Pernikahan Tersembunyi: My Imperfect CEO

Kesehatan Istrinya



Kesehatan Istrinya

0Aiden menepuk punggung Anya dengan lembut dan membantu untuk memengangi rambut Anya. "Kalau tidak enak, lebih baik tidak usah diminum."     

"Aku ingin segera punya anak denganmu. Semakin lama aku berhubungan dengan dunia parfum, aku akan semakin sulit hamil. Aku takut akan seperti ibuku, tidak bisa punya anak saat aku ingin," Anya terus muntah. Tubuhnya langsung lemas dan matanya berair.     

"Kita masih muda. Kita masih bisa punya anak tanpa harus terburu-buru," kata Aiden.     

Ketika Anya sedang muntah, Nico langsung menelepon Tara dan memberitahunya. "Tara, ramuan apa yang kamu buatkan untuk bibiku? Bibi baru saja mencicipinya sedikit, tetapi ia langsung memuntahkan semua makan malamnya?"     

"Aku tidak memasukkan bahan-bahan yang aneh. Itu ramuan yang sama seperti yang ia minum biasanya. Bagaimana bisa ia muntah? Apakah …"     

"Hamil?" reaksi Nico sangat cepat. Ia langsung bisa menebaknya.     

"Kemungkinan besar begitu. Apakah Bu Hana memiliki buah plum? Suruh Anya makan buah plum untuk mengisi perutnya sambil menungguku. Aku akan segera ke sana," kata Tara dengan penuh semangat.     

"Hati-hatilah di jalan," Nico merasa khawatir karena Tara terlalu bersemangat.     

Begitu keluar dari kamar mandi, Hana langsung membawakan sepiring buah plum untuk Anya. "Dokter Tara akan segera datang. Ia menyuruhmu untuk makan buah plum dulu."     

"Baiklah," Anya merasa ragu untuk memakannya. Tetapi saat memasukkan satu potong ke dalam mulutnya, ia tidak mual seperti sebelumnya.     

Setelah mandi, Diana mendengar bahwa putrinya muntah-muntah setelah minum obat. Ia langsung menatap Anya dengan khawatir. "Apakah kamu baik-baik saja?"     

"Jangan khawatir ibu. Aku baik-baik saja," kata Anya. "Apakah ibu mau buah?"     

Diana menatap piring berisi buah plum itu dengan curiga dan kemudian ia bertanya. "Kapan kamu datang bulan?"     

"Seharusnya dua hari lagi. Tetapi kadang, aku juga terlambat datang bulan. Akhir-akhir ini aku terlalu lelah sehingga jadwalnya tidak tepat," jawab Anya seolah tidak ada yang terjadi.     

"Mengapa kamu tiba-tiba muntah? Apakah kamu hamil?" tanya Diana sambil tersenyum.     

"Ah?" Anya terkejut saat mendengarnya. Tidak pernah terlintas di benaknya bahwa ia sudah hamil.     

Kemudian, ia menoleh ke arah Aiden.     

Tatapan Aiden terlihat tidak yakin, tetapi Anya bisa melihat bahwa suaminya sudah mempersiapkan diri untuk semua kemungkinan.     

"Sebentar lagi, Tara akan datang dan memeriksamu," kata Aiden dengan tenang.     

Anya hanya mengangguk.     

Ia benar-benar gugup. Apakah ia benar-benar hamil?     

Secepat ini?     

Ia baru saja akan mempersiapkan dirinya, tetapi ia tiba-tiba saja hami? Ia sudah hamil bahkan sebelum ia siap …     

Nico juga merasa gugup dan terus menerus melihat jam tangannya. Tara tidak kunjung datang sehingga ia langsung meneleponnya.     

"Tara, di mana kamu?" tanya Nico.     

"Mobilku ditabrak dan sekarang aku sedang menunggu orang bengkel untuk memperbaiki mobilku," kata Tara dari telepon.     

"Berikan lokasimu saat ini kepadaku. Aku akan menjemputmu," kata Nico.     

"Bukankah kamu sedang sibuk mempersiapkan pesta pertunanganmu? Apakah kamu belum kembali ke rumah keluargamu?" gumam Tara.     

"Aku masih berada di rumah pamanku," Nico merasa khawatir dengan keselamatan Tara. Hari sudah sangat larut dan Tara menyetir seorang diri. Sekarang ia sedang mengalami kecelakaan di tengah dan tidak ada yang menemaninya.     

Tara melihat sekelilingnya dan berkata, "Aku sudah dekat dengan rumah Aiden. Di jalan besar sebelum masuk ke dalam perumahan."     

"Tunggu di sana. Aku akan menjemputmu," Nico menutup telepon. Ia langsung mengambil kunci mobilnya dan berjalan ke arah pintu.     

"Paman, mobil Tara menabrak. Ia sedang menunggu orang bengkel karena mobilnya tidak bisa menyala. Aku akan menjemputnya," kata Nico dengan tergesa-gesa.     

