Pernikahan Tersembunyi: My Imperfect CEO

Menderita



Menderita

0"Apakah kamu marah?" tanya Anya dengan lemah. Meski seluruh tubuhnya tidak nyaman, ia masih memikirkan mengenai perasaan Aiden.     

"Aku tepat berada di sebelahmu. Kalau ada sesuatu yang terjadi pada ibumu, seharusnya kamu memberitahuku terlebih dahulu daripada membahayakan dirimu sendiri seperti itu," suara Aiden terdengar dingin. "Apakah kamu tidak menganggapku sebagai suami? Apakah aku tidak bisa diandalkan?"     

Anya menyandarkan kepalanya di sandaran sofa dan memeluk tubuhnya. Ia tahu bahwa suaminya sangat marah karena ia tidak langsung memberitahu hal ini kepadanya.     

Aiden marah karena Anya membuat dirinya berada di dalam situasi yang berbahaya.     

Tetapi apa yang bisa ia lakukan?     

Apakah ia harus mengambil resiko terhadap nyawa ibunya?     

"Aku mendengar suara ibuku dari ujung telepon. Yura juga tidak membiarkan aku menutup telepon dan ia mengawasiku melalui CCTV. Ia mengancam akan melukai ibu kalau aku meminta tolong," kata Anya, berusaha untuk membela dirinya. Air mata mengalir di wajahnya.     

Ia juga tidak tahu harus berbuat apa.     

Ia tidak tahu apakah Yura menipunya atau benar-benar telah menangkap ibunya.     

Kalau ternyata ibunya benar-benar berada di tangan Yura dan Anya teledor, mungkin saja nyawa ibunya akan melayang.     

Mata Aiden terlihat sedikit melembut. Ia tahu bahwa tidak ada pilihan lain untuk Anya pada saat itu. Untung saja Anya sempat mengirimkan pesan pada Tara. Tetapi tetap saja Aiden merasa sangat marah.     

Aiden mengulurkan tangannya dan menyentuh kening Anya. Tubuhnya terasa sangat panas.     

Anya memegang tangan Aiden yang terasa dingin dan berkata. "Aiden, aku salah. Seharusnya aku meminta tolong padamu dan tidak mengikutinya. Tolong bantu aku."     

"Bagaimana aku bisa membantumu?" tanya Aiden dengan sengaja.     

Anya mengulurkan tangannya dan memeluk leher Aiden erat-erat. Ia meringkukkan tubuhnya ke dalam pelukan Aiden seperti seekor kucing yang gemetaran.     

"Lepaskan aku," kata Aiden.     

"Tidak. Aku tidak mau melepaskan kamu. Aku tahu aku salah. Aku tidak menyangka bahwa Yura akan sekejam itu," kata Anya sambil menangis.     

Tubuhnya terasa sangat tidak nyaman sehingga ia terus menerus menggeliat. Tetapi Aiden sama sekali tidak berniat membantunya. Suaminya benar-benar marah!     

Aiden tahu bahwa Anya kesakitan setengah mati. Tetapi Aiden tidak membawanya ke rumah sakit dan juga tidak membantunya untuk menghilangkan efek obat itu dengan 'memuaskannya'. Ia membiarkan Anya seperti ini sedikit lebih lama. Ia ingin Anya merasakan sedikit penderitaan ini agar lain kali Anya bisa lebih berhati-hati.     

Sampai kapan Anya akan terus tertipu oleh muslihat semua orang?     

"Aiden, tolong aku!" Anya tahu Aiden tidak berniat membawanya ke rumah sakit dan ingin membantunya dengan cara lain.     

Tetapi suaminya itu begitu marah sehingga sama sekali tidak mau menyentuhnya. Ia merasa api di dadanya seolah ingin membakarnya hingga mati dan Aiden tidak berniat untuk memadamkannya.     

"Kamu pantas mendapatkan ini. Kalau kamu terus bergerak, aku akan meninggalkanmu," kata Aiden dengan dingin.     

Anya mendongak dan menatap Aiden dengan mata penuh air mata.     

Aiden menghela napas panjang dan menggendong tubuh Anya, tetapi bukan menuju ke arah tempat tidur, melainkan ke kamar mandi. Ia membawa Anya ke dalam bathtub dan menyiramnya dengan air dingin.     

Seluruh tubuhnya menggigil dan kulitnya kemerahan karena panas dari dalam tubuhnya dan karena air dingin yang mengguyur seluruh badannya.     

Air dingin sama sekali tidak membantunya. Malah membuatnya semakin gemetar hebat.     

Anya hanya bisa memeluk tubuhnya sambil menangis. "Aku tahu aku salah. Aku tahu aku tidak seharusnya bertindak seorang diri. Aku tahu seharusnya aku memberitahumu. Aku bodoh dan aku membahayakan diriku sendiri. Aku tahu aku salah …"     

Aiden memberikan handuk besar pada Anya agar Anya bisa membalut tubuhnya dengan handuk tersebut. Setelah itu, ia meninggalkan Anya sendirian di kamar mandi.     

Anya melepaskan gaunnya yang basah kuyup dan menggunakan jubah dari hotel tersebut     

Ia benar-benar kedinginan. Rasa dingin itu seperti menusuk seluruh tulangnya.     

