Pernikahan Tersembunyi: My Imperfect CEO

Siapa yang Pengganti?



Siapa yang Pengganti?

0"Dan kalian juga. Aku ingin tahu apakah kalian sudah melihat pengumuman kampus mengenai penghinaan terhadap orang lain bisa menyebabkan kalian dikeluarkan dari sekolah," Anya mendengus dengan dingin sambil menatap ke sekelilingnya.     

Para murid tersebut langsung terlihat panik. Mereka tidak menyangka mereka akan ikut terlibat seperti ini.     

"Pak, memang benar Yura yang mencari masalah dengan Anya."     

"Ya, Pak. Anya tidak bersalah. Yura yang memulainya dan kami takut untuk membantu Anya."     

"Omong kosong!" Yura terkejut melihat semua orang balik melawan dirinya. Mereka semua berani membeberkan perbuatannya.     

Sebagai orang dewasa, dekan tersebut adalah pria yang bijaksana sehingga ia sebenarnya bisa memahami apa yang terjadi. Ia tahu bahwa Anya tidak akan melakukan hal seperti ini tanpa sebab karena ia mengenal Anya sebagai berprestasi di kampus tersebut.     

Sementara itu, Yura? Ia adalah siswi yang seenaknya sendiri karena latar belakang keluarganya.     

Ia juga tahu Anya berbohong dengan mengatakan CCTV itu sudah diperbaiki. CCTV di koridor itu belum sempat diperbaiki, tetapi Anya sengaja membohongi semua orang yang berada di sana.     

Siapa yang tahu bahwa semua orang yang menyaksikan keributan itu akan tertipu dan langsung membeberkan perbuatan Yura.     

Sang dekan bisa merasakan kepalanya mulai pening. Anya dan Yura bukanlah orang-orang yang ingin ia hadapi saat ini.     

Pada saat itu, ponsel Anya berbunyi. Aiden yang meneleponnya.     

Anya langsung ingat pada pengawal Aiden yang sedang menunggu di luar gerbang kampusnya dan segera mengangkat panggilan Aiden.     

"Ayahku sudah tiba di rumah sakit. Pengawalku bilang ia belum melihatmu di luar gerbang. Apakah kamu belum selesai kelas?" tanya Aiden.     

"Ada sedikit masalah. Aku akan segera keluar," jawab Anya.     

"Ada apa?" tanya Aiden.     

Anya menatap Yura dan berkata, "Ada kesalahpahaman kecil, tetapi semuanya bisa diselesaikan. Aku akan segera pergi."     

"Baiklah," Aiden tidak menanyakan apa yang terjadi karena Anya tidak ingin mengatakannya. Ia menghormati keputusan Anya kalau Anya ingin menyelesaikan masalahnya sendiri.     

Setelah menutup telepon tersebut, Anya berkata pada sang dekan, "Pak, karena semuanya sudah jelas, bisakah saya pergi terlebih dahulu? Saya ada urusan yang sangat penting."     

Dekan tersebut berdiri di samping Anya sehingga samar-samar ia bisa mendengar suara Aiden dari ponselnya.     

"Pergilah. Biar saya yang menangani masalah ini," dekan tersebut membiarkan Anya pergi.     

"Pak, Anya melukaiku! Mengapa bapak membiarkannya pergi?" teriak Yura.     

"Yua, ingat baik-baik. Aku tidak suka diperlakukan seperti ini. Kalau sampai kamu menyerangku sekali lagi, aku tidak keberatan membuatmu merasakan hal yang sama," Anya menatap Yura dengan dingin, sama sekali tidak takut kepada wanita itu.     

"Pak lihatlah! Ia berniat untuk memukulku lagi," Yura melangkah mundur dengan ketakutan dan terkejut saat melihat Anya menantangnya dengan ganas.     

Anya memanfaatkan kesempatan itu untuk pergi dari tempat tersebut. Ia tidak mau mengotori tangannya untuk berurusan dengan wanita seperti ini.     

Yura yang melihat kepergian Anya langsung berteriak, "Pak, Anya sudah memukulku dan sekarang ia melarikan diri. Apakah bapak sama sekali tidak peduli?"     

"Yura, apakah kamu pikir saya adalah orang tua yang bodoh dan tidak tahu apa-apa?" dekan tersebut mendengus dengan dingin.     

Yura merasa panik. Mengapa Anya bisa lolos dengan mudahnya?     

"Pak, kalau begitu kita lupakan saja masalah hari ini. Toh, Anya sudah pergi," Yura juga ingin segera pergi dari tempat itu.     

Setelah Yura mengatakannya, tiba-tiba ponsel dekan tersebut berdering. saat melihat siapa yang meneleponnya, wajah pria itu langsung berubah drastis.     

"Baik, baik. Saya akan menangani masalah ini dengan adil. Di kampus ini, kami tidak pernah mendukung perbuatan yang tidak baik," kata dekan tersebut.     

Hati Yura bersorak gembira. Ayahnya pasti tahu bahwa ia mendapatkan masalah di kampus sehingga langsung menelepon dekannya.     

'Mati kamu, Anya!' dengus Yura dalam hati.     

Sementara itu, Anya sudah masuk ke dalam mobil dan mobilnya melesat dengan cepat.     

Ia sudah sangat terlambat. Untung saja, Aiden sudah menyiapkan semuanya. Ia bahkan sudah memesankan bunga untuk Ivan.     

