Pernikahan Tersembunyi: My Imperfect CEO

Menggila



Menggila

0"Apa yang terjadi?" tanya Nico setelah Raka menutup telepon.     

"Natali mengatakan bahwa Anya dan Aiden menangkapnya dan menyuruh orang untuk memperkosanya. Polisi ikut menyelidiki masalah ini. Ayahku bilang akan membawanya kemari dan kita akan pulang bersama-sama. Setelah itu ia akan mengatakan bahwa kami hanya bertengkar sehingga Natali mengucapkan omong kosong di internet," kata Raka, memberitahu semua rencana ayahnya pada Nico dan Aiden. "Ia harus tinggal di sini sementara. Kondisi mental Natali sepertinya tidak stabil. Apakah tidak apa-apa?"     

"Kamar yang aku dan Anya tempati sangat tenang. Tidak akan ada orang yang mengganggu di sana. Aku akan meminjamkannya padamu," Aiden langsung menawarkan diri.     

Raka menatap Aiden dengan terkejut, tidak menyangka Aiden akan berbaik hati menawarkan kamarnya. "Lalu di mana kamu dan Anya akan tinggal malam ini? Aku dengar semua kamar sudah penuh."     

"Anya bisa tidur bersama dengan Tara dan aku akan tidur bersama Nico. Besok pagi, aku akan membawa Anya untuk bertemu dengan Natali agar kita bisa membahas masalah ini secara langsung," jawab Aiden.     

"Terima kasih, Aiden." Raka mengangguk dengan penuh terima kasih. Ia tidak menyangka akan semudah ini.     

"Aku akan kembali ke kamar bersama dengan Tara dan beristirahat," ketika mengatakannya, mata Anya tertuju pada suaminya dan wajahnya terlihat sedikit canggung.     

Ia tidak bisa menutupi kekhawatiran yang ia rasakan. Bagaimana kalau sampai perbuatan mereka ini ketahuan? Bagaimana kalau Aiden ditangkap polisi.     

Anya merasa Natali pantas merasakan semua ini. Semua ini adalah ganjaran atas perbuatannya.     

Tetapi ia tidak menyangka Natali berani membongkar semuanya di hadapan umum. Ia tidak hanya menelepon polisi, tetapi juga memberitakan masalah ini ke internet.     

"Anya, apakah kamu baik-baik saja? tanganmu gemetaran," Tara memegang tangan Anya saat berjalan masuk ke dalam kamarnya. "Mengapa tanganmu dingin sekali?"     

"Tara, semua ini memang perbuatan Aiden," wajah Anya terlihat sangat ketakutan. "Natali menyuruh orang untuk memperkosaku sehingga Aiden membalasnya dengan perbuatan yang sama. Semua ini salahku. Mengapa Aiden harus terlibat karena aku?"     

Tara terkejut mendengarnya. "Maksudmu …"     

"Semua ini salahku. Kalau saja aku tidak bodoh dan tidak mudah tertipu, Aiden tidak akan semarah ini pada Natali," Anya menangis ketakutan. Ia menyesali kebodohannya.     

"Semua ini bukan salahmu. Natali yang memintanya. Kamu tidak boleh menghukum dirimu sendiri karena kesalahan orang lain. Tidak perlu kasihan padanya. Sudah seharusnya ia bertanggung jawab atas kejahatannya. Yakinlah pada Aiden. Ia pasti sudah punya rencana," kata Tara.     

Suara ketukan pintu terdengar dari luar dan suara Aiden menyusul. "Anya, buka pintunya!"     

"Jangan menangis. Kalau Aiden melihatmu, ia pasti khawatir," Tara memberikan selembar tisu agar Anya bisa menghapus air matanya. Kemudian ia bangkit berdiri untuk membuka pintu.     

Tara melihat Aiden membawa satu tas yang berisi barang Anya. Ia langsung menerima tas itu, tetapi satu tangannya masih berada di pintu sementara tubuhnya menghalangi Aiden untuk masuk.     

Ia tidak berniat untuk mempersilahkan Aiden masuk.     

"Aku harus berbicara dengan Anya," kata Aiden, sambil membuka pintunya. Tidak ada gunanya, sekuat apa pun Tara berusaha menghalangi Aiden.     

Anya yang sedang duduk di pinggir tempat tidur memandang Aiden dengan mata yang merah. "Apa yang ingin kamu bicarakan?"     

"Kalian bicaralah dulu. Aku akan jalan-jalan sebentar," Tara sebenarnya merasa sangat kekenyangan dan tidak ingin bergerak. Tetapi tidak pantas rasanya kalau ia tetap di sana dan mendengarkan pembicaraan mereka berdua.     

"Tidak usah. Kamu juga bisa ikut mendengarkan," kata Aiden. Akhirnya Tara kembali masuk ke kamar, tetapi memberi jarak di antara mereka. Ia berdiri dengan tegap seperti seorang murid yang menunggu gurunya.     

"Bukankah kita sudah sepakat akan menyerahkan Natali pada polisi? Mengapa ia tidak berada di dalam penjara? Sekarang ia malah menuntut kita," tanya Anya.     

