Pernikahan Tersembunyi: My Imperfect CEO

Membuka Toko Parfum



Membuka Toko Parfum

0"Ia ingin tidur denganku semalam," Aiden mengatakannya dengan suara pelan.     

"Tidak!" Anya langsung menolaknya tanpa ragu.     

Mata Aiden terpaku pada wajah kecil Anya dan ia berbisik, "Keara ingin memiliki anak dariku."     

"Tidak, tidak. Aku tidak menyetujuinya. Kamu adalah milikku," Anya mengulurkan tangannya dan memeluk Aiden erat-erat.     

Setelah itu, tawa Aiden terdengar di telinganya. Anya baru menyadari bahwa Aiden sedang membohonginya. Ia langsung memukul dada Aiden dengan kesal, "Aku benci kamu. Kamu membohongiku lagi."     

"Siapa suruh kamu begitu mudah tertipu," Aiden memegang wajah Anya dan mencium bibirnya.     

Anya meronta karena ia masih merasa kesal pada suaminya. Tetapi perlahan-lahan ia mulai tenggelam dalam ciuman Aiden dan membalas ciumannya.     

Setelah saling mencumbu satu sama lain untuk beberapa saat, akhirnya Aiden melepaskan istrinya.     

"Keara ingin kembali bersamaku, tidak hanya satu malam saja, tetapi memintaku untuk meninggalkan kamu. Setelah aku menolak, ia meminta hal lain. Ia ingin membuka toko di seberang Iris," kata Aiden dengan tenang.     

"Ia belajar di luar negeri selama tiga tahun dan kalau ia ingin membuka toko, itu artinya ia ingin membuka toko parfum. Ia sengaja ingin membuka tokonya di depan Iris. Itu artinya ia sengaja mencari masalah denganku," Anya menatap Aiden dengan gugup, "Apakah kamu menyetujuinya?"     

"Apakah kamu takut?" Aiden tidak menjawab pertanyaan Anya,     

"Mengapa aku harus takut padanya? apakah kamu tidak tahu siapa aku? Aku adalah putri Diana Hutama. Bahkan pada Imel pun aku tidak takut. Mengapa aku harus takut pada Keara? Walaupun Keluarga Pratama memiliki bisnis yang besar dalam rempah-rempah, belum tentu Keara bisa mengalahkan aku dalam pembuatan parfum. Ditambah lagi, aku masih punya kamu. Apa yang harus aku takutkan?" wajah Anya terlihat percaya diri saat mengatakannya, membuat Aiden merasa terpesona olehnya.     

Anya sama sekali tidak peduli pada Keara.     

"Aku juga berpikir seperti itu, jadi aku setuju," kata Aiden sambil tersenyum.     

Bibir Anya mengerucut mendengarnya. "Kalau kamu menyetujuinya, seharusnya kamu bilang terlebih dahulu padaku. Kalau aku bertemu dengannya secara tidak sengaja, bukankah aku akan mempermalukanmu."     

Aiden mencubit hidung Anya dengan pelan. "Siapa yang baru saja bilang tidak takut?"     

"Memang benar. Tetapi aku tidak menyangka kamu akan setuju," Anya menarik tubuhnya, wajahnya penuh dengan kekecewaan.     

"Memberikan tempat untuk membuka toko atau memberikanku padanya. Mana yang kamu pilih?" Aiden melemparkan masalah itu pada Anya.     

Anya juga merasa dilema. Kalau Aiden tidak memberikan tempat itu, ia harus merelakan Aiden bersama dengan wanita lain. Kalau tidak, fotonya dengan Raka akan beredar luas dan reputasinya akan hancur.     

Lebih baik memberikan Keara tempat untuk bersaing secara adil dengannya. Kalau ia bisa mengalahkan Keara, ia akan meminta Keara untuk berhenti mengejar-ngejar suaminya.     

Kalau tidak, Keara akan terus memikirkan suaminya dan merasa bahwa Anya tidak pantas untuk Aiden.     

"Biarkan dia membuka toko itu. Aku akan memastikan ia kalah. Kamu adalah milikku dan aku tidak akan membiarkannya merebutmu," gumam Anya dengan kesal.     

"Aku suka melihatmu percaya diri seperti ini," Aiden menarik tubuh Anya dan memeluknya. Kemudian, sekali lagi ia menciumnya.     

Mereka saling berciuman sepanjang perjalanan seolah tidak bisa lepas dari satu sama lain. Beberapa saat kemudian, akhirnya mobil mereka berhenti di depan rumah.     

Wajah Anya memerah dan ia tidak tahu sejak kapan beberapa kancing bajunya sudah terbuka. Untung saja pengawal Aiden tidak bisa melihatnya karena ada sekat di antara kursi depan dan tengah.     

Anya memukul tangan Aiden dan melotot ke arah suaminya dengan marah. Ia segera merapikan baju dan rambutnya.     

Ketika melihat mobil mereka datang, Hana langsung menyambut mereka. Namun, pengawal Aiden langsung menghentikannya.     

Hana yang peka langsung berhenti melangkah dan berkata dari jauh. "Anya, aku sudah menyiapkan makan malamnya."     

