Pernikahan Tersembunyi: My Imperfect CEO

Topeng Munafik



Topeng Munafik

0"Katakan pada ibumu agar tidak datang ke Keluarga Atmajaya lain kali. Tanpa ibumu, kamu bisa menjadi putra kedua dari Keluarga Atmajaya. Dengan adanya ibumu, kamu tidak akan bisa menghapus label anak haram darimu," kata Aiden saat Ivan ingin meninggalkan ruangan tersebut.     

Ketika Aiden mengatakannya, ekspresi di wajah Anya langsung membeku. Ia menatap Ivan dengan tidak enak dan juga kasihan.     

Perkataan Aiden itu membuat kening Ivan sedikit berkerut dan kepalanya menunduk.     

"Aiden, apakah seperti itu caramu berbicara pada kakakmu?" tegur Bima.     

Setelah mendengar hal ini, wajah Ivan kembali normal. Ia mengibaskan tangannya dan berkata dengan santai, "Aku akan memberitahu ibuku agar tidak datang ke rumah ini untuk mencariku."     

"Ivan, Aiden tidak bermaksud seperti itu. Ia mengatakannya demi kebaikanmu," kata Maria, berusaha menengahi.     

"Aku paham," Ivan tersenyum, terutama kepada Anya yang terlihat khawatir.     

Anya mengedipkan matanya dan berusaha untuk menahan tangisnya. Ia merasa sangat sedih.     

Pria yang ia anggap kakak, pria yang selalu menjaganya saat ia kecil, ternyata selama ini hidup dengan diperlakukan seperti ini di Keluarga Atmajaya.     

Kalau ia bisa memilih hidupnya sendiri, apakah Ivan tetap ingin menjadi putra kedua dari Keluarga Atmajaya?     

Setelah Ivan pergi, Aiden dan Anya juga pulang ke rumah mereka.     

Di perjalanan pulang, Anya menyandarkan kepalanya di jendela mobil dan termenung memandang ke luar jendela, tanpa mengatakan apa pun.     

"Apakah kamu tidak senang aku mengatakan hal itu?" suara Aiden terdengar dingin. Ia kesal karena Anya tidak membelanya.     

Anya sadar dari lamunannya dan menatap ke arah Aiden. "Ia tidak berniat untuk bertengkar denganmu. Tidak perlu menyerangnya seperti itu."     

Aiden memegang dagu Anya, memaksanya untuk menghadap ke arahnya. Matanya terlihat sangat dingin. "Keberadaannya saja sudah merupakan kesalahan. Tidak peduli ia ingin bertengkar denganku atau tidak, ia tetap merupakan putra kedua Keluarga Atmajaya. Kalau memang ia tidak ingin bersaing denganku, seharusnya ia tidak kembali ke Keluarga Atmajaya sepuluh tahun yang lalu."     

"Setidaknya ia tidak …"     

"Seberapa baik kamu mengenalnya? Anya, sepuluh tahun yang lalu, usia Ivan setara denganmu sekarang. Ia bukan anak kecil. Ia adalah pria dewasa. Apakah kamu pikir ia tidak tahu apa yang ibunya lakukan? Ia tidak selugu yang kamu pikirkan, tidak sebaik yang kamu pikirkan. Jangan tertipu oleh topeng munafiknya," kata Aiden.     

Anya menatap ke arah Aiden, memikirkan kata-kata Aiden baik-baik.     

Ia teringat bagaimana Ivan menjaga dan merawatnya sejak kecil. Dan bagaimana akhirnya Ivan terluka untuk menyemalatkannya.     

Tetapi Anya tidak pernah benar-benar mengenal Ivan. Ia bahkan tidak tahu bahwa Ivan adalah putra Keluarga Atmajaya.     

Apa yang ia lihat adalah apa yang Ivan tunjukkan kepadanya, bukan Ivan yang sesungguhnya.     

Setelah memikirkannya baik-baik, Anya menenangkan dirinya dan berkata, "Aku tahu. Aku akan berhati-hati."     

Aiden melepaskan pegangannya pada dagu Anya dan mengelus kepalanya. "Apakah kamu besok akan pergi ke kampus?"     

"Iya," Anya mengangguk.     

"Besok kamu bisa menggantikanku mengunjungi Ivan dan memberikan bunga untuknya di rumah sakit," kata Aiden.     

Anya terdiam sejenak, "Apakah aku harus pergi sendiri?"     

"Di Rumah Sakit Dartha, tidak ada satu orang pun yang berani melakukan apa pun padamu. Jangan khawatir," kata Aiden dengan santai.     

Anya hanya tersenyum canggung. Sebenarnya, ia tidak khawatir akan terjadi apa pun padanya. Ia lebih khawatir Aiden akan cemburu kalau ia bertemu dengan pria lain, meski pria itu adalah kakaknya sendiri     

"Kapan aku harus pergi besok?" tanya Anya.     

"Ayahku akan pergi ke sana siang hari. Kamu bisa pergi saat siang juga," kata Aiden.     

Anya merasa tidak enak kalau harus bertemu dengan Ivan berdua saja. Jadi, ia akan datang pada saat Bima sedang berada di dalam kamar rawat Ivan.     

"Baiklah. Aku akan melakukannya untukmu," kata Anya.     