Mobilnya berhenti di tempat parkir Rumah Sakit Dartha. Pengawal Aiden langsung menemani Anya dan membawanya ke kamar inap Ivan.     

Ketika Anya tiba di depan pintu, ia terdiam sejenak. Tempat itu adalah tempat di mana ia dan Aiden menginap saat menunggu hasil tes DNAnya dan ibunya.     

Apakah Ivan tidak tahu bahwa rumah sakit ini dikendalikan oleh Aiden?     

Kalau Ivan memutuskan untuk dirawat di rumah sakit ini, Aiden akan mengetahui segalanya.     

Saat ia hendak mengetuk pintu ruangan tersebut, pintu itu tiba-tiba saja terbuka dari dalam dan Bima keluar.     

"Anya, mengapa kamu di sini?" Bima terkejut melihat Anya.     

"Aiden sedang ada urusan di kantor sehingga ia memintaku untuk datang dan mengunjungi Kak Ivan, Yah," kata Anya dengan tenang.     

Bima mendengus mendengar jawaban itu. "Bukan sibuk. Memang ia tidak mau datang untuk mengunjungi Ivan."     

Namun, saat melihat Anya datang untuk mewakili Aiden, Bima memutuskan untuk tidak memperpanjang masalah.     

"Ayah, Aiden sendiri yang memintaku untuk datang ke sini. Ia juga khawatir terhadap kesehatan Kak Ivan," kata Anya.     

"Kamu tidak perlu membelanya," kata Bima dengan dingin. "Apakah Aiden kira aku tidak tahu apa yang ia pikirkan? Masuklah kalau begitu. Kamu masih harus kembali ke kampus. Aku akan pulang dulu."     

"Aku akan mengantarmu," Anya langsung bersikap seperti menantu yang sopan, mengantar Bima ke lift dan menemaninya hingga lift itu tiba.     

Bima tidak melihat ke belakang. Ia menatap lurus ke arah pintu lift, tetapi ia bisa melihat pantulan sosok Anya dari pintu tersebut.     

Ia memang mempermasalahkan latar belakang keluarga Anya, tetapi ia sebenarnya tidak memiliki prasangka buruk apa pun terhadap Anya. Bima hanya merasa bahwa latar belakang keluarga Anya tidak sepadan untuk putranya.     

Tetapi gadis ini … Sebenarnya Bima cukup menyukainya.     

Di kampus, ia mendapatkan beasiswa penuh karena kepintarannya. Meski ia sibuk kuliah, ia tetap membantu ibunya untuk menanam dan menjual bunga.     

Walaupun ia tumbuh besar di keluarga dengan orang tua tunggal, Anya seperti bunga matahari di bawah sinar matahari, begitu cerah dan ceria.     

Gadis seperti ini, Bima yakin tidak mungkin ia sengaja menggoda Aiden.     

Ditambah lagi, menurut informasi yang ia dengar, Aiden lah yang lebih dulu menyukai gadis ini.     

Memang putra ketiganya memiliki mata yang bagus untuk menilai wanita. Walaupun Anya dan Keara memiliki penampilan yang mirip, Anya jauh lebih mudah untuk diajak bicara dan membuat orang merasa lebih nyaman di dekatnya.     

Sementara itu, pikiran Keara terlalu dalam. Membuat siapa pun merasa curiga, apa yang sebenarnya gadis itu rencanakan …     

Memang menemukan wanita yang cerdas adalah hal yang bagus, tetapi lebih bagus mendapatkan istri yang sederhana dan membuat nyaman.     

Ketika Bima memikirkan bahwa Keara masih berada di dalam kamar Ivan, ia langsung memperingatkan Anya, merasa bahwa Anya terlalu lugu. "Keara sedang berada di kamar Ivan. Setelah kamu masuk, bicaralah dengan singkat saja dan langsung kembali ke kampus.     

Anya mengedipkan matanya berulang kali, tidak menyangka bahwa ia bisa merasakan kebaikan dari ayah mertuanya yang tegas. Ia langsung mengangguk sambil tersenyum. "Baik, Yah."     

"Aku pulang dulu," Bima langsung berjalan memasuki lift tersebut.     

"Hati-hati di jalan, Yah!" Anya sedikit mengangguk saat berpamitan pada ayah mertuanya.     

Setelah pintu lift itu tertutup, Anya berbalik dan berjalan ke kamar Ivan.     

"Tuan Bima khawatir Anda akan mengalami sesuatu yang tidak menyenangkan dengan Nona Keara sehingga ia mengingatkan agar Anda segera pergi setelah memberikan bunga," kata pengawal Aiden, menjelaskan apa yang Bima maksud.     

Namun, Anya sudah mengerti.     

"Aku senang ayah berusaha untuk melindungiku," katanya sambil tersenyum.     

"Silahkan masuk, Nyonya. Saya akan menunggu di depan pintu. Panggil saya kalau ada apa-apa," kata pengawal tersebut.     

"Jangan khawatir. Tidak akan ada yang terjadi," Setelah Anya mengatakannya, ia mendengar suara tajam Keeara dari dalam kamar.     

"Ia hanyalah penggantiku. Aku lah yang Aiden cintai."     

"Pengganti? Keara, kamu terlalu menganggap dirimu tinggi. Siapa sebenarnya yang pengganti?" kata Ivan dengan sinis.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.