Pernikahan Tersembunyi: My Imperfect CEO

Bertunangan



Bertunangan

0Anya tertegun saat Aiden keluar dari kamar ganti. Apakah ini benar suaminya?     

"Apakah hanya aku yang mengira bahwa adalah selebriti keluar? Paman, sayang sekali kamu tidak bekerja di dunia entertainment!" seru Nico, masih bermulut manis agar Aiden mau memaafkannya.     

Aiden memilih sebuah kacamata hitam dari kabinet dan mengenakannya. Ia terlihat santai, tetapi tetap memancarkan aura yang dominan, sama sekali tidak seperti anak-anak. Wibawa masih terpancar dari seluruh tubuhnya.     

"Suamiku tampan sekali!" Anya tidak bisa menahan dirinya untuk tidak memuji Aiden.     

"Karena koleksi bajuku sangat bagus!" kata Nico dengan sombong.     

"Itu karena suamiku sangat tampan sehingga ia bisa mengenakan baju biasa tetapi tetap terlihat seperti superstar, bukan karena bajumu yang bagus." Anya menghampiri Aiden dan berkata, "Aku yang memilihkan baju ini. Bukankah pilihanku bagus?"     

Aiden mengangguk. "Ayo pergi." Katanya sambil mengelus kepala istrinya.     

Nico merasa terabaikan dan memberanikan diri untuk bertanya. "Paman, bagaimana denganku?"     

Aiden berpura-pura tidak mendengar kata-kata Nico. Ia menggenggam tangan Anya dan melewati Nico untuk keluar dari kamar.     

"Paman, maafkan aku. Aku salah bicara. Aku benar-benar minta maaf," kata Nico, memohon pada Aiden.     

"Seharusnya kamu tidak minta maaf padaku, tetapi pada bibimu," jawab Aiden dengan dingin.     

"Bibi, aku minta maaf. Aku …"     

"Aku tidak akan marah pada anak bodoh. Coba kamu pikirkan lagi mengenai rencana pamanmu sebelumnya. Bukankah lebih baik bekerja sama dengan pamanmu dari pada berusaha untuk membujuk kakekmu." Sebelum pergi, Anya memberi saran pada Nico.     

Memang benar, kalau Aiden menjadi kepala Keluarga Atmajaya. Hidupnya dan ibunya akan semakin mudah.     

Nico bahkan tidak keberatan saat Anya menyebutnya sebagai anak bodoh, karena ia memang melakukan kebodohan besar hari ini.     

Nico mengikuti mereka ke bawah dan mengantar mereka hingga ke mobil. Kemudian, ia berbalik menuju ke ruang tamu.     

Maria yang keluar dari dapur menatap Nico dengan tatapan bingung. "Ada apa? Apakah pamanmu masih marah padamu?" tanyanya.     

"Tidak. Ibu, tolong aturkan kencan buta untukku," kata Nico secara mendadak.     

Maria merasa marah dengan keputusan Nico. "Dasar anak ini! Hanya karena kamu tidak punya jalan, bukan berarti kamu bisa menyerah begitu saja. Saat sarapan, kamu bilang kamu menyukai Tara. Mengapa sekarang kamu ingin pergi kencan buta?"     

Nico membawa ibunya menuju sofa untuk berbicara. Ia berbisik di telinga ibunya. "Paman menyuruhku untuk segera bertunangan dan meminta 5% saham perusahaan sebagai hadiah pertunanganku. Dengan cara itu, paman akan menjadi pemegang saham terbesar di perusahaan."     

Maria berpikir sejenak dan berusaha mencerna rencana Aiden. "Aku rasa kakekmu tidak akan memberikannya.     

"Ketika Paman Ivan dan Keara bertunangan, kakek memberikan mereka 5% saham perusahaan. Tugas ibu adalah mencarikan pasangan yang cocok sebagai tunanganku agar aku bisa bernegosiasi dengan kakek." Kata Nico.     

Maria menggelengkan kepalanya. "Untuk mendapatkan saham, kamu bersedia untuk bertunangan dengan seseorang yang tidak kamu sukai dan kemudian kamu akan membatalkan pertunangannya di kemudian hari. Itu tidak adil untuk pasanganmu."     

"Kalau begitu, carikan aku pasangan yang sama-sama tidak bersedia untuk melakukannya. Perjodohan ini hanyalah permainan orang tua." Kata Nico dengan santai.     

Maria berpikir sejenak, kemudian sebuah nama muncul di benaknya. Nama yang sesuai dengan permintaan Nico.     

"Kalau memang itu yang kamu mau, aku punya calon yang cocok. Kamu tidak menyukainya dan ia juga tidak menyukaimu," kata Maria sambil tersenyum.     

"Ibu tidak sedang membicarakan mengenai Lisa kan?" Nico langsung mengetahui isi pikiran ibunya.     

"Benar. Kamu sudah tahu sendiri kan, karena menyukai seorang dokter, Lisa melompat dari jendela lantai dua dan mematahkan kakinya. Sekarang ia tidak bisa pergi ke mana pun," kata Maria.     

"Ia memiliki pria lain di hatinya! Benar sekali!" seru Nico dengan bersemangat.     

