Pernikahan Tersembunyi: My Imperfect CEO

Aku Bukan Milikmu



Aku Bukan Milikmu

0"Bagaimana keadaan kakakku? Apakah ia baik-baik saja?" tidak butuh waktu lama bagi Natali untuk memasang topeng kepura-puraannya. Akting seperti ini sangatlah mudah baginya.     

"Apakah kecelakaan yang terjadi pada Anya ada hubungannya denganmu?" Raka tidak menjawab pertanyaan Natali.     

"Kamu mencurigaiku? Walaupun aku tidak memiliki hubungan yang baik dengan kakakku, hari ini adalah hari pertunangan kita. Aku sangat sibuk. Mana mungkin aku sempat melakukan sesuatu padanya!" jawab Natali dengan marah.     

"Kalau ini ada hubungannya denganmu, bahkan aku pun tidak akan bisa menyelamatkanmu," Raka berbalik dan kembali ke posisinya, mengantar para tamu untuk pulang.     

Natali menjadi semakin panik mendengar peringatan dari Raka. Apa maksud Raka mengatakan semua ini?     

Ia tidak bisa mencari tahu apa yang terjadi pada Anya dan ia juga tidak bisa menghubungi Yura.     

Natali berusaha untuk menenangkan dirinya.     

Semua ini adalah tindakan Yura. Natali sama sekali tidak ikut campur. Aiden tidak bisa melakukan apa pun kepadanya karena Natali tidak berbuat apa-apa.     

Lagi pula, sebelumnya ibunya juga menculik Anya. Tetapi Aiden tidak bisa melakukan apa pun karena tidak ada bukti yang cukup.     

Natali langsung tenang setelah menata pikirannya. Ia tersenyum dan menghampiri Irena yang sekarang merupakan calon mertuanya.     

Wajah Irena tampak sedikit dingin saat menatap Natali. Di antara semua tamu yang hadir hari ini, ada begitu banyak wanita hebat di kota. Tetapi putranya malah bertunangan dengan wanita yang paling sederhana. Wanita yang biasa-biasa saja …     

Lihat saja, Ivan memiliki Keara sementara Nico memiliki Lisa. Mengapa putra kesayangannya malah berakhir dengan wanita ini? Masih banyak wanita yang lebih hebat dibandingkan Natali …     

Keluarga Tedjasukmana sudah terpuruk. Kalau saja Raka tidak mabuk dan berhubungan dengan Natali, Irena tidak akan pernah membiarkan putranya bertunangan dengan wanita ini. Dan untung saja, Deny masih memiliki tanah untuk Keluarga Mahendra. Setidaknya, rasa sakit yang dirasakan oleh Irena sedikit terobati.     

Putranya adalah pria yang bertanggung jawab. Tentu saja Raka akan bertanggung jawab atas perbuatannya malam itu. Irena tidak bisa berbuat apa-apa. Tetapi dalam hati, ia masih merasa kesal pada Natali.     

Ia juga mengikuti berita mengenai perdebatan Mona dan Anya.     

Mona berkata bahwa setelah Deny mati, ia akan menguasai Keluarga Tedjasukmana. Apa yang dikatakan oleh Mona sangat lah memalukan.     

Ditambah lagi, Mona mencuri resep parfum Diana dan menjualnya. Sungguh menjijikkan dan tidak berkelas!     

Dan sekarang Irena harus menjadi besan dengan orang semacam itu.     

Untung saja Mona masih tahu diri. Ia tidak bodoh dan berpura-pura sakit agar tidak harus menghadiri pesta pertunangan ini.     

"Ibu, apakah kamu lelah? Aku akan membantumu," Natali memegang tangan Irena dengan lembut dan sopan.     

Irena menatap ke arah gadis di sampingnya. Walaupun ia tidak seberapa menyukai latar belakang keluarga Natali, setidaknya Natali adalah wanita yang cerdas dan peka.     

"Kamu juga lelah. Biarkan Raka yang mengurus sisanya," Irena dan Natali duduk bersama di sofa ruang istirahat.     

"Aku tidak lelah sama sekali. Aku sangat bahagia!" Natali tersenyum malu-malu.     

"Raisa juga sangat bahagia. Barusan aku meneleponnya dan menunjukkan pesta pertunangan hari ini kepadanya. Aku benar-benar ingin membawanya pulang, tetapi Aiden tidak akan membiarkanku melakukannya," Irena sangat mencintai putrinya. Di antara kedua anaknya, ia paling menyayangi Raisa.     

Natali tahu bahwa Irena merindukan Raisa sehingga ia menghiburnya. "Ibu, aku akan menemanimu untuk mengunjungi Raisa setelah ini."     

"Baiklah," Irena memutuskan untuk menerima Natali. Setidaknya, wanita ini masih jauh lebih baik dibandingkan dengan Anya …     

Setelah selesai mengantar semua tamu, Raka menghampiri ibunya yang sedang berbincang-bincang dengan Natali. Wajahnya terlihat sedikit muram. "Ibu, aku akan keluar sebentar. Tolong antarkan Natali pulang."     

