Pernikahan Tersembunyi: My Imperfect CEO

Tunangan Orang Lain



Tunangan Orang Lain

0"Bagaimana dengan kondisi Anya? Apakah kehamilan ini akan mempengaruhi kesehatannya?" bagi Aiden, kesehatan Anya adalah yang nomor satu.     

Ia memang ingin memiliki anak bersama dengan Anya, tetapi apa artinya anak kalau istrinya tidak sehat?     

"Janinnya sehat. Kesehatan Anya juga baik-baik saja. Ia hanya mengalami sedikit anemia biasa. Aku bisa memberinya obat untuk anemia. Tetapi Anya harus tetap menjaga kesehatannya dan makan makanan bergizi."     

Kemudian Tara memandang ke arah Anya, "Pada trimester awal, kehamilan sangat rawan sehingga kamu harus berhati-hati. Kamu juga mungkin akan merasa mual. Hindari makanan mentah dan pedas, dan juga hindari kafein. Kamu juga harus banyak beristirahat, jangan terlalu banyak bekerja dan kelelahan."     

Setelah itu, Tara berpikir sejenak dan melanjutkan. "Besok, pergilah ke rumah sakit untuk pemeriksaan lebih lanjut. Aku memang sudah memeriksamu dan memastikan bahwa tidak ada masalah dalam kehamilanmu, tetapi untuk lebih amannya kamu harus menjalani pemeriksaan di rumah sakit. Bagaimana pun juga, kamu juga membutuhkan dokter kandungan untuk membantumu melahirkan nantinya."     

Aiden memanggil Hana dan membisikkan sesuatu padanya, sebelum Hana meninggalkan tempat tersebut dengan cepat.     

Beberapa saat kemudian Hana kembali sambil membawa sebuah amplop yang sangat tebal di tangannya. "Dokter Tara, maaf sudah merepotkanmu sehingga kamu harus datang ke sini malam-malam. Terima kasih atas kerja kerasmu."     

Melihat amplop yang super tebal itu, mata Tara langsung berbinar dengan gembira. "Terima kasih, Aiden," ia langsung menerima amplop itu tanpa ada rasa sungkan sedikit pun.     

"Pencinta uang sangat senang saat melihat uang," goda Nico.     

"Aku memang mencintai uang. Apa salahnya?" Tara menjulurkan lidahnya ke arah Nico. Ia langsung memasukkan amplop itu ke dalam tasnya. Setelah memeriksa Anya, ia sudah siap untuk pulang.     

Sebelum pergi, ia kembali menasihati Anya. "Apakah kamu tahu apa yang boleh dan tidak boleh kamu lakukan selama kehamilanmu?"     

"Bibi Diana dan Bu Hana ada di sini. Semuanya akan baik-baik saja. Ayo pergi, aku akan mengantarmu," Nico mengambil kotak obat yang dibawa oleh Tara dan meraih lengan wanita itu dengan tangan yang lainnya, membawanya ke arah pintu.     

"Aku adalah seorang dokter. Kamu bisa membawaku pergi setelah aku selesai memeriksa Anya," gerutu Tara dengan kesal.     

"Apakah kamu pernah hamil atau punya anak? Apakah kamu pernah membantu melahirkan?" tanya Nico.     

Diana dan Hana sudah memiliki anak. Dengan adanya mereka, Anya akan baik-baik saja.     

Aiden akan segera berusia 32 tahun dan tidak mudah bagi Anya bisa hamil seperti ini. Saat ini, perasaan mereka pasti campur aduk. Mereka pasti bahagia, cemas dan juga takut karena ini adalah kehamilan pertama mereka sehingga mereka butuh waktu untuk sendiri …     

Setelah mengerti apa maksud Nico, Tara mengikuti Nico ke mobilnya dan duduk di kursi penumpang depan dengan senang, "Setidaknya kedatanganku hari ini tidak sia-sia."     

Ia mengeluarkan amplop itu dari tasnya dan mulai menghitung isinya.     

"Berani-beraninya kamu menghitung uang di depanku? Apakah kamu tidak takut uangmu itu akan aku rampok?" kata Nico dengan sengaja.     

"Kalau kamu berani mengambil uangku, aku akan melawanmu. Ayo kita berkelahi," Tara langsung menjauhkan amplop itu dari Nico.     

Nico hanya tertawa melihatnya. "Aku tidak kekurangan uang. Kalau aku ingin merampok, kamu yang akan aku ambil, bukan uangmu."     

"Apakah kamu tidak takut mati? Sudah gila ya?" mata Tara melotot dengan tajam sambil mengeluarkan jarum suntik dari kotak obatnya dan mengancam Nico.     

Reaksi Tara membuat Nico tertawa terbahak-bahak. "Aku hanya bercanda. Aku sedang menyetir. Jangan ganggu aku."     