Anya sedang dalam suasana hati yang baik sehingga ia keluar dari mobil dan menuju ke tempat Hana sambil tersenyum.     

Aiden keluar dari mobil dan mengikutinya seolah tidak ada yang terjadi di antara mereka.     

"Bu Hana, aku dengar Aiden membawa ibuku pulang. Di mana ibuku?" begitu Anya memasuki rumah, ia langsung mengkhawatirkan ibunya.     

"Anya, ibu di sini," pada saat itu pula, suara Diana terdengar dari sofa ruang keluarga.     

Anya sangat terkejut mendengar suara itu. "Ibu sudah bangun?"     

"Aku sudah janji akan melihat peluncuran produkmu. Aku tidak akan mengingkari janjiku," kata Diana, mengulurkan tangannya pada Anya.     

Anya langsung melemparkan dirinya pada pelukan Diana, seperti seorang anak kecil yang sangat bahagia. Tanpa sadar, matanya terasa basah, "Ibu, aku senang ibu sudah bangun lagi."     

"Tentu saja aku akan bangun. Jangan menangis!" Diana tersenyum dan menghapus air mata Anya. "Aku dengar parfum non alkohol buatanmu laku keras."     

"Apakah Aiden yang memberitahumu?" Anya mengangkat kepalanya dari pelukan Diana dan menatap Aiden. "Apakah ibu sudah lama bangun?"     

"Hmm … Aku dan ibu ingin memberimu kejutan," Aiden tidak menutupinya.     

"Aku … Aku sangat bahagia. Aku tidak tahu harus berkata apa," air mata mengalir di wajah Anya, sama sekali tidak bisa dikendalikan.     

Diana mengulurkan tangannya untuk mengelus kepala Anya. "Jangan menangis. Cepat cuci wajahmu. Ibu ingin makan!"     

Anya bangkit berdiri dan berbalik ke arah Aiden. Ia merentangkan kedua tangannya dan memeluk pinggang Aiden erat-erat. "Aiden, terima kasih!"     

Aiden tersenyum lembut dan menghapus air mata di wajah Anya. "Jangan menangis kucing kecil. Cepat cuci wajahmu."     

Ketika mendengar panggilan itu, Anya tertawa dan menangis di saat yang bersamaan. Ia mengikuti Aiden kembali ke kamar untuk mencuci wajahnya.     

Aiden menariknya ke dalam kamar mandi dan mengusap wajah Anya dengan handuk hangat. Setelah itu, ia mengangguk dengan puas. "Sekarang kamu cantik lagi."     

"Aku memang selalu cantik," Anya mengangkat kepalanya dan berkata dengan nakal.     

"Ya, ya. Kamu memang selalu cantik," Aiden mengecup bibir Anya sekilas, "Ayo turun."     

"Aiden, terima kasih sudah membantu peluncuran produkku tadi. Terima kasih sudah memberiku kejutan yang tidak terduga dan membawa ibu pulang hari ini. Kamu sudah berbuat banyak untukku dan aku tidak tahu harus berkata apa. Aku hanya bisa bilang terima kasih. Aku sungguh mencintaimu, suamiku," Anya berjinjit dan mengambil inisiatif untuk mencium bibir Aiden.     

Aiden merasa sangat senang dengan insiatif Anya. Tetapi mengingat Diana masih menunggu mereka di bawah, Aiden hanya membalas ciuman itu sekilas.     

Ketika Anya merasa bingung, Aiden memperingatkannya, "Ibu masih menunggu kita di bawah."     

"Ah! Ayo kita cepat turun," pipi Anya merona dan mendorong tubuh Aiden keluar dari kamar mandi.     

Saat mereka turun ke bawah, mereka tidak melihat Diana, tetapi bisa mendengar suara tawa dari taman. Hana telah mengubah tempat makan malam mereka di taman, agar mereka bisa menikmati udara malam     

Diana duduk di kursi rodanya dan wajahnya tampak lembut. Ia melihat ke arah bulan yang bersinar dengan indahnya dan berkata, "Dulu, aku sering makan malam bersama dengan Anya di taman, dikelilingi oleh bunga-bunga yang kami tanam."     

Ketika mendengar hal ini, Anya merasa sedikit sedih. Ia tahu ibunya mencintai taman itu.     

Jelas sekali bahwa ibunya tidak ingin menjual taman itu, tetapi ia tetap merelakannya karena takut Anya mengalami kesulitan di Keluarga Atmajaya.     

Kalau ada pilihan lain, mungkin ibunya akan memilih untuk menyelamatkan taman itu.     

Namun, saat disuruh memilih Anya atau taman itu, tentu saja putrinya jauh lebih berharga dari apa pun.     

"Ibu, besok pagi, aku akan mengajakmu melihat-lihat taman. Bunga-bunga kita sudah tumbuh," kata Anya.     

Mendengar hal ini, Diana terkejut dan bertanya, "Bukankah aku sudah menyuruhmu untuk menjual taman itu? Aiden sangat baik kepadamu. Tetapi mengapa kamu terus mengulur waktu dan menyulitkan Aiden?"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.