Pernikahan Tersembunyi: My Imperfect CEO

Membawa Hasil Buruan



Membawa Hasil Buruan

0"Kamu? Menyetir?" Raka tertawa dengan sinis. "Lebih baik kamu duduk di belakang saja. Ini bukan waktunya main-main." Raka tidak bisa melupakan kejadian saat Nico memboncengnya dan menceburkannya ke dalam danau.     

Ia juga ingat bahwa motor Harley-Davidson edisi terbatas yang ia beli langsung lecet dalam sehari karena Nico.     

Nico hanya bisa meringis dengan malu. "Baiklah kalau begitu, kamu saja yang menyetir."     

Raka langsung mengenakan helmnya dan berangkat bersama dengan Nico di belakangnya. Ia mengikuti para pemburu dan petani lokal menuju ke hutan di belakang hotel.     

Nico memeluk pinggang Raka dengan erat dan menyandarkan kepalanya di punggung Raka. Kemudian, ia bercanda. "Raka, apakah kamu bisa merasakan detak jantungku?"     

"Apa yang kamu katakan? Aku tidak bisa mendengarnya," Raka menyetir dengan cepat dan stabil. Ia tidak bisa mendengar apa yang Nico katakan karena ia mengenakan helm dan menyetir terlalu cepat.     

"Apakah kamu bisa merasakan detak jantungku saat aku memelukmu?" kata Nico dengan suara keras.     

Raka benar-benar ingin menjitak kepala Nico. Di saat-saat seperti ini, Nico masih sempat bercanda. "Nico, percaya atau tidak, aku bisa meninggalkanmu di sini."     

Raka langsung belok dengan tajam. Nico terkejut dengan gerakan yang mendadak dan tubuhnya oleng. Untung saja, ia memeluk pinggang Raka dengan erat sehingga ia tidak jatuh.     

"Apakah kamu juga gugup saat kupeluk?" Nico terus menggoda Raka.     

Raka terlalu malas untuk menanggapi candaan Nico. Sahabatnya itu memang pelawak dan benar-benar suka bercanda. Ia selalu bersikap ceria setiap hari, tidak peduli apa pun yang ia hadapi.     

Sepertinya saat ini Nico berusaha untuk menutupi ketegangannya dengan bercanda …     

Semakin ia berpura-pura tidak ada yang terjadi padanya, itu artinya ia semakin khawatir dan gugup. Ia takut Aiden benar-benar mengalami kecelakaan di hutan.     

"Nico, pamanmu akan baik-baik saja," seru Raka.     

"Tentu saja. Apakah kamu tidak mengenal pamanku? Ia bisa bertahan dari semua penderitaan selama ini. Apa artinya segerombolan babi hutan?" Nico berusaha untuk menghibur dirinya sendiri.     

Mereka menghentikan motornya saat memasuki area hutan yang mulai lebat dan harus berjalan kaki untuk memasuki hutan tersebut.     

"Apakah kalian berdua bisa lari dengan cepat?" kata salah satu orang.     

"Babi hutan menyerang dengan sangat cepat. Kalau mereka mengejar, kita harus segera memanjat pohon," kata Nico. "Tidak perlu khawatir pada kami. Kalian harus menjaga diri kalian masing-masing."     

"Kami pernah menjelajahi hutan selama 40 hari dan kami tahu cara bertahan hidup di hutan," kata Raka.     

"Babi hutan adalah hewan yang berkelompok. Kalau kalian melihat satu, berarti ada gerombolannya di dekat. Mungkin orang yang sedang kalian cari telah diserang oleh sekelompok babi hutan. Kalian ikuti aku. Kita akan mencari babi hutan itu dari jejak kaki mereka," kata orang tersebut.     

Raka mengangguk. "Kami akan mengikutimu."     

Nico mengeluarkan sebuah pengeras suara yang ia bawa dari hotel dan menyalakannya. Saat ia hendak berteriak, sebuah suara terdengar dari pengeras suara tersebut. "Barbekyu enak. Mari silahkan. Kebab, chicken wings, barbekyu, daging panggang …"     

Semua orang di sekitar langsung memandang Nico seperti sedang menatap orang bodoh. Mereka tidak tahu apa yang Nico lakukan. Apakah ia sengaja ingin memanggil binatang liar?     

Wajah Nico juga terlihat bingung. Bukankah ini pengeras suara? Mengapa ada rekamannya?     

Raka mengambil pengeras suara itu dari tangan Nico dan mematikannya.     

Kemudian ia memencet sebuah tombol dan meletakkannya di dekat mulut Nico. "Sekarang rekam apa yang ingin kamu katakan dan kemudian kamu bisa menyalakannya berulang kali."     

Nico terdiam sejenak dan kemudian merekam suaranya. "Paman, ini Nico. Di mana kamu? Tolong jawab kalau kamu mendengarku."     

