Pernikahan Tersembunyi: My Imperfect CEO

Cinta Seorang Ayah



Cinta Seorang Ayah

0"Anya, jaga dirimu baik-baik. Ayah kurang sehat. Ayah akan pulang dulu," Deny menatap putrinya sambil tersenyum.     

"Kalau kamu sedang tidak sehat, tidak akan ada yang menyalahkan kalau kamu tidak datang. Di tempat ini ada banyak orang. Bagaimana kalau kamu tertular penyakit," kata-kata yang keluar dari mulut Anya terdengar dingin, tetapi tanpa sadar tangannya membantu Deny untuk membetulkan jaket dan syal yang melingkar di lehernya.     

Walaupun cuaca di bulan November tidak terlalu dingin, penyakit ringan seperti flu saja bisa membunuh Deny.     

Deny menjawab sambil tersenyum. "Ibumu telah mendidikmu dengan sangat baik. Kamu tumbuh menjadi wanita yang baik hati dan kuat."     

"Kalau kamu tidak sehat, kamu tidak akan bisa mencari uang. Apa gunanya uang kalau kamu tidak memiliki tubuh yang sehat?" kata Anya, menyarankan Deny untuk banyak beristirahat.     

"Perusahaan tidak bisa berjalan tanpa ada aku. Ini semua adalah karma yang harus aku terima karena membuat kamu dan ibumu menderita. Tuhan telah menghukumku," Deny menundukkan kepalanya dengan malu.     

Anya tidak tahu harus berkata apa. Ia menoleh dan memandang ke arah Aiden. Kemudian Aiden berkata, "Kalau paman benar-benar merasa menyesal, lebih baik menjaga kesehatanmu dan berbuat yang terbaik pada orang-orang yang kamu cintai. Sebelum semuanya terlambat …"     

Mata Deny berbinar saat memandang Anya dan Aiden, "Aku akan menjaga kesehatanku."     

Anya mengangguk dan balas tersenyum, "Hati-hatilah saat pulang. Aku tidak bisa mengantarmu."     

"Tidak perlu mengantarku. Asistenku akan membantuku dan supirku sudah menunggu di depan lobby. Di luar dingin. Tidak usah keluar, nanti kamu sakit," Deny berbalik untuk pergi, tetapi kemudian ia berhenti sejenak dan memandang ke arah Aiden. "Aiden, meski perusahaanku sudah bangkrut, kalau kamu menindas Anya dan membuatnya merasa sedih, aku tidak akan memaafkanmu."     

"Aku akan selalu menjaga Anya dan merawatnya dengan baik," untuk pertama kalinya Aiden merasakan rasa hormat untuk Deny.     

Ia tidak marah karena Deny mengancamnya, malah merasa bahagia karena akhirnya Deny menunjukkan bahwa ia peduli terhadap putri tertuanya.     

Anya merasa sangat terharu. Sejak kecil, satu-satunya hal yang ia inginkan adalah perhatian dan cinta dari ayahnya. Saat ini, akhirnya ia baru merasakan rasanya memiliki ayah.     

"Ayah, apakah kamu mau pulang? Aku akan mengantarmu ke mobil," Natali menghampiri ayahnya dan langsung bergelayut dengan manja. "Ayah, aku menginginkan tas baru. Bisakah ayah membelikannya untukku?"     

"Kamu kan sudah punya tunangan. Mengapa kamu masih memintanya pada ayah," Deny tertawa.     

"Aku menyukai hadiah dari ayah," Natali dan Deny berbincang-bincang sambil tertawa saat mereka berjalan keluar dari hotel. Anya melihat sosok mereka yang mulai menghilang. Ia merasa sangat iri saat melihat sepasang ayah dan anak itu!     

"Ayo kita pulang," Aiden mengulurkan tangannya untuk memeluk bahu Anya.     

"Aiden, seorang anak membutuhkan kasih sayang dari ayahnya. Ketika anak kita lahir nanti, tidak peduli sesibuk apa pun kamu, kamu harus meluangkan waktu untuk menemani anak kita, ya?" kata Anya dengan suara pelan.     

Aiden mengangguk. Ia tahu betapa pentingnya kasih sayang seorang ayah bagi Anya.     

Melihat suaminya setuju, senyum tersungging di wajah Anya. "Ayo kita kembali. Aku tidak sabar menunggu Tara memanggilku bibi!"     

"Kamu benar-benar menantikan hari ini," goda Aiden.     

"Iya! Aku ingin mendengarnya memanggilku bibi. Tidak ada gunanya memiliki usia yang lebih tua dariku. Bagaimana pun juga, aku tetap bibinya!" wajah Anya penuh dengan rasa bangga.     

Di tempat acara, Nico membawa Tara berkeliling untuk menyapa para tamu.     

"Anya, kamu tidak boleh minum. Aku akan mengambilkan air putih untukmu," Tara meminta segelas air putih pada pelayan yang lewat dan memberikannya kepada Anya.     

