Pernikahan Tersembunyi: My Imperfect CEO

Orang Ketiga



Orang Ketiga

0Anya terbangun dari tidurnya. Ia duduk di atas tempat tidur sambil merentangkan tangannya dan melihat ke arah luar jendela. Langit sudah mulai gelap, hari mulai malam.     

Saat melihat jam di meja nakasnya, Anya terkesiap. Ia tertidur selama tiga jam!     

Bagaimana dengan janji kencannya dengan Aiden? Ia tertidur dan mengacaukan kencan pertamanya dengan Aiden. Rasanya ia benar-benar ingin menangis!     

Ia sudah bersusah payah melawan Nico agar anak itu tidak membawa Aiden ke kantor. Ia melakukannya agar ia bisa pergi kencan bersama dengan Aiden, bukan untuk tidur siang seperti ini!     

Anya bergegas untuk turun dan mencari Aiden di lantai bawah. Namun, bukan Aiden yang ia temukan di bawah. Tidak disangka, ia malah melihat bunga-bunga osmanthus yang sedang dikeringkan di taman.     

"Anya, kamu sudah bangun!" kata Hana sambil menghampirinya. Ia tersenyum saat melihat Anya.     

Anya menoleh dan melihat Hana. Ia langsung bertanya pada Hana mengenai bunga-bunga itu. "Bunga osmanthus ini …" tanyanya sambil menunjuk ke arah luar jendela.     

"Aiden berkata bahwa kamu kelelahan dan tertidur sehingga ia meminta beberapa pelayan untuk memetik bunga osmanthus dan mengeringkannya agar kalian tetap bisa membuat kue malam ini." Hana terlihat ikut senang melihat perhatian Aiden pada Anya.     

Anya hanya bisa terdiam saat mendengar kata-kata Hana. Aiden tidak membangunkannya karena ia kelelahan hari ini meskipun mereka sudah janji untuk pergi kencan. Apa sebenarnya kebaikan yang ia lakukan sehingga Tuhan memberikan suami yang sangat perhatian seperti ini untuknya?     

"Aiden sedang berada di ruang kerjanya. Aku akan mengantarkan teh ini," kata Hana sambil membawa sebuah nampan dengan secangkir teh.     

Anya langsung mencegatnya dan berkata, "Bu Hana, biar aku saja yang mengantarnya!"     

Hana memberikan nampan yang dipegangnya pada Anya dan tersenyum penuh arti. Anya hanya bisa merasa malu. Ia tidak mau melakukan apa-apa! Hanya mengantarkan teh ini saja pada Aiden sebagai ucapan terima kasihnya.     

Anya berjalan menuju ke ruang kerja Aiden dan mengetuk pintunya. Tanpa menunggu jawaban dari Aiden, ia langsung mendorong pintu tersebut dan hendak masuk ke dalam.     

Di dalam, ia bisa melihat Aiden duduk di kursinya yang biasa, sedang mengobrol dengan seseorang. Sementara itu, Nico sedang duduk di hadapannya. Suasana di antara mereka terasa serius. Sepertinya mereka sedang membicarakan mengenai pekerjaan.     

Saat ia melihat sosok Nico di dalam ruangan itu, Anya langsung menegurnya tanpa aba-aba. "Nico, jangan terus mengganggu Pamanmu! Ia perlu beristirahat."     

Tidak pernah sekali pun terlintas di benaknya bahwa Raka juga sedang berada di ruangan itu. Pria itu duduk di samping Nico, tubuhnya tertutupi oleh tubuh Nico yang jangkung sehingga Anya tidak melihatnya.     

Pada saat mendengar suara Anya, Raka langsung bangkit berdiri, membuat Anya terkejut dengan keberadaannya.     

"Iya, Bibi. Aku hanya ingin menanyakan beberapa hal mengenai pekerjaan pada Paman. Aku tidak akan mengganggu kencan kalian!" kata Nico sambil memutar bola matanya. Ia sudah merelakan kenyataan bahwa hari ini ia akan lembur.     

Kemudian, ia berbalik ke arah Raka dan memberi isyarat padanya, mengajaknya pergi dari tempat ini. "Kami akan pergi dulu. Kami tidak akan mengganggu kalian," kata Nico.     

Namun, Raka hanya diam di tempatnya. Ia sama sekali tidak bergerak seakan kakinya tertancap di tanah. Matanya tertuju pada wanita yang membawa nampan di ambang pintu. Tidak pernah sekali pun pandangannya lepas dari wajah wanita itu.     

Nico bisa merasakan keanehan ini. Ia menatap Raka, kemudian Anya, dan kembali ke wajah Raka dengan heran. Sementara itu, wajah Aiden semakin lama tampak semakin menyeramkan.     

"Raka, apakah kamu mengenal bibiku?" tanya Nico dengan curiga. Dari gerak-gerik Raka, ia merasa bahwa Raka mengenal bibinya, begitu pula sebaliknya.     

Aiden menghela napas saat melihat bahwa Anya lah yang mengetuk ruang kerjanya. "Nico, turunlah ke bawah terlebih dahulu. Ada sesuatu yang harus kami bahas," kata Aiden dengan dingin.     

