Pernikahan Tersembunyi: My Imperfect CEO

Tidak Sabar



Tidak Sabar

0Aiden tidak lagi membalas pesan Nico. Ia benar-benar mengabaikannya, membuat Nico ingin menangis.     

Sepertinya hanya Anya saja yang bisa menyelamatkannya dari murka pamannya.     

Dengan harapan Anya bisa menolongnya, ia segera menelepon bibinya itu.     

Aiden jarang sekali mengirim pesan lewat grup chat. Tetapi hari ini ia mengirimkan foto Anya yang sedang bekerja dan juga mengirimkan screenshot chat Nico di grup. Ini bukan gaya pamannya.     

Pamannya sungguh aneh! Itu pasti karena ia sedang dalam suasana hati yang buruk …     

Anya sama sekali tidak menyadari bahwa waktu berlalu begitu cepat. Hingga akhirnya ia mendengar ponselnya berbunyi.     

Melihat Nico yang meneleponnya, ia langsung berpikir ada sesuatu yang salah.     

Bagaimana pun juga, tadi ia dan Aiden meninggalkan rumah Keluarga Atmajaya setelah terjadi keributan besar.     

Ia segera mengangkat panggilan tersebut. "Nico, ada masalah apa?"     

"Aku juga ingin bertanya pada bibi. Sebenarnya ada apa bibi? Paman benar-benar akan membunuhku!" kata Nico setengah merengek.     

"Apa maksudmu ia akan membunuhmu?" Anya langsung bangkit berdiri dan keluar dari ruang parfumnya.     

Berdiri di koridor lantai dua, Anya melihat lampu ruang kerja Aiden masih menyala. Ia menghampiri ruangan tersebut dengan perlahan. Aiden sudah mengenakan jubah tidurnya. Bagian kerahnya sedikit terbuka dan acak-acakan. Wajahnya terlihat sedingin es.     

Anya menarik napas dan bergegas kembali ke ruang parfumnya. "Aku baru saja melihat pamanmu. Wajahnya terlihat menyeramkan. Apa yang telah kamu lakukan?"     

"Aku … Aku bilang paman dan bibi sedang melakukan hal yang nakal di grup chat kita. Setelah mengatakannya, aku merasa sepertinya kurang pantas didengar dan langsung menghapusnya. Tetapi ternyata paman sudah menyimpan screenshotnya. Ia tidak akan mengampuniku. Bibi, bantu aku," kata Nico dengan memelas.     

"Dari tadi aku berada di ruang parfum dan tidak melihat grup chat kita sama sekali. Jangan khawatir. aku akan mencari cara untuk membujuk pamanmu," Anya langsung memahami apa yang telah terjadi.     

Nico mengerutkan keningnya dan berkata, "Paman mengirimkan fotomu ke grup. Ketika ia memfotomu, apakah bibi tidak tahu?"     

"Aku tidak tahu," jawabnya.     

"Aku benar-benar akan mati sekarang, Bibi. Kamu harus membantuku!" rengek Nico.     

Ia baru menyadari bahwa semua yang ia ucapkan tadi benar-benar kata-kata yang membawa kematiannya. Ia berkata bahwa Aiden tidak puas.     

Pamannya itu bukan hanya tidak puas, tetapi tidak bisa mendapatkan yang ia inginkan sama sekali!     

"Baiklah, baiklah. Aku tutup dulu teleponnya. Aku harus mencari cara," Anya merasa bahwa masalahnya jauh lebih serius dibandingkan Nico.     

Itu karena ia berjanji pada Aiden untuk kembali ke kamar dan melanjutkan apa yang terjadi di kamar mandi setelah makan malam. Namun, ia malah tenggelam dalam pekerjaannya dan tidak keluar dari ruang parfum sama sekali.     

Aiden bahkan datang untuk melihatnya dan memfotonya, tetapi ia sama sekali tidak tahu.     

Aiden tidak tidur dan menunggunya di ruang kerjanya. Bagaimana ia bisa menenangkan Aiden sekarang?     

Anya berpikir sejenak dan sebuah ide bagus muncul di benaknya.     

Ia segera mematikan lampu ruang parfumnya. Ketika ia melewati ruang kerja Aiden, ia berusaha untuk tidak bersuara sedikit pun, berjinjit-jinjit agar Aiden tidak mengetahuinya. Kemudian, ia bergegas melewati ruangan itu dengan cepat.     

Aiden bisa melihat sosok yang ia kenal melewati ruang kerjanya dengan cepat. Matanya sedikit menyipit. Melihat grafik saham di hadapannya saja, suasana hatinya sudah buruk. Ia langsung menjual saham yang ia miliki dalam jumlah besar dan menekan harga saham perusahaan Pratama.     

Setelah kembali ke kamar, Anya langsung pergi ke kamar mandi dan keluar sambil mengenakan kemeja putih Aiden.     

Saat ini, ia tidak bisa memikirkan cara lain selain menggoda Aiden.     

