Anya dan memeluk pinggangnya. Ia menyandarkan kepalanya di bahu mungil wanita itu, tetapi tidak menaruh seluruh beratnya.     

Anya hanya tersenyum dan tidak menjawabnya. Bagaimanapun juga, ia adalah menantu Keluarga Atmajaya. Sudah seharusnya ia memiliki hubungan yang baik dengan anggota keluarga lainnya. Oleh karena itu, ia ingin memulainya dengan memberikan kue dan teh buatannya.     

"Ayo kita berjalan-jalan di sekitar perumahan," bisik Aiden di telinga Anya.     

"Aku akan berganti baju dulu sebentar," kata Anya sambil menunduk melihat bajunya yang berantakan dengan adonan kue dan lain sebagainya.     

"Hmm … Aku menyukai baju putih yang waktu itu," kata Aiden. Anya tahu baju putih mana yang Aiden maksud. Baju yang Aiden maksud adalah baju pemberiannya pada saat Anya bertengkar di kafe dengan ayahnya dan Natali.     

Baju putih itu sama seperti penyelamatnya pada saat ia membutuhkan. Saat itu, baju yang ia gunakan kotor, penuh dengan noda kopi yang disiramkan oleh Natali. Namun, tiba-tiba saja Aiden datang dengan membawakan baju putih yang bahkan lebih indah dari baju yang ia kenakan sebelumnya.     

Aiden sangat menyukai baju itu. Saat itu, ia bisa melihat Anya sangat cantik saat menggunakannya. Kulitnya yang putih tampak lebih bercahaya dengan balutan warna putih. Ia terlihat seperti malaikat yang dikirimkan Tuhan dari surga untuknya …     

Meski sekarang pandangannya sedikit kabur dan ia tidak bisa melihat dengan jelas, Aiden ingin melihat Anya mengenakan baju itu lagi.     

Sepuluh menit kemudian, Anya turun dengan mengenakan baju terusan putih itu. Ia menguncir rambutnya, membuatnya menjadi cepolan, sehingga menonjolkan lehernya yang indah. Ia mengenakan sandal berwarna senada, tidak mau mengenakan sepatu yang terlalu tinggi karena mereka akan berjalan-jalan.     

Sepertinya, suasana hati Anya sedang sangat baik setelah ia berhasil membuat kue dan teh itu sehingga begitu tiba di hadapan Aiden, ia langsung berkata dengan nada yang ceria, "Ayo kita pergi kencan!" Senyumnya sangat lebar sehingga lesung pipit di wajahnya terlihat.     

Samar-samar, Aiden bisa melihat terang di hadapannya. Meski ia tidak bisa melihat wajah Anya dengan jelas, ia bisa melihat perawakannya. Ia bisa melihat rambutnya yang dikuncir ke atas, membuat lehernya yang elegan dan indah itu terlihat. Baju putih yang ia kenakan seolah menambah kecantikannya, membuatnya benar-benar terlihat seperti malaikat.     

Tidak heran Raka tidak ingin melepaskan Anya meski mereka sudah berpisah selama tiga tahun. Itu karena istrinya ini terlalu cantik!     

Anya memegang tangan Aiden dan mengajaknya untuk segera pergi.     

Mereka berdiri berdampingan dan berjalan-jalan menyusuri danau. Danau yang terlihat dari jendela rumah Aiden itu sangat luas, membentang hingga di luar daerah perumahan mereka. Bagian danau yang dekat dengan rumah Aiden memang tertutup dan merupakan properti milik pribadi, tetapi bagian danau yang dekat dengan kota digunakan sebagai tempat wisata karena lahannya yang luas dan lokasinya yang strategis.     

Taman dengan berbagai pepohonan dan bunga-bunga mengelilinginya, membuat danau itu terlihat lebih indah. Di pagi hari, banyak orang yang berolahraga dan lari pagi di tempat tersebut. Di sore hari, banyak orang menggunakan tempat itu sebagai piknik karena lokasinya yang rindang dan tidak terlalu panas. Di malam hari, bianglala di tempat tersebut terlihat sangat indah karena cahayanya yang menyala.     

Sayang sekali bianglala itu sekarang sudah tidak beroperasi ...     

Anya memperhatikan sekelilingnya, menyadari bahwa ada beberapa pasangan seperti mereka yang juga sedang berjalan-jalan di sana. Semua pasangan itu saling bergandengan tangan sambil berjalan, terlihat sangat mesra dan dekat satu sama lain.     

Tiba-tiba saja, Aiden memegang tangannya dan menggandengnya. "Bukankah kencan harusnya seperti ini?" tanya Aiden sambil mengangkat tangan mereka yang bertautan.     

Jari-jari mereka saling bertaut. Jari mungil Anya seolah tenggelam dalam genggaman tangan Aiden yang besar. Meski hanya tangan mereka saja yang bersentuhan, entah mengapa Anya merasa sangat dekat dengan Aiden.     

Anya hanya tertawa mendengar pertanyaan Aiden. Tawa itu mendatangkan senyum di wajah Aiden.     

"Kata Harris, kalau kamu menyusuri danau ini, kamu harus menaiki bianglala,�� kata Aiden tiba-tiba.     

Anya tertegun sejenak saat mendengar kata-kata Aiden. Pria itu tidak bisa melihat. Apa gunanya mereka naik bianglala jika hanya Anya saja yang bisa melihatnya?     

"Tapi, bianglala di danau ini tidak beroperasi," kata Anya.     

Anya tahu mengenai bianglala yang ada di danau ini. Banyak pasangan muda yang tertarik untuk menaikinya karena mendengar banyak sekali mitos mengenai bianglala. Namun, sayangnya bianglala itu berhenti beroperasi karena sempat terjadi kecelakaan sebelumnya.     

Meskipun tidak ada korban pada kecelakaan itu, bianglala tersebut akhirnya berhenti beroperasi karena takut terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.     

Aiden hanya diam dan tidak menjawab kata-kata Anya. Mereka terus berjalan-jalan menyusuri danau sambil menikmati angin malam yang berhembus dengan lembut. Bianglala yang mereka bicarakan berada di depan mereka, tetapi bianglala itu terlihat gelap dan menyedihkan tanpa adanya lampu-lampu yang menyinarinya.     

Anya memejamkan matanya, menikmati hembusan angin dan kedamaian yang ia rasakan saat ini.     

"Apakah kamu pernah mendengar mitos mengenai bianglala?" tiba-tiba, suara dalam Aiden membangunkannya dari lamunannya.     

Anya membuka matanya dan menatap Aiden dengan heran. Apakah pria seperti Aiden juga mempercayai mitos?     

Tentu saja Anya tahu mengenai mitos bianglala. Anya juga seorang wanita yang sangat menyukai cerita cinta. Seseorang pernah berkata bahwa jika sepasang kekasih menaiki bianglala bersama-sama, mereka akan menjadi sepasang kekasih yang paling bahagia di dunia.     

Mitos lain mengatakan bahwa jika sepasang kekasih berciuman di titik tertinggi bianglala itu, mereka akan hidup bahagia bersama-sama untuk selamanya.     

Ada banyak mitos-mitos lain mengenai bianglala yang pernah Anya dengar. Ia tidak tahu mitos mana yang dimaksud oleh Aiden.     

Saat ia mengangkat kepalanya, tiba-tiba ia melihat bianglala di hadapannya itu menyala dengan cahaya yang berwarna-warni.     

Bianglala itu menyala dengan sangat indah!     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.