Aiden mengeluarkan sebuah ponsel baru, entah ponsel itu adalah ponsel cadangan atau ponsel milik pengawalnya. "Lihatlah," katanya sambil membuka sebuah video.     

Tara mendekat ke arah Anya dan menyaksikan rekaman itu bersama-sama. Di video tersebut, sebuah mobil van berwarna putih berhenti di depan kantor polisi. Pintunya terbuka dan Natali dilemparkan keluar ke pintu kantor polisi tersebut.     

"Aku sudah memberinya kesempatan untuk menyerahkan diri dan menjaga nama baik Keluarga Mahendra. Tetapi ia bersikeras tidak mau menyerahkan diri. Natali sendiri yang cari mati. Jangan salahkan aku," kalau saja Natali berada di hadapannya sekarang, mungkin Aiden akan langsung mematahkan lehernya.     

"Anya, lihat kan? Natali sendiri yang mencari masalah. Jangan kasihan padanya. Pikirkan apa yang akan terjadi padamu hari itu kalau Aiden tidak semapt menyelamatkanmu. Jangan menyalahkan dirimu terus menerus," kata Tara. Ia berusaha untuk menyadarkan Anya karena takut Anya akan semakin kepikiran.     

Anya tidak mengatakan apa pun dan tidak lagi memedulikan keberadaan Tara. Ia mengulurkan tangannya dan memeluk pinggang Aiden yang berdiri di hadapannya.     

Aiden menghela napas dan mengelus kepala Anya dengan lembut. "Jangan pikirkan apa pun. kita akan pulang besok."     

"Aku takut sesuatu terjadi padamu," air mata Anya mengalir.     

"Apakah kamu pikir suamimu ini mudah dikalahkan?" Aiden menunduk dan mengecup puncak kepala Anya. "Jangan berpikir yang macam-macam. Tidurlah."     

Anya mengangguk sambil menghapus air matanya.     

"Aiden, besok apakah aku bisa menumpang mobilmu saat pulang?" Tara menyeringai dengan tidak tahu malu saat mengatakannya. "Nico akan bersama dengan Raka dan aku tidak punya tumpangan untuk pulang.     

Pertanyaan itu membuat Anya menatap ke arah Aiden. Bagaimana Tara bisa menumpang?     

Mereka datang ke tempat itu dengan menggunakan helikopter.     

Tetapi Aiden hanya mengangguk.     

Anya tidak mengatakan apa pun. Kalau Aiden setuju, itu artinya ia sudah meminta seseorang untuk menjemput mereka besok.     

…     

Natali tiba di hotel subuh-subuh dan langsung pergi ke kamar yang disewa oleh Aiden.     

Begitu melihat Raka, Natali langsung menangis sejadi-jadinya. "Raka, akhirnya aku bisa bertemu denganmu. Semua ini adalah perbuatan Anya. Anya yang membuatku jadi seperti ini."     

Mata Raka terlihat dingin saat Natali mengatakannya. "Hingga saat ini pun, kamu masih membawa-bawa nama Anya. Apakah saat kamu pergi meninggalkan supirku dan tidak memberi kabar juga perbuatan Anya? Ke mana kamu pergi? Dengan siapa kamu bertemu? Dan mengapa kamu harus membuat dirimu terlihat bodoh seperti ini?"     

"Anya yang ingin bertemu denganku. Tetapi begitu aku bertemu dengannya, ia malah meminta seseorang untuk mengunciku di ruang kecil dan menyuruh dua pria untuk memperkosaku. Mereka … mereka … ahhhh!" Natali memegang kepalanya dan berteriak dengan keras. Seorang suster yang ikut untuk mendampinginya langsung memberikan suntikan penenang.     

Suntikan itu membuat Natali perlahan kembali tenang. Ia berbaring di tempat tidur, seperti boneka yang telah kehilangan jiewanya. Ia menatap lampu di atas kepalanya dan berkata, "Anya harus mati. Anya harus masuk neraka. Dasar perempuan jalang …"     

Malam itu, Natali terus menerus mengutuk Anya semalaman. Raka merasa marah saat mendengarnya, tetapi ia hanya bisa pasrah.     

….     

Paginya, Nico mengirimkan makanan ke kamar mereka.     

Aiden meminta Tara untuk menunggu di mobil, sementara ia dan Anya akan menemui Ntali.     

Awalnya, Tara pikir Natali akan benar-benar tamat. Tetapi mengingat mengenai hubungan pertunangan antara Raka, Aiden juga harus menghormati Raka yang tidak berbuat salah.     

Aiden menggandeng tangan Anya dan berjalan menuju ke kamar terbesar di lantai teratas.     

Begitu masuk, mereka bisa melihat Natali dengan rambut panjang yang berantakan. Wajah dan lehernya dipenuhi dengan bekas cakaran. Tangan dan kakinya penuh dengan lebam-lebam.     

"Ia membuat keributan kemarin malam. Hari ini ia sadar, tetapi …"     

"Wanita jalang! Kamu yang melukaiku. Aku akan membunuhmu!" Natali mencabut jarum suntik yang menancap di tangannya dan langsung berlari ke arah Anya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.