Pernikahan Tersembunyi: My Imperfect CEO

Hancur Berantakan



Hancur Berantakan

0"Aku dengar kamu hamil. Selamat!" kata Natali sambil tersenyum ke arah Anya.     

Ketika mendengar suara itu, jantung Anya rasanya ingin keluar dari dadanya. Ia benar-benar terkejut, dan juga takut …     

Tidak mungkin Natali datang hanya untuk memberinya ucapan selamat.     

"Apa yang kamu inginkan?" Anya menatap Natali dengan curiga.     

"Aku akan segera menjadi bibi. Aku ikut senang. Menurutmu apa yang aku inginkan?" Natali mengambil garpu di meja dan menusuk-nusuk kue Tara yang belum habis.     

Anya merasa sangat panik. Ia melirik ke arah kamar mandi, berharap Tara segera kembali.     

Ia tidak berani berdiri karena sekarang ia sedang mengenakan sepatu hak tinggi. Kalau Natali mendorongnya dan ia terjatuh, bagaimana dengan nasib bayinya?     

Selama ia tidak makan atau minum apa pun yang diberikan oleh Natali, Natali tidak akan punya kesempatan untuk melakukan apa pun kepadanya.     

"Hubungan kita tidak cukup dekat untuk memberi ucapan satu sama lain. Jangan mendekatiku. Aku tidak berniat untuk bermain drama denganmu," Anya meminta Natali untuk pergi.     

"Anya, apakah kamu takut padaku? Kalau kamu tidak melakukan apa pun kepadaku, mengapa kamu harus takut kepadaku?" Natali meletakkan garpu yang dibawanya. "Aku sama seperti kue ini. Ingatan saat tubuhku disentuh oleh pria-pria menjijikkan itu masih ada di benakku."     

Anya merasa semakin panik. Natali sedang memperingatinya bahwa ia akan membalas dendam atas perbuatan Anya.     

Apa yang harus ia lakukan sekarang?     

"Aku tidak takut padamu dan aku tidak kasihan padamu. Aku tidak peduli terhadap apa yang terjadi padamu karena kamu juga berniat untuk mencelakaiku. Kamu telah mendapatkan ganjaran atas perbuatanmu yang keji. Kamu pantas mendapatkannya," Anya meraih tasnya dan berniat untuk mengambil ponselnya untuk menghubungi Aiden. Sebelum melakukannya, ia melihat Raka sedang menghampirinya.     

Melihat wajah Anya pucat, Raka bertanya dengan khawatir, "Anya, apakah kamu baik-baik saja?"     

"Aku baik-baik saja. Apakah kamu mencari Natali?" Anya menatap ke arah Natali. Arti tatapannya sangat jelas. Ia berharap Raka segera membawa pergi Natali dari hadapannya.     

Raka memahami arti tatapan Anya dan tahu apa yang membuat Anya merasa ketakutan. "Natali, ayahmu datang. Ayo kita menyapanya."     

"Kakak, ayah datang. Ayo ikut bersama dengan kami," Natali mengulurkan tangannya untuk menggandeng tangan Anya tetapi Anya langsung menepis tangannya. "Jangan sentuh aku!"     

"Kakak …" mata Natali memerah. "Apakah kamu membenciku?"     

"Aku tidak suka orang lain menyentuhku. Pergilah dulu. Aku sedang menunggu Aiden," kata Anya dengan dingin.     

Raka melangkah maju dan menghentikan Natali, "Anya masih menunggu Aiden. Ayo kita pergi dulu."     

"Kakak, aku tidak akan muncul lagi di hadapanmu kalau kamu membenciku," Natali berpura-pura sedih dan pergi bersama dengan Raka.     

Setelah Natali pergi, Anya baru bisa bernapas lega. Ia melihat ke arah kue yang sudah hancur di hadapannya dan memahami betapa besar kebencian Natali padanya …     

Tara keluar dari kamar mandi dan melihat penampilan Anya yang pucat. Ia bertanya dengan khawatir. "Ada masalah apa? Mengapa kamu menghancurkan kueku?"     

"Natali baru saja datang. Ia yang menusuk-nusuk kuemu dengan garpu," jawab Anya dengan suara pelan.     

"Dasar wanita gila. Apa yang ia inginkan? Memberimu peringatan?" Tara langsung memeriksa denyut jantung Anya dan tidak ada kejanggalan. Ia langsung merasa lega.     

"Ia memberiku ucapan selamat atas kehamilanku dan berkata bahwa ia tidak akan pernah bisa melupakan penghinaan yang dialaminya. Ia sangat membenciku," wajah Anya terlihat sangat pucat.     

Usia Tara beberapa tahun lebih tua dari Anya. Ia adalah wanita mandiri yang memiliki usaha sendiri serta berhubungan dengan banyak orang setiap harinya sehingga ia jauh lebih dewasa dari Anya.     