"Dasar kamu ini. Ini adalah hari pertunanganmu. Mengapa kamu malah pergi meninggalkan Natali?" keluh Irena.     

"Ada sesuatu yang mendesak. Aku akan menceritakannya padamu nanti," kata Raka sebelum ia langsung berbalik dan pergi.     

"Cepat kembali. Kami akan menunggu," kata Irena sebelum putranya menghilang. Ia khawatir Raka tidak akan pulang malam ini.     

Walaupun hubungan antara Raka dan Natali masih seumur jagung, hari ini adalah pertunangan mereka. Sudah seharusnya mereka pulang bersama-sama …     

Raka pergi tanpa menoleh ke belakang. Begitu masuk ke dalam mobilnya, ia langsung menelepon Anya. Tetapi bukan Anya yang menjawabnya, melainkan Aiden.     

"Jangan telepon Anya lagi. Urus saja tunanganmu," kata Aiden dengan dingin. Tanpa memberikan kesempatan pada Raka untuk berbicara, Aiden menutup telepon.     

Anya mengedipkan matanya dengan bingung. Walaupun ia tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi, ia tidak berani bertanya pada Aiden. Ia tidak mau Aiden marah lagi padanya …     

Lagi pula, apa yang terjadi hari ini memang benar-benar keterlaluan. Kalau sampai Aiden tidak menyelamatkannya tepat waktu, konsekuensinya tidak bisa dibayangkan …     

Tara mengelus tangan Anya, "Bagaimana perasaanmu? Apakah ada yang tidak nyaman?"     

"Pusing, mual," Anya menyandarkan kepalanya di sandaran sofa. Wajahnya terlihat sedikit berkerut dan pucat.     

Mendengar jawaban istrinya, kemarahan di dada Aiden langsung menghilang dan berganti menjadi kekhawatiran. Ia langsung menghampiri sofa dan bertanya pada Tara. "Mengapa ia masih pusing?"     

"Ia hanya kelelahan. Mual yang ia rasakan itu efek dari obat dan perut yang kosong. Ia akan lebih baik kalau memakan sesuatu. Aku sudah memesan makanan dan seharusnya akan segera dikirimkan," Tara duduk di samping Anya dan memijatnya.     

Sementara itu, Aiden berjongkok di depan sofa dan memegang tangan Anya dengan cemas. "Lain kali, jangan pernah pergi dari sisiku. Apakah kamu mengerti?"     

Anya hanya mengangguk dengan lemah. Kali ini, ia seperti anak kecil yang penurut, mengangguk pada semua perintah Aiden.     

Ketika melihat respon Anya, Tara juga ikut mengangguk dengan setuju.     

Kali ini, Anya telah mendapatkan pelajaran yang berharga. Tara tidak bisa membayangkan bagaimana kalau saat Anya mengirim pesan, ia sedang sibuk atau sedang melakukan operasi gigi …     

Bagaimana kalau saat Anya meminta tolong, Tara tidak sempat mengecek ponselnya?     

Terkadang Anya memang sangat cerdas, tetapi ia juga bisa menjadi bodoh saat ada sesuatu yang terjadi pada orang yang dicintainya.     

Natali benar-benar licik. Ia tahu titik kelemahan Anya sehingga ia menggunakan Diana untuk menipu Anya.     

Beberapa saat kemudian, pelayan hotel membawakan makanan masuk ke dalam kamar mereka. Lamunan Tara langsung buyar karena aroma makanan yang menyebar ke seluruh ruangan.     

Saatnya makan!     

…     

Setelah Nico mengantar Lisa pulang, ia langsung kembali ke hotel untuk menemui Tara. Saat ia masuk ke dalam kamar, ia melihat Tara sedang berbaring di sofa, sama sekali tidak bergerak.     

"Ada apa? Mengapa Tara seperti orang mati?�� Nico menghampiri Tara dan menendang kakinya pelan.     

"Jangan sentuh aku!" Tara mendongak dan memandang lampu kristal di atas kepalanya. Ia benar-benar ingin menangis.     

"Bibi, apa yang terjadi pada Tara-ku?" Nico tidak berani menyentuh Tara lagi dan bertanya pada Anya.     

Tara langsung mendengus, "Aku bukan milikmu. Lisa dan bayi yang ada di perutnya yang milikmu."     

"Paman, apakah paman dan bibi tidak membantuku untuk menjelaskan semua ini pada Tara," Nico merasa kesal mendengar kata-kata Tra.     

"Tara, sebenarnya, Nico …"     

Sebelum Anya menyelesaikan kalimatnya, Aiden langsung menyela. "Nico jatuh cinta pada Lisa dan kita harus mendukungnya."     

Anya menatap ke arah Aiden tanpa bisa memahami apa maksud suaminya mengatakan hal ini.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.