"Masih belum terlalu malam. Apakah kamu ingin pergi ke rumah sakit?" Aiden mengangkat jam di pergelangan tangannya dan melihatnya. Sekarang belum jam sembilan.     

"Baiklah. Besok kuliahku sudah dimulai dan aku harus segera mengurus parfumku yang akan diluncurkan bulan Oktober. Aku akan sibuk dan tidak punya waktu untuk mengunjungi ibuku. Aku akan berpamitan padanya ..." Anya mengangguk.     

Aiden mengantar Anya ke rumah sakit dan menyuruh pengawalnya untuk menemani Anya hingga ke kamar ibunya. Ia harus mengurus pekerjaan sebentar.     

Jam 9.10, mobil Aiden berhenti di Rumah Sakit Ibu dan Anak Kasih. Harris sudah menunggunya di depan pintu.     

"Tuan, dokter yang membantu Nyonya Diana untuk melahirkan sekarang telah menjadi kepala rumah sakit," kata Harris sambil mengantar Aiden menuju ke lift.     

Aiden mengangguk dan mengikuti Harris menuju ke dalam bangunan tersebut.     

…     

Pada pukul 9.30, Aiden berjalan keluar dari ruang kepala rumah sakit. Wajahnya terlihat jauh lebih serius dibandingkan sebelumnya.     

Harris mengikutinya di belakang saat mereka turun ke lantai bawah. Melihat wajah Aiden yang murung, ia mengambil inisiatif untuk bertanya. "Tuan, apakah Anda ingin melanjutkan penyelidikannya?"     

"Aku sudah tahu apa yang menyebabkan ibu Anya koma lagi," Aiden menghela napas panjang.     

"Saya sudah mengatakan pada rumah sakit jika Nyonya Diana bangun, mereka harus segera memberitahu Anda. Selama Nyonya Diana tidak bertemu dengan Nyonya terlebih dahulu, Nyonya tidak akan tahu kenyataannya," kata Harris dengan suara pelan.     

"Bagaimana penyelidikanmu mengenai Heru?" tanya Aiden dengan suara serius.     

"Heru dan Nyonya Imel tidak pernah bertemu. Ia sangat setia pada Tuan Bima dan tidak suka saat Nyonya Imel berusaha untuk menjadi bagian dari Keluarga Atmajaya," kata Harris.     

"Terus lanjutkan penyelidikannya. Aku yakin ada hubungan antara Heru, Ivan dan Imel," Aiden tidak pernah menurunkan kewaspadaannya pada Ivan, meski Ivan tidak pernah berbuat salah sekali pun.     

"Baik, Tuan." Harris sudah bersiap untuk mengantar Aiden. Tetapi sebelum Aiden pergi, ia bertanya terlebih dahulu. "Tuan, apakah Anda ingin memastikan hubungan antara Nyonya dan Tuan Galih?"     

"Tidak usah," Aidn tidak mau Anya memiliki hubungan apa pun dengan Keluarga Pratama dan Anya pun tidak ingin berhubungan dengan Galih.     

Harris mengangguk dan kemudian ia kembali bertanya. "Tuan, apakah ada kabar mengenai Nona Nadine?"     

"Harris, kamu harus bersiap yang terburuk. Selama ini Keara sudah berbohong pada kita. Ia tidak kehilangan ingatannya. Selama tiga tahun, ia sengaja bersembunyi di luar negeri dan tidak kembali. Mungkin Nadine telah …"     

"Tidak, Nona Nadine baik-baik saja. Mungkin ia hanya lupa tempatnya untuk pulang. Ia akan segera kembali," Harris tidak mau menerima kenyataan itu.     

"Aku juga berharap ia akan kembali dan aku tidak akan menyerah untuk mencarinya. Aku akan langsung memberitahumu jika ada kabar," Aiden menepuk pundak Harris dan masuk ke dalam mobil.     

Ketika Aiden hampir sampai di rumah sakit tempat Diana dirawat, ia segera menelepon Anya dan menyuruhnya untuk turun.     

Setelah menjawab telepon, Anya memegang tangan Diana dan berkata, "Ibu, aku akan kembali ke kampus besok. Aku akan sangat sibuk dan tidak punya banyak waktu untuk mengunjungimu. Kamu tidak lupa pada janjimu kan? Kamu ingin melihatku meluncurkan parfum baru dan mengalahkan wanita itu. Ibu harus bangun …"     

Tidak ada respon dari Diana yang berbaring di tempat tidurnya. Tetapi Anya sama sekali tidak kecewa. Ia yakin ibunya kuat dan akan kembali bangun.     

"Ibu, Aiden sudah menungguku di bawah. Aku akan pulang dulu. Beristirahatlah," Anya memeluk ibunya dan kemudian pergi dari kamar tersebut.     

Tidak lama setelah kepergian Anya, kepala perawat berkeliling untuk melihat kondisi pasien. Ia masuk ke dalam ruangan Diana dan melihat air mata di sudut mata Diana.     

Kepala perawat tersebut langsung menelepon dokter dan memberitahu Aiden.     

Ketika menerima telepon dari rumah sakit, Anya sedang duduk di sampingnya. Setelah mendapatkan informasi bahwa Diana telah bangun, matanya terlihat serius.     

"Tuan, Nyonya Diana sudah bangun dan ingin bertemu dengan Anda," sebuah berita yang mengejutkan datang dari seberang telepon.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.