Mendengar kata-kata Anya, ia tahu bahwa Anya menyesal karena memiliki masalah dengan Natali.     

Tetapi selama ini Natali lah yang selalu mencari gara-gara dan tidak mau membiarkan Anya hidup dengan tenang. Bukan Anya yang sengaja memprovokasi Natali …     

"Anya, apakah kamu tidak pernah berpikir apa yang akan terjadi jika Aiden tidak menyelamatkanmu? Orang-orang seperti Natali harus diberi pelajaran. Kalau ia masih tidak kapok juga, itu artinya pelajaran yang ia dapatkan masih belum cukup," kata Tara dengan marah.     

"Belum cukup?"     

"Kamu masih peduli terhadap keluarga Raka dan kamu juga tidak mau ayahmu sedih sehingga kamu tidak menuntutnya. Hanya Yura yang dihukum atas perbuatannya. Tetapi Natali sama sekali tidak bersyukur. Ia berpikir bahwa Keluarga Mahendra lah yang menyelamatkannya. Hanya ada kebencian dan kejahatan di benaknya. Ia tahu kamu hamil, itu sebabnya ia mulai menyusun rencana jahat. Kamu harus berhati-hati."     

Tara merasa jalan yang paling aman adalah membuat Natali jera atau memasukkannya ke dalam penjara.     

Kalau tidak, Natali akan terus kembali. Apa lagi sekarang Anya sedang hamil. Tidak boleh ada sesuatu yang terjadi padanya.     

"Aku juga khawatir. Aku takut aku tidak bisa melindungi diriku darinya, apa lagi sekarang ada janin di dalam kandunganku," kata Anya dengan khawatir.     

Tiba-tiba saja Aiden muncul di belakang mereka. "Acaranya akan segera dimulai. Ayo kita ke sana," Anya tidak tahu apakah Aiden mendengar percakapan mereka atau tidak.     

"Tara, ayo kita pergi bersama-sama," Anya menggandeng tangan Tara. Mereka bertiga segera berjalan menuju ke pusat ruangan.     

Suara musik mulai mengalun. Lisa dengan gaun putihnya muncul di jalan panjang yang sudah disediakan untuk calon pengantin.     

Karena kehamilannya, ia mengenakan rok yang mengembang untuk menutupi perutnya yang mulai membesar.     

Nico sedang berdiri di ujung jalan sambil memegang mikrofon. Ia bernyanyi sambil perlahan berjalan ke arah Lisa.     

Ini pertama kalinya Anya mendengar Nico menyanyi. Kemudian, ia menoleh ke arah suaminya dengan penasaran. "Aiden, apakah kamu bisa bernyanyi?"     

"Apakah kamu ingin mendengarnya?" Aiden bisa menebak apa yang Anya pikirkan.     

"Apakah kamu mau melakukannya kalau aku bilang aku ingin mendengar suaramu?" Anya tersenyum dan sengaja menanyakannya.     

Aiden menatap wajah istrinya dengan penuh sayang, "Kalau kamu mau, aku akan bernyanyi untukmu."     

"Bisakah kalian tidak memamerkan kemesraan kalian di hadapanku. Kalian berdua benar-benar …" Tara tidak bisa menyelesaikan kalimatnya karena tatapan Aiden padanya. ia langsung mengubah kata-katanya. "… sangat romantis."     

Anya tertawa dan berbisik kepada Tara. "Menurutmu, suara Aiden bagus atau tidak?"     

"Tentu saja bagus. Mana mungkin suara Aiden jelek …" sama seperti Nico, Tara juga pandai bermulut manis. Jawaban Tara itu membuat tawa Anya semakin keras.     

Nico sudah selesai bernyanyi dan menggandeng Lisa ke atas panggung. Ia memegang mikrofon itu di depan mulutnya dan bertanya dengan keras. "Lisa, apakah kamu bersedia untuk berada di sisiku dan membiarkan aku menjagamu seumur hidupku?"     

"Aku … Aku …" bibir Lisa bergerak, tetapi ia tidak bisa mengatakan ��bersedia'. Matanya terus melirik ke arah seseorang di bawah panggung.     

Tara mengikuti arah pandang Lisa dan melihat sosok yang familiar. "Anya, aku rasa pesta pertunangan ini akan hancur berantakan."     

"Apakah kamu akan merebut mempelai prianya?" tanya Anya dengan terkejut.     

"Tara, jangan bicara omong kosong," Aiden langsung menegurnya.     

Tara hanya mengedikkan bahunya. "Bukan aku. Sepertinya ada seseorang yang datang untuk merebut Lisa."     

"Siapa?" tanya Anya dengan cemas. Anya melihat bahwa Lisa sedang tidak memandang ke arah Nico. tatapannya tertuju ke arah bawah panggung, pada seorang pria berkaos putih dan berjas abu-abu di tengah kerumunan.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.