Sambil gemetaran, ia menuju ke arah tempat tidur dan menguburkan dirinya di dalam selimut.     

Ia benar-benar lelah, kedinginan dan juga kepanasan …     

Semuanya bercampur aduk …     

"Aku sudah menemukannya. Tidak usah khawatir," Anya tidak tahu dengan siapa Aiden berbicara. Ia hanya mengatakan beberapa kalimat dan menutup panggilan tersebut.     

Setelah mengakhiri panggilan, Aiden menghampiri tempat tidur dan menatap Anya yang meringkuk sambil memeluk dirinya di bawah selimut. Air mata masih mengalir di wajah cantiknya.     

Istri kecilnya …     

Istri kecilnya yang sangat ia cintai, hampir saja …     

Ketika Aiden masuk ke dalam kamar itu, ia sangat murka ketika melihat berbagai benda yang berserakan di tempat tidur.     

Ia sangat amat murka!     

Dua pria sedang menunggu istrinya dan berniat menyerangnya dengan obat penambah gairah. Mereka berniat untuk menggunakan benda-benda menjijikkan itu pada istrinya. Ditambah lagi, ada perlengkapan kamera di dalam ruangan itu.     

Kalau sampai hal itu terjadi, bukankah itu sama saja dengan membunuh Anya?     

Anya tidak tahu seberapa cemasnya Aiden ketika mengetahui bahwa Anya menghilang.     

Begitu Aiden berhasil menemukan Anya, orang tersebut berhasil menyuntikkan obat pada istrinya. Aiden benar-benar marah.     

Kepada siapa ia harus melampiaskan kemarahan ini?     

Ia tahu Anya tidak punya pilihan lain. Tetapi ia tetap gelap mata saat mengetahui apa yang dua pria itu rencanakan pada istrinya.     

Lalu apa yang bisa ia lakukan?     

"Aiden, aku benar-benar minta maaf …" Anya menangis sesunggukkan.     

"Lihat seperti apa kamu sekarang. Kalau aku tidak menyelamatkanmu tepat waktu, kamu akan …" gumam Aiden dengan marah.     

Anya sama sekali tidak bisa menahan efek obat tersebut. Obat itu membuat Anya kehilangan rasionalitasnya. Ia tidak bisa berpikir dengan jernih.     

Tangannya terulur untuk memeluk tubuh Aiden. Namun, gerakannya yang tiba-tiba membuat Aiden terjatuh dari tempat tidur dan mendarat di lantai. Untung saja lantainya dilapisi dengan karpet tebal yang sangat lembut.     

Anya tidak merasakan rasa sakit sama sekali. Ia tidak bisa berpikir dan hanya bisa mengulum bibir dingin suaminya.     

Bibir Anya terasa lembut dan manis, tetapi Aiden berusaha keras untuk menahan dirinya. Ia tidak berniat membalas ciuman Anya.     

"Aiden, tolong aku …" air mata mengalir dari mata Anya hingga ke wajah Aiden.     

Semakin banyak air mata itu mengalir, hati Aiden juga semakin hancur. Tetapi siapa yang bisa memberi pelajaran kepada Anya selain dirinya?     

Ia adalah suami Anya, ia yang akan bertanggung jawab untuk membimbing Anya, agar hal ini tidak terulang untuk kesekian kalinya.     

"Bagaimana aku harus membantumu?" Aiden tahu apa yang Anya butuhkan, tetapi ia tidak mau memberikannya. Ia ingin menyiksa Anya sedikit lebih lama.     

"Aku tidak tahu," Anya memandang ke arah Aiden. Wajah suaminya tampak kabur karena air mata yang mengaburkan seluruh pandangannya.     

Aiden bangkit berdiri dan membantu Anya untuk menegakkan tubuhnya. Kemudian ia menggandeng tangan Anya, membawanya ke dalam kamar mandi, "Mandilah air dingin. Itu bisa membangunkanmu."     

"Aiden, jangan hukum aku …" Anya berusaha untuk menarik tangannya dari Aiden. Ia tidak mau mandi air dingin. Ia benar-benar kedinginan setengah mati!     

"Apa yang kamu inginkan?" tanya Aiden.     

"Aku tahu aku bersalah. Aku akan mendengarkanmu lain kali. Tolong bantu aku!" Anya menatap suaminya dengan mata yang merah.     

Aiden hanya bisa menghela napas panjang. "Apa yang harus aku lakukan padamu …" Melihat istrinya benar-benar menderita, Aiden tidak tega menyiksanya lagi.     

Ia benar-benar marah saat mengetahui sesuatu hampir saja terjadi pada istrinya.     

Tetapi melihat Anya seperti ini, ia juga tidak tega.     

Ia berharap kejadian kali ini benar-benar membuat Anya menyesal dan tidak mudah tertipu lagi.     

Aiden menggendong Anya ke tempat tidur kamar tersebut, membiarkan Anya duduk di dalam pangkuannya.     

Anya masih menangis sesenggukan di pelukan Aiden, tetapi merasa lebih tenang setelah Aiden bersedia untuk membantunya. Tangannya memeluk leher Aiden dengan erat, takut suaminya itu kembali berubah pikiran.     

Namun, Aiden tidak akan berubah pikiran. Ia sudah memikirkan 'hukuman' lain untuk istrinya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.