Tara menghitung uang yang didapatkannya dan memasukkannya lagi ke dalam amplop. "Pamanmu sangat murah hati. Ia memberiku banyak uang. Aku akan memberikan uang ini sebagai hadiahmu."     

"Itu adalah uang hasil kerjamu. Mengapa kamu memberikannya kepadaku?" Nico sedang menyetir sehingga ia tidak menerima amplop itu dari Tara.     

"Tiga hari lagi adalah pesta pertunanganmu. Ini hadiah dariku. Sebagai teman, aku berharap kamu bahagia," kata Tara.     

"Kalau kamu sungguh-sungguh mengharapkan pernikahanku dengan Lisa, percaya atau tidak, aku benar-benar akan menciummu sekarang juga," Nico menghentikan mobilnya di pinggir jalan. Kemudian, ia menoleh ke arah Tara dan memegang sandaran kursi Tara dengan salah satu tangannya. Wajahnya semakin mendekat.     

Tara bisa merasakan semburan napas Nico, membuat jantungnya berdebar semakin kencang.     

Ia berusaha untuk mengendalikan hatinya, tetapi hanya tawa canggung yang keluar dari mulutnya. "Kalau begitu aku tidak akan mendoakan pernikahan kalian. Aku hanya akan memberimu hadiah. Di hari pertunanganmu, aku harus bekerja dan tidak bisa hadir," kemudian, Tara meletakkan amplop yang Aiden berikan di paha Nico.     

Nico merasa sangat tidak nyaman saat melihat amplop itu, "Tara, apakah kamu pikir aku membutuhkan amplop ini?"     

"Tidak, tetapi itu ketulusan dariku. Kamu harus …" mata Tara terbelalak saat wajah Nico semakin mendekat. Dan kemudian, bibirnya menyentuh bibir Tara.     

Ia hanya bisa merasakan sesuatu yang lembut menyentuh bibirnya. Begitu menyadari apa yang terjadi, wajah Tara langsung memerah. Ia benar-benar kebingungan.     

Nico menahan tubuhnya dengan kedua tangannya di belakang sandaran kursi Tara, berusaha untuk tidak menghimpit Tara.     

Tetapi ciuman yang mendadak ini benar-benar di luar perkiraan Tara. Tara sangat takut!     

Jantung Tara rasanya hampir copot karena terlalu gugup. Ia tidak mengerti bagaimana ini bisa terjadi.     

Ia sedang berciuman dengan pria yang hendak bertunangan di mobil, di pinggir jalan. Apakah ia sudah gila?     

Setelah itu, ia mendengar suara Nico yang dalam. "Tara, meski aku sudah bertunangan sekali pun, kamu harus tetap menungguku. Apakah kamu mengerti?"     

Tara tertegun dan tidak tahu harus menjawab apa. Ia hanya bisa berdeham pelan untuk menghilangkan kegugupannya dan mengalihkan pandangannya ke arah luar jendela.     

Nico hanya bisa menghela napas panjang, "Aku harap kamu bisa datang di hari pertunanganku. Kalau kamu tidak ada, untuk apa aku memperjuangkan semua ini …"     

"Apakah kamu sudah mendapatkan apa yang kamu inginkan?" tanya Tara dengan suara pelan.     

"Atmajaya Group dan Srijaya Group telah mencapai kesepakatan kerja sama. Karena Lisa sedang hamil, kakekku memberikan 5% saham Atmajaya Group sebagai hadiah pertunangan untukku. Sekarang di Atmajaya Group, pamanku adalah pemegang saham tertinggi," kata Nico dengan tenang.     

Tara tidak peduli terhadap kerja sama antara Atmajaya Group dan Srijaya Group, atau siapa pemegang saham tertinggi di Atmajaya Group. Ia hanya ingin tahu apakah Nico bahagia atau tidak.     

"Apakah kakekmu tidak akan menyalahkanmu kalau Lisa membatalkan pertunangannya?" tanya Tara.     

"Sebelum anak di kandungan Lisa lahir, ia tidak akan membatalkan pertunangannya. Kalau aku tidak bertunangan dengannya, keluarganya akan memaksanya untuk menggugurkan kandungan. Kami sudah setuju setelah ia melahirkan, kami akan membatalkan pertunangan dan ia akan pergi dengan anaknya untuk tinggal di luar negeri," Nico kembali menyalakan mobilnya dan menyetir, tetapi dengan kecepatan yang sangat lambat.     

Tiga hari kemudian, Nico akan menjadi pria dengan tunangan. Pria yang dimiliki oleh wanita lain …     

"Kalau di hari pertunangan kalian tiba-tiba saja kekasih Lisa datang, apakah Lisa akan pergi bersama dengan pria itu?" tanya Tara secara tiba-tiba.     

"Apakah kamu mengenal kekasihnya? Aku hanya tahu bahwa kekasihnya itu seorang dokter, tetapi tidak ada satu orang pun yang mengenalnya," kata Nico.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.