"Menurut persyaratan yang kamu inginkan, Lisa adalah wanita yang paling cocok untukmu. Hanya saja, Lisa adalah sepupu Keara. Kalau Lisa menjadi tunanganmu, ia harus memanggil Keara sebagai bibi sekarang."     

"Bisakah ia mencari seseorang yang lebih cocok dengannya dari pada aku di kota ini? Kalau ia tidak bisa menemukannya, ia seharusnya tidak keberatan memanggil Keara sebagai bibi," jawab Nico dengan percaya diri.     

"Baiklah. Ibu akan membantumu. Tetapi aku tidak mau kamu mengikuti langkah pamanmu. Kakekmu memang sangat kejam. Di hadapan keuntungan, ia bisa mengabaikan hubungan keluarga. Kalau pamanmu yang bertanggung jawab atas Keluarga Atmajaya, kita bisa hidup dengan lebih nyaman," kata Maria dengan tenang.     

Nico memeluk lengan ibunya. "Ibu, jangan khawatir. Aku akan melindungimu setelah aku dewasa nanti."     

"Aku tidak bisa bergantung padamu. Kamu selalu membuatku khawatir. Ayahmu sudah tidak ada di sini. Tanpa pamanmu, kamu dan aku mungkin sudah diusir ke tempat lain oleh kakekmu." Keluh Maria sambil menghela napas panjang. "Kamu selalu bilang bahwa ibu pilih kasih dan memperlakukan pamanmu lebih baik darimu. Apakah kamu sadar bahwa kamu bisa mendapatkan jabatan yang cukup tinggi di perusahaan semuanya karena pamanmu? Ia yang memberimu kesempatan untuk menambah pengalaman, merintis jejakmu di perusahaan. Pamanmu yang selalu mendukungmu dari belakang. Belajarlah untuk bersyukur!" Maria menasihati Nico yang selalu bersikap kenakan.     

Sejak kecil, Nico memang selalu dimanja sehingga ia bisa mendapatkan semua yang diinginkannya. Saat ini adalah saat yang tepat bagi putranya untuk bertumbuh dewasa.     

Nico tertawa dan menyandarkan kepalanya di bahu Maria. "Aku tahu paman sangat baik padaku. Tetapi aku tidak bisa menahan kemarahanku. Paman tahu sendiri bagaimana rasanya ketika dipaksa untuk bertunangan dengan wanita yang tidak ia cintai, tetapi ia juga melakukan hal yang sama kepadaku."     

Maria memukul paha Nico dengan sedikit keras, membuat Nico terkejut karena rasa sakit di pahanya.     

"Nico, mengapa kamu begitu serakah. Pamanmu lebih hebat darimu dalam segala hal, tetapi ia sendiri pun tidak bisa lari dari perjodohan itu. Bagaimana denganmu? Mana bisa kamu menghindarinya?" tegur Maria.     

"Aku tahu aku salah, Bu. Aku akan meminta maaf lagi pada paman ketika ia kembali ke kantor nanti," kata Nico.     

"Masalah kencan buta dengan Lisa, biar ibu yang mengaturnya," kata Maria.     

"Kabari aku kalau ibu sudah mengaturnya. Aku akan pergi kerja." Nico memeluk ibunya dengan lembut. "Ibu, aku berjanji akan memberimu kebahagiaan di kehidupan ini."     

"Aku akan menunggunya," Maria tersenyum dan menepuk punggung Nico. Ia terharu melihat perkembangan putranya yang selalu kekanakan. Nico harus mulai mempelajari kehidupan ini karena di dalam kehidupan ini tidak hanya ada kesenangan saja.     

Saat dalam perjalanan ke kantor, Nico mendapatkan panggilan dari Raka.     

"Nico, bisakah kamu membujuk Anya agar tidak mengambil rumah Keluarga Tedjasukmana. Aku akan membeli rumah itu, berapa pun harganya. Kesehatan Paman Deny sedang tidak baik dan ia terbiasa tinggal di sana. Tidak pantas untuk mengusir mereka saat ini juga," kata Raka dari ujung telepon.     

Nico hanya bisa meringis malu. "Aku tidak bisa membujuk bibiku karena pamanku ikut menemaninya ke sana. Pagi ini, aku baru saja menyinggung mereka berdua dengan kata-kata yang salah. Jadi, mereka tidak akan mau mendengarkanku sekarang."     

"Apakah Aiden juga datang? Aku akan segera ke sana untuk melihat situasinya," Raka segera menutup telepon dan langsung menuju ke rumah Keluarga Tedjasukmana.     

…     

Sementara itu, Anya dan Aiden sudah tiba di depan rumah Keluarga Tedjasukmana.     

Sudah dua bulan berlalu, ia kembali berdiri di depan gerbang rumahnya lagi. Ia masih ingat dua bulan lalu, Mona menghajarnya hingga babak belur tanpa membiarkannya masuk ke dalam rumah tersebut.     

Rumah ini adalah milik ibunya, dan ia bahkan tidak bisa melangkahkan kakinya ke dalam. Sungguh ironis.     

���Apakah perlu aku temani ke dalam?" tanya Aiden dengan lembut.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.