Hari ini, Aiden benar-benar tidak akan mengampuninya dan mungkin tidak akan membiarkannya tidur. Tetapi salah siapa juga membiarkan Aiden sendirian di ruang kerjanya sampai suaminya itu menyakiti Nico …     

Semuanya karena dirinya sendiri yang lupa waktu saat bekerja …     

Kemeja Aiden terlihat sangat besar di tubuh Anya. Tetapi karena tubuh Anya tinggi, panjangnya hanya mencapai pahanya, sehingga kemeja itu terlihat pendek. Tidak lupa Anya membuka kancing teratasnya …     

Ia menarik napas dalam-dalam dan pergi untuk mencari Aiden.     

Pada saat itu juga, ponselnya tiba-tiba berdering. Kali ini Galih yang meneleponnya.     

Anya melihat saat ini sudah pukul 12 malam. Apakah ada yang salah? Mengapa Galih tiba-tiba meneleponnya malam-malam begini.     

"Paman Galih. Ada apa?" jawab Anya.     

"Anya, maafkan paman meneleponmu malam-malam begini. Saham perusahaanku terus turun dan aku sudah menggunakan semua uangku untuk …" kata Galih dengan dilema.     

"Bukankah Aiden sudah berjanji untuk berhenti? Ia sudah berjanji untuk menjual semua saham yang ia beli kemarin. Bisakah paman menunggunya? Aku tidak seberapa memahami mengenai saham. Tetapi kemarin Aiden membeli terlalu banyak saham. Ia juga butuh waktu untuk menjualnya agar tidak mengalami kerugian …"     

Anya juga mempelajari manajemen bisnis. Walaupun ia tidak tahu berapa banyak uang yang digunakan oleh Aiden dan Galih dalam persaingan saham ini, setidaknya ia memahami bahwa Aiden membutuhkan waktu untuk menjual sahamnya agar tidak mengalami kerugian.     

Kalau Aiden ingin mendapatkan keuntungan, ia harus menjual saham yang dimilikinya saat harga saham meningkat. Galih perlu mengeluarkan uang untuk menginvestasikan harga sahamnya dan meningkatkannya, kemudian Aiden akan mengambil kesempatan tersebut untuk menjualnya.     

Namun, bukan itu yang Aiden lakukan saat ini. Ia sedang mempermainkan Galih karena suasana hatinya sedang buruk. Ia membiarkan Galih untuk terus mengeluarkan uang untuk meningkatkan harga sahamnya. Dan kemudian, Aiden akan menjualnya dan menurunkan harga saham itu kembali.     

Pada akhirnya, Galih sudah tidak memiliki uang lagi untuk meningkatkan harga saham. Ia menelepon Anya, berharap Aiden bersedia menjualnya dengan harga yang lebih murah.     

"Anya, apakah Aiden sedang bersama denganmu?" tanya Galih.     

"Aiden sedang berada di ruang kerjanya. Apakah paman mau berbicara dengannya?" Anya pikir Galih ingin berbicara langsung dengan Aiden.     

"Tidak usah. Aku hanya butuh bantuanmu. Bisakah kamu menyuruhnya untuk tidur? Selama ia berhenti sekarang, aku bisa menaikkan harga sahamku dan menstabilkan situasinya. Kalau terus seperti ini, aku rasa Aiden benar-benar akan menghabiskan seluruh uang perusahaanku untuk bersaing saham dengannya," kata Galih dengan gelisah.     

Anya merasa sedikit tidak enak. "Paman, aku akan mencoba meminta Aiden untuk segera mengakhirinya. Kalau semua ini terus berlangsung, masalah ini tidak akan pernah selesai."     

"Baiklah. Coba kamu bujuk Aiden terlebih dahulu," kata Galih.     

"Aku akan memanggilnya sekarang," Anya menutup telepon dan meletakkan ponselnya. Kemudian, ia berjalan menuju ke ruang kerja.     

Ketika ia berada di ambang pintu ruang kerja, ia melihat Aiden sedang bersandar di kursi kerjanya dengan malas. Matanya menyipit hingga terlihat hampir tertutup, tidak tahu apakah ia tertidur atau tidak.     

"Suamiku …" panggil Anya. Mata Aiden sedikit bergerak, tetapi ia tidak membukanya.     

Sebenarnya, ia mendengar panggilan Anya, tetapi ia sengaja tidak meresponnya. Namun, bibirnya sedikit menyunggingkan senyum tipis.     

Anya melangkah masuk ke dalam ruangan tersebut dan mendekati meja Aiden. Matanya sedikit melirik ke arah layar komputer Aiden yang menunjukkan bahwa saham perusahaan Pratama terus mengalami penurunan.     

"Suamiku …" Anya menyentuh lengan Aiden dengan lembut.     

Perlahan Aiden membuka matanya dan menatap Anya dalam-dalam. "Sudah selesai sibuknya?" tanyanya pelan.     

"Aku mengantuk. Aku tidak bisa tidur sendirian. Tidurlah bersamaku," Anya mengatakannya dengan manja sambil menarik jubah tidur Aiden,     

Tidak sengaja jubah tidur Aiden terbuka, menunjukkan dadanya yang berotot dan kekar.     

Anya menelan ludahnya diam-diam dan wajahnya terasa semakin panas. Kalau ia mengatakan bahwa ia tidak sengaja, apakah Aiden akan percaya?     

"Sebegitu tidak sabarnya?" suara Aiden terdengar rendah dan sedikit serak. Ia mengulurkan tangan untuk menarik Anya ke dalam pelukannya …     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.