Nico bisa merasakan firasat buruk saat mendengar perintah Aiden, "Paman, apakah aku melakukan kesalahan?"     

Raka terus memaksanya agar ia bisa bertemu dengan Aiden untuk membicarakan mengenai proyek pengembangan kawasan kota baru. Tetapi ketika mereka berdua tiba dan bertemu dengan Aiden, Nico bisa merasakan ketegangan di antara Aiden dan Raka.     

Sampai pada akhirnya Anya masuk ke dalam ruang kerja Aiden itu, Nico baru menyadari apa yang sebenarnya terjadi. Pembahasan proyek itu hanyalah alasan agar Raka bisa bertemu dengan Anya. Ia benar-benar tidak tahu.     

"Aku akan mengurusmu nanti. Sekarang keluarlah!" suasana di sekitar Aiden langsung menjadi dingin dalam sekejap.     

Nico benar-benar ingin menangis. Sepertinya, ia benar-benar datang di saat yang tidak tepat hari ini. Pertama ia datang di saat Aiden dan Anya sedang bertengkar. Sekarang, ia seperti membawa seekor serigala di hadapan seekor harimau, menantikan pertarungan mereka.     

Ia sama sekali tidak tahu antara hubungan Raka dan Anya. Jika ia mengatakan bahwa ia melakukan semua ini dengan tidak sengaja, apakah Aiden akan memaafkannya?     

Lebih baik, ia pergi dari tempat ini terlebih dahulu daripada ia yang diterkam oleh harimau.     

Ketika ia melewati Anya, ia menatap Anya sambil memohon dan meminta tolong. 'Tolong aku, Bibi. Aku sama sekali tidak tahu,' bibirnya bergerak tanpa mengeluarkan suara.     

Anya hanya bisa melotot ke arah Nico, merasa kesal karena pria itu membawa Raka ke rumah Aiden. Pandangannya seolah mengatakan bahwa ini semua salah Nico sendiri.     

Nico hanya bisa menunduk lesu dan turun ke lantai bawah, meninggalkan Aiden, Anya dan Raka di ruang kerja. Hari ini sungguh hari yang buruk untuknya …     

Anya tidak tahu bagaimana menghadapi situasi yang mendadak ini. Suaminya dan mantan kekasihnya bertatap muka secara langsung. Apa yang harus ia lakukan? Mereka bertiga sedang berada di ruangan yang sama, membuat Anya merasa gugup dan gelisah.     

"Kemarilah!" kata Aiden pada Anya.     

Anya merasa sedikit pusing saat berjalan menuju ke arah Aiden sehingga ia berjalan dengan sangat pelan, tidak mau sampai menumpahkan teh Aiden. "Aku datang untuk membawakan tehmu. Aku tidak tahu bahwa kamu sedang ada tamu. Kalian bisa berbicara. Aku tidak akan mengganggu."     

Aiden hanya mendengus saat mendengar kata-kata Anya. "Karena kita semua sudah berkumpul di sini, lebih baik sekalian diperjelas saja."     

Raka bisa melihat bahwa Anya sangat menurut pada Aiden sehingga ia merasa bahwa wanita itu sedang berada di bawah kendali Aiden. Ia memulai pembicaraan dan berkata, "Aiden, berapa banyak hutang Anya padamu? Aku akan membayar semuanya. Biarkan dia pergi."     

Mata Aiden terlihat sangat dingin saat mendengar kata-kata Raka. Ia menatap pria itu dengan tajam dan mematikan, setelah itu berbalik ke arah Anya. "Apakah aku memaksamu untuk bersama denganku?"     

Anya bergidik saat melihatnya. Aiden tidak bisa melihat, tetapi bagaimana bisa matanya begitu tajam dan mengerikan seperti ini?     

Ketika matanya sudah sembuh nanti dan ia bisa melihat lagi, apakah tatapannya akan lebih mematikan? Apakah Anya akan mati karena tatapannya yang tajam?     

Ia tertegun mendengar pertanyaan Aiden. Apakah Aiden pernah memaksanya? Sejak menikah dengan Aiden, pria itu tidak pernah sekalipun membatasi kebebasannya.     

Sebelum menikah, Aiden berjanji bahwa Anya bisa melakukan apa pun yang ia inginkan. Setelah menikah, Aiden tidak pernah melanggar janjinya sekali pun.     

Anya meletakkan cangkir the Aiden di meja. "Aiden sangat menghormatiku. Aku ingin tetap menjual bunga, Aiden tidak hanya memberi ijin padaku. Ia bahkan menyuruh para pelayannya untuk membantuku di taman. Saat aku dipanggil wawancara kerja, ia juga mendukungku untuk mencapai impianku. Aiden adalah pria yang baik. Ia tidak pernah memaksaku untuk melakukan apa pun."     

Aiden mengangkat alisnya saat mendengar jawaban Anya. Ia mengulurkan tangannya dan mengambil cangkir teh, kemudian menyesapnya dengan pelan. "Raka mengira aku memaksamu untuk menikah denganku."     

"Anya, aku dengar …"     

Belum sempat Raka menyelesaikan kalimatnya, Anya sudah memotongnya. "Apa pun yang kamu dengar itu benar. Aku adalah orang ketiga di antara Aiden dan Natali."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.