Anya tidak menerima gelas itu dan berdeham pelan. "Kamu memanggilku apa?"     

"Ha?" Tara tidak mengerti apa maksud Anya.     

"Tara, kamu harus memanggilnya bibi sekarang," kata Nico.     

"Ini untukmu, Bibi," Tara memandang senyum di wajah Anya. Bagaimana bisa ia menghapus kebahagiaan di hadapan sahabatnya itu. Ia tidak keberatan kalau harus menyenangkannya.     

Anya mengambil gelas itu dan meminumnya. Kemudian, ia memberikan sebuah amplop yang tebal pada Nico dan Tara. "Ini hadiah dariku."     

"Terima kasih, Bibi." Nico menerima amplop itu dengan gembira dan memasukkannya ke tas yang Tara bawa. "Tasmu terlalu kecil," kata Nico. Karena begitu banyak orang yang memberi mereka hadiah secara langsung, tas kecil Tara menjadi penuh.     

"Dasar mata duitan. Apakah kamu mau aku bawakan karung?" tegur Bima.     

Maria datang membawa tas yang lebih besar dari Tara dan berkata. "Pakai saja tasku dulu, Tara."     

Nico langsung mengambil tas ibunya tanpa malu-malu dan memberikan tas Tara pada ibunya. "Ibu, tolong bantu simpan tas Tara. Ada banyak hadiah di dalamnya. Jangan sampai hilang."     

"Setelah kamu selesai berkeliling, pergilah dari sini. Aku tidak ingin melihatmu," Bima merasa sangat malu ketika melihat sikap Nico yang sangat kekanakan.     

Hari ini, Keluarga Atmajaya benar-benar dipermalukan. Di hari pertunangan Nico, calon mempelai wanitanya malah melarikan diri.     

Nico juga tiba-tiba memilih penggantinya di tempat. Ia memilih Tara, tetapi hampir saja Tara juga melarikan diri karena tidak tertarik padanya.     

Kalau sampai Tara juga meninggalkan Nico, itu artinya Nico ditolak 2 kali dalam waktu yang bersamaan.     

Untung saja pertunangan ini bisa dilanjutkan dengan tenang.     

Tetapi Nico sama sekali tidak peduli dan terlihat senang saat menerima hadiah dari orang-orang.     

Bagaimana mungkin Bima merasa tidak malu?     

Untung saja Nico adalah cucu kesayangannya. Kalau bukan, mungkin ia sudah ditendang keluar dari Keluarga Atmajaya.     

Bima mendengus dengan marah. Ia mengalihkan pandangannya dan menemukan Ivan bersama dengan Keara. Keara sudah kembali cukup lama dan bahkan membuka toko di kota ini.     

Namun, Bima dengar, saat pembukaan toko Keara, Ivan hanya menyuruh Heru untuk mengirimkan buket bunga. Ia bahkan tidak datang secara pribadi untuk memberi selamat pada tunangannya.     

Tunangannya membuka usaha baru, tetapi ia tidak melakukan apa pun. Ia bahkan tidak muncul.     

Hari ini, Bima telah mendapatkan pelajaran besar. Mana mungkin ia berani mendesak Ivan untuk menikah. Ia takut keluarganya akan malu lagi kalau pesta pernikahan Ivan gagal.     

Bima berpikir sejenak dan kemudian berbisik pada Maria, "Maria, mengapa aku merasa hubungan Ivan dan Keara tidak sebaik itu?"     

Kemudian Bima memandang ke arah Anya dan Aiden yang sedang duduk di meja keluarga. Kursi mereka saling berdempetan. Dan di bawah meja, tangan mereka terlihat bertautan satu sama lain.     

Anya bercerita dengan penuh semangat, sementara Aiden memandangnya dengan penuh cinta. Bukankah seharusnya cinta itu seperti ini?     

Ketika melihat Ivan dan Keara, Bima tidak bisa melihat kedekatan sama sekali di antara mereka. Mereka bahkan tidak mau memandang satu sama lain.     

"Sebenarnya, Ivan tidak benar-benar menyukai Keara. Imel lah yang menginginkan dukungan dari Keluarga Pratama sehingga ia menyuruh Ivan untuk mendekati Keara. Sebelum hubungan mereka terlalu dalam, mereka telah berpisah karena menghilangnya Keara. Tentu saja perasaan Ivan juga akan sirna."     

Maria menatap ke arah Keara dengan jijik dan berkata. "Keara bukan wanita baik-baik. Apa ayah lupa? Beberapa saat lalu ia sengaja menyebarkan rumor mengenai dirinya dan Aiden. Aku dengar dari Nico, Aiden sangat marah sehingga membuat Galih kehilangan banyak uang. Akhirnya, setelah kejadian itu, Keara tidak berani berbuat apa-apa selama beberapa hari."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.