Setelah merekamnya, Raka mulai memainkan rekaman itu.     

"Paman, ini Nico. Di mana kamu? Tolong jawab kalau kamu mendengarku."     

"Paman, ini Nico. Di mana kamu? Tolong jawab kalau kamu mendengarku."     

"Paman, ini Nico. Di mana kamu? Tolong jawab kalau kamu mendengarku."     

…     

Suara itu bergema di tengah hutan untuk waktu yang lama, tetapi tidak ada jawaban dari Aiden yang terdengar.     

"Raka, apakah pamanku …"     

"Jangan menakuti dirimu sendiri," sela Raka. "Mungkin pamanmu sudah keluar dari hutan dan ponselnya kehabisan baterai sehingga ia tidak bisa dihubungi."     

"Ada banyak jejak kaki di tanah, itu artinya ada banyak binatang yang lewat sini," kata salah satu orang di gerombolan mereka.     

Langkah kaki Nico langsung menghampiri jejak kaki itu dengan cepat. Wajahnya tergores oleh ranting pohon di sampingnya, tetapi ia sama sekali tidak peduli.     

"Apa ini?" salah satu orang menemukan sebuah benda berwarna hitam di tanah.     

Nico langsung mengambilnya dan berkata. "Itu adalah case ponsel pamanku. Ia pasti ada di sini sebelumnya. Cepat cari!"     

"Ada jejak darah dan jejak tanah terseret," mereka mengikuti jalan dan terus mencari, tetapi gagal menemukan Aiden.     

"Ini bukan darah manusia kan? Ini darah hewan kan?" Nico memastikan sekali lagi.     

"Ini adalah darah binatang. Sepertinya babi hutannya telah mati karena darahnya begitu banyak. Jangan khawatir. Tidak ada gerombolan babi hutan di sini dan orang yang kalian cari juga tidak di sini. Mungkin ia sudah turun sambil membawa hasil mangsanya," kata seseorang.     

Tiba0tiba, ponsel Nico berbunyi, Anya yang meneleponnya.     

"Bibi, aku belum menemukan paman, tetapi aku menemukan jejak di tanah. Sepertinya paman sudah keluar dari hutan," Nico takut Anya semakin khawatir. Setelah telepon mereka tersambung, ia langsung menenangkan Anya terlebih dahulu.     

"Kamu sudah masuk di hutan dan membawa beberapa orang bersamamu. Kalian akan menemukan dua babi hutan lagi di sana. Aku hanya bisa membawa satu babi hutan, kamu bisa membawa sisanya turun," kata Aiden dari telepon.     

"Paman …" suara Nico tercekat dan ia hampir saja menangis.     

Pengeras suara yang ia bawa masih mengeluarkan suara yang menggema : "Paman, ini Nico. Di mana kamu? Tolong jawab kalau kamu mendengarku."     

"Kembalilah. Aku akan menyuruh seseorang untuk memasakkan otak babi untukmu," jawab Aiden dengan sengaja.     

"Aku tidak mau makan otak babi. Kalau aku makan, aku akan semakin bodoh," kata Nico. "Paman, aku akan segera kembali membawa semua hasil buruanmu."     

"Aku akan menunggu," Aiden menutup teleponnya.     

Empat puluh lima menit kemudian, Nico dan Raka kembali ke restoran. Tara melihat bekas goresan dan darah kering di wajah Nico. Ia langsung berseru. "Apakah kamu terluka?"     

"Tidak," Nico langsung terlihat keheranan.     

"Wajahmu …"     

"Oh, aku tergores ranting pohon. Aku baik-baik saja." melihat Aiden, Nico langsung berlari menuju ke arah pamannya dengan gembira. Ia langsung memeluk paha Aiden, tidak peduli bagaimana pun reaksi Aiden. "Paman, aku pikir aku tidak bisa melihatmu lagi."     

Aiden mengulurkan tangannya dan menyentuh kepala Nico. "Ada banyak orang yang melihat."     

Nico langsung tertawa dan bangkit berdiri. "Aku menangkap babi hutan. Tetapi orang-orang yang menemanimu masuk ke hutan tidak ingin uang, mereka menginginkan satu babi hutan itu sehingga aku memberikan salah satunya kepada mereka."     

"Kita akan memasak sebagian babi hutan di sini dan kita bisa membawa pulang sisanya. Babi hutan yang kamu tangkap akan kukirimkan kepada kakekmu," kata Aiden.     

"Kake pasti akan langsung mengadakan pesta besar-besaran di rumah," kata Nico.     

"Raka, aku dengar kamu mengikuti Nico masuk ke dalam hutan. Terima kasih!" mata Aiden memandang ke arah Raka yang berdiri jauh dari pintu.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.