Aiden langsung menyuruh salah satu pengawalnya untuk mengikuti Nico.     

"Bu Hana, bisakah kita membersihkan kamar tamu dan membiarkan Tara menginap malam ini. Kasihan sekali karena kita meneleponnya malam-malam, ia sampai mengalami kecelakaan di tengah jalan."     

"Jangan khawatir, Ibu. Nico sudah pergi menjemput Tara. Beri Nico kesempatan untuk terlihat bisa diandalkan," kata Anya sambil tersenyum.     

"Ah? Mereka berdua …" Diana tidak mengatakan apa pun meski pikirannya melayang ke mana-mana. Nico akan bertunangan. Bagaimana bisa ia memiliki hubungan dengan Tara?     

Tetapi Diana tidak menanyakan apa pun dan merasa bahwa ini bukan urusannya.     

Nico segera menjemput Tara sementara pengawal Aiden menunggu hingga mobil Tara diperbaiki.     

"Tara, apakah kamu baik-baik saja?" tanya Anya dengan khawatir.     

"Aku baik-baik saja. kekasihku yang berakhir menyedihkan?" Tara mengedikkan bahunya dengan tidak berdaya.     

"Kekasih?" Nico mengerutkan keningnya dan menatap Tara dengan tajam.     

"Maksudku mobilku. Mobilku adalah kekasihku. Awalnya aku ingin menabung cukup uang sebelum mengganti mobilku dengan yang baru. Tetapi sepertinya aku harus segera menggantinya secepat mungkin." Tara langsung menghampiri Anya di sofa dan meletakkan kotak obatnya di atas meja. "Tunggu sebentar, aku akan mencuci tanganku."     

Hana membuatkan secangkir teh hangat untuk Tara. Tara keluar dari kamar mandi pada saat yang bersamaan saat Hana meletakkan cangkir teh itu di atas meja.     

Tara mengangkat cangkir teh itu dan meminumnya dengan santai, tidak memedulikan tatapan cemas semua orang di sekitarnya.     

"Apakah kamu tidak bisa melihat bahwa pamanku sedang menatapmu dengan tajam. Cepat periksa bibiku sekarang." Nico tidak habis pikir, bisa-bisanya Tara tetap tenang dan minum teh di saat-saat seperti ini. Apakah ia tidak bisa melihat kegelisahan di mata Aiden.     

Tara memandang ke arah sekitarnya, melihat Hana, Diana, Aiden dan Nico memandang ke arahnya. Anya juga menatapnya dan wajahnya penuh dengan kecemasan.     

"Jangan gugup seperti itu. Kalau kamu benar hamil, aku akan memberimu obat tokolisis. Kalau ternyata lambungmu yang bermasalah, aku bisa memberikanmu obat asam lambung," kata Tara sambil mulai memeriksa Anya.     

Anya menuruti semua perkataan Tara dan mengikutinya dengan patuh.     

"Bagaimana?" tanya Nico.     

"Mengapa kamu begitu panik?" Tara tidak memandang ke arah Nico, tetap memusatkan perhatiannya pada Anya.     

"Tara, mengapa kamu memeriksaku lama sekali? Apakah aku sakit?" Anya menjadi semakin dan semakin panik.     

"Jangan berpikir aneh-aneh," kata Tara.     

"Kalau memang bibi tidak apa-apa, mengapa kamu memeriksanya begitu lama?" Nico ikut merasa panik seperti cacing kepanasan. Ia benar-benar penasaran, cemas dan gelisah …     

Aiden hanya diam saja di samping Anya karena ia tahu istrinya sangat gugup. Sebenarnya, ia juga gugup, tetapi ia tidak mau membuat Anya semakin panik.     

Tara akhirnya melepaskan stetoskop di telinganya dan selesai memeriksa Anya. Ia menanyakan mengenai pola tidur dan istirahat Anya selama beberapa hari terakhir ini, apa yang ia makan, apa yang ia minum dan apa yang ia sentuh.     

"Tara, kamu benar-benar membuatku ketakutan. Apa yang terjadi padaku?" tanya Anya dengan panik.     

"Jangan takut. Lihat saja Tara begitu tenang. Itu artinya kamu tidak apa-apa," walaupun Aiden juga sangat gugup dan ingin mengetahui hasil pemeriksaan Tara, ia mempercayai kemampuan Tara.     

"Kamu baik-baik saja. Kamu sedang hamil. Aku memeriksamu cukup lama untuk memastikannya berulang kali," kata Tara sambil tersenyum. "Selamat, Aiden. Kamu akan segera menjadi ayah!"     

"Bagaimana dengan kondisi Anya? Apakah kehamilan ini akan mempengaruhi kesehatannya?" walaupun Aiden menginginkan anak, ia lebih peduli mengenai kesehatan istrinya …     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.